“Maaf mengganggu waktu Anda, Tuan.”
“Ada apa, Lex?”
“Ada seorang gadis yang sangat ingin bertemu dengan Anda, Tuan. Bahkan dengan setengah memaksa.”
“Siapa dia?” Xavier mengangkat wajahnya dari dokumen yang sedang dibacanya dan menatap Alex dengan alis terangkat tinggi keheranan.
“Emm…Salah satu mantan budаk Costello yang sudah dibebaskan. Saya sudah mengatakan Anda sibuk dan memintanya pergi, tetapi dia terus menolak.
…Kami sudah mengusahakan segala macam cara untuk mengusirnya, tetap dia sangat keras kepala dan tetap bersikeras untuk bertemu dengan Anda, Tuan.”
“Hmm…?” Xavier mengerutkan keningnya dan terlihat berpikir keras. Tetapi, tak satupun nama yang terlintas dibenaknya.
“Mari kita temui dia.” Xavier berdiri dari kursi kerjanya dan melangkah keluar dari kantornya.
Alex menemani Xavier masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai dasar tempat lobi berada. Baru saja pintu lift terbuka, Xavier sudah bisa mendengar keributan yang terjadi.
Dari kejauhan, Xavier bisa melihat penjaga gedungnya sedang berusaha mengusir seorang gadis untuk pergi, namun gadis itu bersikeras untuk tetap berada di tempatnya dan terus memohon agar dapat bertemu dengan Xavier. Gadis itu bahkan menjatuhkan dirinya dan berlutut di lantai berbatu yang panas di luar gedung kantornya.
“Lepaskan dia.” Perintah Xavier terdengar jelas ketika langkah kakinya membawa dirinya mendekat ke tempat gadis itu berada.
Para penjaga langsung melepaskan tangan gadis itu, saat mendengar suara Xavier.
“Se-selamat siang, Tuan Besar. Te-terima kasih Anda telah bersedia meluangkan waktu untuk gadis hina seperti saya. Ma-maafkan saya yang telah mengganggu waktu Anda.” Dengan masih berlutut, gadis itu segera mengangkat wajahnya dan menatap Xavier dengan tatapan gembira bercampur harap.
Xavier terus menatap gadis mungil yang berlutut di depannya. Meski dia tidak bisa menyebutkan siapa gadis itu, tetapi Xavier merasa wajahnya sangat akrab. Dari penampilannya, Xavier menduga gadis itu berusia sekitar awal 20 tahun.
“Siapa kau? Kenapa kau ingin bertemu denganku?” Xavier bertanya.
Dengan jari-jemari saling memeras, gadis itu terlihat sangat gugup, tetapi sorot matanya tetap penuh semangat saat menatap Xavier, “Na-nama saya Na-nadira, Tuan. Sa-saya dulu adalah pe-pelayan pribadi, No-nona Stella.”
Seperti ada lampu yang menyala di kepalanya, Xavier sekarang ingat dimana dia pernah melihat gadis ini. Waktu itu adalah pada hari dia melangkah ke depan Stella yang sedang menangis dan mengalungkan kalung budаk di leher Stella. Hari dimana dia berhasil mengembalikan kejayaan keluarga Leone. Gadis ini berada di sebelah Stella.
Samar-sama Xavier juga ingat, saat itu dia sudah memberikan perintah agar gadis itu dicarikan tempat yang baik dan diberikan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga.
“Apakah ada yang bisa kulakukan untukmu, Nadira?” Xavier bertanya sambil menatap datar ke gadis yang masih berlutut di hadapannya.
“Sa-saya ingin memohon bantuan, Tuan. Mo-mohon izinkan saya bekerja di mansion Anda.” Nadira menggosok keras kedua telapak tangannya sebagai tanda permohonan.
“Tempatmu bekerja sekarang, apakah mereka memperlakukanmu dengan buruk?”
“Tidak, tidak, Tuan. Tidak sama sekali, Mereka adalah pasangan tua yang sangat baik hati, bahkan mereka memperlakukan saya seperti putri mereka sendiri.” Nadira cepat-cepat menjelaskan, tak ingin terjadi kesalahpahaman yang membuat pasangan lansia tempatnya bekerja saat ini tertimpa masalah karena dirinya.
“Lalu…kenapa kau ingin bekerja di mansionku?” Xavier mengerutkan dahi tak mengerti.
“Sa-saya ingin menjadi budаk di mansion, Tuan.” Nadira menundukkan kepalanya dalam-dalam saat mengajukan permintaannya.
Xavier memiringkan kepalanya ke satu arah dengan dahi tetap berkerut dalam, tanda dia masih tak mengerti dengan apa yang dipikirkan gadis muda yang sedang memohon padanya ini. “Aku tak mengerti. Kau adalah orang bebas sekarang. Kau sudah mendapatkan pekerjaan yang baik, lalu kenapa kau ingin kembali menjadi budаk?”
“Me-menjadi bu-budаk sudah menjadi hi-hidup sa-saya selama ini, Tuan. Sa-saya mohon, biarkan saya kembali menjadi budаk di mansion Anda, Tuan… saya akan mengerjakan apapun… saya mohon, Tuan.” Nadira memohon dengan sepenuh hati.
Xavier bukan orang bodoh, dia sangat yakin gadis muda ini hanya ingin berdekatan lagi dengan mantan Nona Mudanya. Sesaat Xavier melirik ke arah Alex yang juga sedang menatapnya. Xavier tahu, gadis muda ini sama seperti Alex baginya. Alex akan bersedia berbuat apa saja agar dapat selalu berada di sisinya.
Namun, sejujurnya Xavier tidak yakin, dia ingin memberikan kenyamanan yang sama untuk Stella. Xavier benar-benar menolak untuk memberikan kebahagiaan bagi Stella Costello.
Untuk beberapa detik, Xavier terus menatap gadis di depannya tanpa berkata apapun. Sampai akhirnya dia menarik nafas panjang dan kembali berkata, “Kau bukan lagi seorang budаk, Nadira. Kenapa kau tidak mencoba untuk menjalani hidup normal lebih dahulu?”
Mendengar jawaban Xavier, air mata putus asa langsung mengalir deras di wajah mungil Nadira. Tak lagi memikirkan keadaan sekitarnya, Nadira langsung menurunkan tubuhnya hingga menyentuh tanah dan menyembah Xavier.
“Saya mohon, Tuan. Tolong…tolong izinkan saya… saya mohon…” Nadira terus menggelengkan kepalanya dengan keras dan berkata di tengah isak tangisnya, “Saya tidak ingin kehidupan normal. Saya mohon…izinkan saya menjadi budаk di mansion…”
Nadira sangat mengkhawatirkan Nona Muda-nya. Dia sangat yakin, hidup Stella di mansion pasti sangatlah berat, apalagi jika Nona Muda-nya harus menjalani semuanya sendirian.
Nadira sangat mengenal Stella Costello, Nona Muda-nya adalah seorang gadis yang memiliki harga diri tinggi dan aura seorang putri, dan orang-orang di mansion keluarga Leone pasti sangat membenci Stella karena ayahnya,
Selama ini, Nadira yang selalu membantu Stella bahkan untuk hal sekecil apapun. Nadira tidak bisa membayangkan kehidupan Stella selama dia tidak berada di sisi Nona Muda-nya. Nadira bahkan tak mampu membayangkan, apakah Stella masih hidup atau tidak.
“Oh, Tuan…saya mohon, Tuan. Saya mohon…” Isak tangis Nadira kembali terdengar semakin keras karena ketakutan akan nasib Nona Muda-nya.
“Pulanglah, Nadira. Pergi dan jalankan kehidupan normalmu.” Xavier berkata lagi dengan nada tegas sebelum berbalik dan berlalu.
=====
Matahari sudah semakin condong ke barat. Stella sudah kembali bekerja di peternakan. Stella melakukan pekerjaan sama seperti semua orang yang berada di sekelilingnya.
Jika orang-orang itu membersihkan kotoran ternak, Stella juga mengerjakan hal yang sama. Saat para pekerja menggotong pakan ternak dan memberikan makan pada binatang-binatang yang ada, Stella juga melakukannya.
Meskipun begitu, Stella tetap saja terlihat berbeda dari semua pekerja yang ada disana. Sikap anggun seorang Nona Muda yang sudah mendarah daging memancar begitu kuat, bahkan tanpa Stella perlu berusaha keras untuk menunjukkannya.
Bahunya tertarik tinggi, dagunya terangkat elegan. Meski wajah cantiknya tidak tersenyum sama sekali, namun Stella tetap terlihat menarik dan membuat banyak wajah menengok saat dirinya melewati mereka.
Menghabiskan berjam-jam bekerja keras dan berkeringat, tidak membuat rambut pirang Stella menjadi acak-acakan atau kusam, namun tetap bersinar dan indah. Pakaiannya, meski hanya terbuat dari sehelai kain katun yang kusam dan lusuh, tetapi kain itu disetrika dengan rapi hingga tak berkerut sedikitpun.
Ditengah lelahnya bekerja, Stella sangat berharap Nadira berada di sisinya saat ini. Dia rindu mendengar tawa cerianya. Dia rindu mendengar cerita-ceritanya yang selalu beragam. Stella sangat merindukan Nadira.
Waktu terus berlalu, dan Stella masih terus bekerja dengan giat, hingga tiba-tiba terdengar derap langkah kaki yang berjalan cepat memasuki area kandang.
“Mana Budаk Raja?” Stella dapat mendengar suara Marissa yang berteriak mencarinya.
Cepat-cepat Sierra mengembalikan sekop yang sedang dipegangnya ke tempatnya dan bergegas keluar menuju tempat Marissa berada.
“Ah ini dia. Tuan Besar meminta kehadiranmu di ruang kerjanya dalam waktu 5 menit. JANGAN TERLAMBAT!” Marissa langsung meneruskan perintah Xavier dengan cepat saat melihat Stella dan langsung berlalu setelahnya.
Tak ingin membuang waktu, Stella langsung berjalan mengikuti Marissa. Namun, sebuah tangan besar terjatuh di bahunya, menahan langkah Stella. Tunggu sebentar, budаk.”
Wajah Stella sempat pias sesaat, sebelum dirinya berbalik dan berhadapan dengan Karsa. Sudah seharian ini, Stella berusaha semampunya untuk menghindari bertemu Karsa. Stella selalu bersembunyi saat melihat Karsa yang menanyakan keberadaannya atau berusaha tidak pernah berada di satu tempat hanya berdua dengan pria itu.
Stella sangat-sangat tidak ingin menunggu sesuai dengan perintah Karsa. Dia ingin segera mengejar Marissa. Namun, Stella juga tidak ingin mendapatkan hukuman ataupun tamparan dari sang mandor, jika dia mengabaikan permintaannya.
“Ikuti aku. Kita perlu bicara.” Dengan ragu-ragu, Stella mengikuti langkah Karsa menuju sebuah kamar kecil di pojok peternakan, tempat Karsa tinggal selama berada di peternakan untuk mengawasi para pekerja. Tadinya Stella mengira, Karsa akan mengajaknya berbicara di dalam kandang, tetapi Stella tidak menyangka Karsa akan mengajaknya ke tempat yang terpencil seperti ini.
“Bagaimana dengan penawaran yang kukatakan sebelumnya? Apakah kau sudah sempat memikirkannya?” Karsa menggeram penuh nafsu di telinga Stella sambil menempelkan tubuhnya ke tubuh Stella, begitu Stella melangkah kakinya memasuki kamar Karsa.
“Penawaran apa?” Stella berpura-pura tidak mengerti.
“Tentang kau yang akan membiarkanku menyentuhmu kapanpun dan dimanapun aku mau.” Karsa menjawab terus terang, tak ingin dipermainkan oleh Stella.
“Ah, tentang itu, sekarang aku ingat, kemarin kau memintaku untuk mempertimbangkannya. Maaf, dengan semua kejadian akhir-akhir ini, aku belum sempat memikirkannya sama sekali. A-ap..ehem…” Stella berdeham berusaha melegakan tenggorokannya yang mendadak terasa kering. “Apakah aku bisa meminta tambahan waktu untuk memikirkannya?”
Kemarahan terlihat jelas di sorot mata Karsa. Tangan kurus Karsa terjulur dan menarik rambut Stella dengan keras hingga Stella terpaksa mendongak. Tangan lainnya menarik pinggang Stella, membuat tubuh mungil Stella menempel erat dengan tubuh Karsa.
“Apa kau pikir, kau bisa membodohku?” Gemeretak gigi Karsa terdengar jelas saat dia menggeram di depan wajah Stella.
Stella hanya terdiam dan menatap pria itu dengan tatapan kosong. Tak sedikitpun rintihan kesakitan terlontar dari bibirnya yang bergetar pelan.
Karsa melepaskan genggamannya di rambut Stella dan mengarahkan tangannya ke balik rok yang dikenakan Stella, mengusap kewаnitаan Stella dan kemudian meremasnya kasar.
Sekuat tenaga Stella berusaha menahan tubuhnya agar tidak memberikan reaksi apapun. Tak satu suarapun keluar dari mulut Stella, meski Stella terpaksa menggigit pipi bagian dalamnya sekuat-kuatnya untuk menahan rasa mual dan jijiknya.
Karsa kembali menarik rambut Stella dengan keras yang dibalas dengan tatapan menantang oleh Stella.
“Bersiaplah untuk merasakan neraka, jika kau tidak memberikan apa yang kuinginkan, jаlang!” Karsa kembali menggeram kesal.
“Sudah kukatakan. Aku akan mempertimbangkannya.” Stella menjawab singkat.
Karsa mengacak rambutnya dengan frustasi saat mendapatkan Stella tidak bereaksi seperti yang diharapkannya. Kemarin, Karsa sudah mengambil resiko besar dengan menampar Stella. Tak seorangpun bisa menyentuh Budаk Raja tanpa izin dari Tuan Xavier. Budаk Raja adalah orang istimewa yang membutuhkan penanganan khusus.
Kemarin, Karsa sudah mempersiapkan diri dengan berbagai macam alasan yang memojokkan Stella, jika Tuan Xavier meminta penjelasan tentang bekas telapak tangan yang tercetak di pipi mulus Stella, dan Karsa juga sudah menyiapkan satu alasan kuat tentang dirinya yang tidak tahu kalau Stella adalah Budаk Raja karena gadis itu belum diperkenalkan.
Beruntungnya, Tuan Xavier sangat membenci Stella Costello, sehingga dia sama sekali tidak memperdulikan tentang tamparan itu kemarin.
Namun, hari ini Karsa hanya bisa mengepalkan tangannya erat-erat. Stella sudah diperkenalkan di Aula Pertemuan sebagai Budаk Raja. Dia tidak lagi bisa menyentuh wanita itu seenaknya. Jika Tuan Xavier atau ketua-ketua keluarga mafia lain mengetahui perbuatannya, maka kepala Karsa yang akan menjadi taruhannya, dan Karsa masih sangat menginginkan kepalanya menempel di tubuhnya.
“Berikan jawabanmu besok, Stella! Dan lebih baik kau memberikan jawaban yang kuinginkan, jika kau masih ingin hidup nyaman lebih lama ditempat ini.” Karsa segera berbalik dan melangkah pergi dengan wajah gusar, sebisa mungkin berusaha menyembunyikan bukti gairahnya yang menonjol setelah merasakan tubuh Stella yang menempel pada tubuhnya.