Episode 7

1042 Kata
Ini sudah kesekian kalinya Bryan datang ke kafe milik Felicia, Chocolate's cafe and bakery. Dan seperti sebelumnya, maksud Bryan datang ke kafe ini adalah untuk menyatakan cintanya kepada Felicia, Bryan optimis bahwa perasaannya ini akan dibalas oleh Felicia. Dia takkan bosan untuk mengejar Felicia yang nampak acuh tak acuh kepadanya. Meskipun sikap Felicia yang seperti itu, tetapi Bryan yakin sebenarnya Felicia begitu merindukan kehadiran Bryan. Mungkin dia hanya malu saja untuk mengakuinya. Bilang saja Bryan terlalu percaya diri, tetapi memang begitulah nyatanya, bahkan Felicia sendiri seperti mulai timbul sesuatu yang mengusik dunianya kedepannya. Dengan langkah tegasnya, Bryan berjalan kearah ruangan Felicia dan bertanya kepada salah satu pelayan apakah Felicia ada di dalam atau tidak. Pelayannya menjawab dengan keraguan dan mengatakan bahwa Felicia sibuk. Itu merupakan perintah dari Felicia sendiri ketika dia memperkirakan Bryan akan datang untuk mengunjunginya lagi.  Tanpa menghiraukan peringatan pelayan yang melarang Bryan untuk masuk, Bryan tetap kekeh dengan pendiriannya dan menerobos ke dalam ruangan Felicia dengan paksa, bahkan pelayan itu sampai terdorong dengan kerasnya ke belakang. "Reni, bukankah saya bilang. Saya sed-" ucapan Felicia terpotong saat pandangannya ia alihkan kepada orang yang baru saja memasuki ruangannya. Seketika itu juga wajahnya berubah menjadi jutek.  Dia lagi! "Ngapain kamu kesini?" Felicia memandang jengah kearah Bryan dan berdiri dari kursinya untuk mengusir Bryan. Apa Bryan sudah tebal muka ya? Padahal Felicia jelas - jelas menolaknya tetapi Bryan tetap mengejarnya. "Aku merindukanmu..." Bryan berjalan mendekati Felicia yang sudah berdiri di hadapannya. Tetapi Felicia segera memundurkan tubuhnya untuk menghindari Bryan sampai tubuhnya membentur ujung meja kerjanya. "Saya sudah bilang berapa kali. Kamu berhentilah mengejar - ngejar saya. Kamu belum terlalu mengenal saya." Felicia menghentikan langkahnya yang melangkah mundur karena sudah mentok. Felicia menekan keningnya yang pusing akibat ulah Bryan yang setiap hari tak pernah berhenti mengatakan perasaannya. "Aku mencintaimu Felicia. Aku akan menerimamu apa adanya. Kita bisa saling mengenal lebih dekat jika kamu mau menerimaku." Bryan ikut menghentikan langkahnya saat mendapat penolakan dari Felicia. Dia memandang Felicia dengan pandangan memohonnya, berharap Felicia ingin menerimanya kali ini. Padahal Bryan yakin sekali kalau perasaannya ini akan terbalas. Cewek mana yang tidak terpikat oleh pesona Bryan? Kecuali Felicia tentunya. "Kau tidak.... Kau takkan bisa menerimaku..." Felicia menunduk sedih, karena berbagai alasan mengapa Felicia menolak Bryan. Yang pertama adalah dia belum terlalu yakin anaknya --Daniella-- akan menerima Bryan menjadi calon ayahnya. Yang kedua, Bryan terlalu muda untuknya. Felicia takut suatu hari nanti sikap kekanak - kanakkan Bryan akan muncul karena umurnya yang lebih muda dari Felicia. Felicia sudah punya anak satu, dia takkan sanggup jika di kehidupannya nanti akan ada dua anak yang akan bersikap manja padanya. "Felicia.... Aku mencintaimu... Dari pertama bertemu hingga kini... Kurang apa aku dimatamu? Aku mapan, tampan, rupawan... Aku bisa menghidupimu seumur hidup jika kamu mau bersamaku" Bryan meraih dagu Felicia yang menunduk untuk menatap kearahnya. Bryan berusaha mencari kenyamanan di kedua bola mata indah milik Felicia, sekaligus berusaha meyakinkan kepada Felicia bahwa perasaannya ini tidak main - main. Felicia menatap dengan lekat kedua mata Bryan. Kedua matanya memang tidak mengatakan hal bohong sekecilpun, sebaliknya malah kedua mata itu berkata bahwa dia serius dengan semua perkataannya. Felicia masih tidak percaya diumurnya yang sudah kepala tiga ini akan ada seorang pria yang benar - benar serius terhadapnya, bahkan ia lebih muda 7 tahun darinya! Felicia tidak menanggapi apa yang dikatakan Bryan, dia seolah tenggelam dalam lautan warna cokelat terang yang ada di mata Bryan. Begitu nyaman baginya sehingga membuatnya lupa untuk mengalihkan pandangannya. Mata itu benar - benar bisa membuat Felicia terpikat barang sesaat. Sungguh konyol! Bryan yang juga menatap kearah Felicia, merasakan hal yang sama. Sampai akhirnya dia tak kuat untuk tidak mendekatkan wajahnya. Secara perlahan pandangannya ia dekatkan kearah Felicia. Semakin dekat, bahkan ujung hidung keduanya mulai menempel secara perlahan, hingga akhirnya Bryan berhasil merasakan bibir Felicia diatas bibirnya. Sesaat tak ada reaksi apapun dari Felicia, sehingga membuat Bryan mulai berani memainkan mulutnya diatas bibir Felicia. Bryan mencium Felicia dengan kelembutan dan rasa sayang yang tak terlukiskan. Hingga akhirnya Felicia tersadarkan atas apa yang telah dilakukan Bryan. Hampir saja dia terlena dan membalas pagutan bibir mereka, tetapi otaknya kali ini berhasil mengembalikkannya kembali ke bumi dan tidak membiarkannya melayang karena terhanyut akan ciuman Bryan. Tidak.... Ini salah... Felicia segera mendorong Bryan kasar lalu menamparnya dengan keras. Wajah Felicia berubah warna menjadi merah padam pertanda ia marah sekaligus malu pada dirinya sendiri yang sempat terlena. "Lancang sekali kamu..." Felicia berteriak kearah Bryan yang sedang memegang pipinya akibat tamparan Felicia. Dia tak bisa berkata apa - apa saat mendapat tamparan keras dari Felicia. "Maaf... Aku..." Bryan mencoba meminta maaf akan kesalahannya yang dengan lancang mencium Felicia. Bryan berusaha meraih bahu Felicia untuk meminta permohonan maaf dari Felicia, tetapi Felicia mengelak dan menepis tangan Bryan yang terangkat hendak memegang bahunya. "Pergi..." Felicia mengusir Bryan untuk meninggalkan ruangannya dengan cara menunjuk kearah pintu ruangan. Bahkan suaranya terdengar bergetar sekaligus memburu akibat emosi yang meluap dengan sendirinya. "Fel...." "Aku bilang PERGI!" Felicia berteriak saat kata pergi terucap dari bibirnya. Bryan yang mendapat bentakan itu hanya bisa menyampaikan maafnya lewat pandangan mata, lalu memutuskan untuk berlalu dari hadapan Felicia. Felicia menyentuh bibirnya yang baru saja merasakan manisnya bibir Bryan. Ini pertama kalinya sejak ia cerai dengan suaminya, dia tak pernah merasakan ciuman yang semanis ini. Bahkan rasanya pun berbeda dengan bibir mantan suaminya itu. "Sayang kamu lagi apa?" Seorang pemuda nampak memeluk Felicia yang sedang memasak dari belakang. Dia adalah suami Felicia. "Alvin... Aku sedang memasak, nanti gosong." Felicia memarahi Alvin yang merupakan suaminya itu. "Berhentilah dulu, suamimu juga ingin memakan yang lain." Alvin merengek agar Felicia berhenti dari aktivitasnya. "Oke oke baiklah." Felicia mematikan kompornya dan membalikkan badannya untuk berhadapan dengan suaminya itu. "Aku mau makan ini..." Setelah mengatakan itu, Alvin mencium bibir seksi Felicia dan melumatnya hingga mereka sama - sama kehabisan nafas. Felicia teringat akan kenangannya bersama mantan suaminya, saat mereka masih bersama. Felicia merasa marah sekaligus sedih saat mengingat semua yang terjadi pada rumah tangganya dulu. Akibat suaminya yang senang berjudi dan menghabisnya uangnya membuat Felicia muak, lalu mengajukan surat cerai kepadanya. Felicia memikirkan apa yang akan dikatakan teman - teman Daniella jika tahu ayahnya adalah seorang penjudi. Felicia tidak mau jika anaknya nanti mendapat ejekan dari teman - temannya. Sehingga Felicia memutuskan mengakhiri perasaannya dan menceraikan Alvin, mantan suaminya. To Be Continued ...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN