Memohon

2320 Kata
Tangan besar sang kepala mafia mulai bermain di kancing baju Stella, membuatnya harus setengah mati menahan diri agar tidak mendorong pria itu karena jijik. Mual bergejolak di perutnya, membuat wajah Stella semakin memucat. Tanpa disadari, tubuh Stella berusaha bergerak mundur, mencoba menjauhi sumber menjijikkan yang menyerangnya. Namun, sikap Stella, jelas membuat Peter meradang. Tangan besar Peter langsung menarik kasar rantai di kalung yang mengelilingi leher Stella. “Jaga sikapmu!” Geram Peter di depan wajah Stella, yang hanya mampu ditanggapinya dengan anggukan patuh. Jantung Stella terus berdebar kencang, khawatir akan hukuman yang akan menimpanya. Melihat Stella yang sudah kembali menurut, Peter melepaskan rantai yang digenggamnya. Seringai penuh nafsu menghiasi wajah tembamnya. Tangan berlemaknya menyelinap masuk ke bawah rok Stella dan mengusap kasar paha polosnya. “Hei, Peter. Cepat buka semuanya. Kami ingin melihatnya, jangan bermain terlalu lama!” Seruan Marten Kingsley langsung ditanggapi dengan siulan dan teriakan persetujuan dari penonton lainnya. Keriuhan di sekelilingnya, membuat Stella hanya bisa menutup matanya rapat-rapat, menguatkan hati, dan terus berdoa agar mimpi buruknya segera berlalu dengan cepat. Stella tahu, dia tidak bisa melakukan apapun untuk menghindar, karena jika usahanya gagal, dirinya akan semakin menderita dengan siksaan dan hukuman yang bertambah. Kedua tangan besar Peter terjulur meraih kain kumal yang menutupi tubuh Stella dan menarik ke bawah dengan keras. Suara robekan kain dan hembusan angin dingin pada kulit tubuhnya, membuat Stella menjerit kecil dan langsung mengangkat kedua tangan, menutupi area dаdanya yang terpampang tanpa sehelai benangpun. Hanya sisa robekan gaun yang tergantung di pinggang Stella, yang menghalangi dirinya dari telаnjang bulat. “Lepaskan!” Peter Moranov sangat geram melihat sikap pemberontak Stella. Dengan kasar pria tua itu menampar tangan kurus Stella agar tidak menutupi pаyudаranya lagi. Dengan lengan yang nyeri, Stella menurunkan kedua tangannya. Kedua bola matanya terasa semakin memanas. Air matanya mulai mengalir tak lagi mampu tertahan. Stella cepat-cepat menundukkan kepalanya, tak ingin orang-orang itu melihat kekalahannya. Apakah aku akan mampu bertahan melewati semua ini? Dilecehkan di depan umum, ditonton puluhan orang? Bagaimana Xavier dapat melewati semua ini dulu? Ya, jika Xavier bisa, aku juga harus bisa! Aku bisa. Ini hanya mimpi buruk, Stella , semua akan berlalu… Stella kembali berusaha memberikan kekuatan pada dirinya sendiri untuk bertahan. Semangat yang tidak mau kalah dengan Xavier, adalah satu-satunya pendorong Stella untuk bertahan melalui semua siksaan ini. “Gilа! Dia benar-benar mengagumkan!” Air liur Marten Kingsley nyaris mengalir saat melihat tubuh molek Stella. “Benarkan, kataku” Peter mendengus arogan, lalu tertawa terbahak-bahak ketika tatapannya bertemu dengan mata Marten. Peter dan Marten memang pernah membicarakan tentang Stella sebelum ini, dan Marten tidak yakin tubuh Stella seindah yang dikatakan oleh Peter. Tetapi ternyata, tebakan Peter bahkan masih jauh dari kenyataan yang terpampang di depan matanya saat ini. Tak sabar lagi, Peter segera bergerak mendekati Stella. Tangannya terjulur menyentuh sisa kain yang masih menempel di tubuh Stella. Meski Stella sudah berkali-kali berusaha mempersiapkan dirinya, agar tidak memberikan reaksi apapun, nyatanya, pada saat tubuhnya merasakan tangan besar berlemak Peter berusaha menarik turun sisa gaunnya, kedua tangan Stella reflek menahan agar tidak terlepas, dengan air mata terus mengalir deras membasahi pipinya. PLAK! Tamparan keras menyapa pipi Stella. Kulitnya yang putih bening, memerah dengan tanda telapak tangan sebagai penghiasnya. “Budаk macam apa yang kau latih, Xavier?!” Peter bertanya dengan kesal, ada kesan menyalahkan terdengar di dalam suaranya. Xavier tidak menjawab sepatah katapun. Dia hanya tetap bersandar tenang di kursinya dengan satu kaki tersilang diatas kaki lainnya. Matanya tetap dingin tanpa emosi, namun, Stella bisa merasakan tatapan tajam menusuk yang seperti menghujam punggungnya. Logika Stella kembali berperang dengan harga dirinya. Logika menyuruhnya untuk menurut, tetapi harga dirinya menolak untuk direndahkan. Dan kali ini, harga dirilah pemenangnya. Stella tak peduli dengan tatapan tajam Xavier, dia hanya terus menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kedua tangannya terus berusaha mempertahankan harga diri terakhirnya. “Hm? Tetap berani melawan? Menarik… Baiklah. Hei, Xavier, aku ambil ini…” Stella yang terus menunduk, hanya menyadari Peter melangkah menjauhinya, tetapi tidak tahu apa yang sedang dilakukan oleh pria tua bаngka itu. Bzzzzz…. Tiba-tiba aliran listrik bertegangan tinggi mengalir di seluruh tubuh Stella. Kesakitan tak terkira seperti membuat seluruhnya tubuhnya kaku dan membeku. Peter menghampiri Stella yang sudah terbaring lemah di lantai. Dengan kasar pria gendut itu menarik lepas helai terakhir di tubuh Stella. Seruan kekaguman terdengar di seantero ruangan, ketika tubuh molek, nyaris tanpa cacat, tergeletak lemah di lantai. Nyaris semua pria di ruangan itu mengakui keindahan tubuh Stella. Seringai terbentuk di wajah Peter saat melihat Stella yang sudah tak berdaya. Peter segera membawa tubuh tambunnya mendekati Stella sambil melepaskan pakaiannya satu per satu hingga tak bersisa. Peter menarik dan membuka lebar kedua kaki Stella dengan kasar, tubuhnya yang sudah terasa sangat lemah, membuat Stella hanya mampu merintih kesakitan. Begitu Peter memulai aksinya, pria-pria pemimpin keluarga mafia minor juga memulai pesta mereka sendiri, dan menarik budаk-budаk mereka untuk ikut bersenang-senang. Sejak Dimitri Costello berkuasa, pesta sеks sudah menjadi hal yang bisa terjadi di Aula Pertemuan. Tempat yang seharusnya menjadi ajang penyelesaian perselisihan dan pengambilan keputusan, berubah fungsi menjadi tempat maksiаt. Ini sebabnya, sejak dulu Dimitri tidak pernah mengajak Stella dan juga melarang keras putrinya untuk datang ke sini. Dengan pandangan berbayang karena air mata, Stella dengan lemah memperhatikan sekitarnya. Melihat bagaimana para budаk terlihat menikmati seluruh perbuatan para Master yang sangat-sangat merendahkan diri mereka. Inikah hidup seorang budаk? Inikah hidup yang harus terus kujalani sampai akhir hidupku? Atau ini hanya sekedar mimpi buruk? Ya, ini pasti hanya sekedar mimpi. Jangan dipikirkan, Stella. Semua hanya mimpi. Ingat saja tentang cerita-cerita lucu yang diceritakan oleh Dira. Ingat masa-masa bahagia itu Stella. Ini semua hanya mimpi buruk. Semua akan segera berlalu… Stella terus mengingatkan dirinya sendiri untuk bertahan, berusaha menjauhkan benaknya dari kenyataan. Bahkan saat Peter Moranov memainkan jarinya di dalam tubuhnya, Stella masih tidak memberikan reaksi apapun. Beruntung, rasa sakit dari sengatan listrik sebelumnya membantu Stella untuk tetap mati rasa. Melihat Stella yang terdiam pasrah, Peter menjadi semakin bersemangat. “Gilа! Dia terasa sangat sempit sekali. Dia pasti masih perawan saat kau melakukannya. Benar begitu, Xavier?” Peter menggeram penuh nafsu dan senyuman penuh ejekan saat melirik ke arah Xavier. Xavier hanya menatap dengan tatapan tak peduli, membuat Peter semakin bersemangat melanjutkan kegiatannya untuk menyiksa Stella. “Aaah…” Stella menjerit kesakitan. Seluruh tubuhnya masih terasa nyeri akibat perlakuan Xavier semalam, dan sengatan listrik yang baru diterimanya membuatnya semakin lemah. Ditambah lagi dengan perilaku kasar yang diterima Stella dari Peter. Air mata terus mengalir dari sepasang bola mata sebiru lautan. Tak mau ketinggalan, Marten juga mulai mendekati Stella yang masih terbaring lemas. Stella sudah nyaris menyerah, dia hanya bisa memejamkan mata dan terus berusaha mengalihkan pikirannya, berusaha mengingat kembali dunia indah yang pernah dia miliki dulu. Dunia yang sekedar mimpi baginya sekarang. Stella teringat potret besar ibunya yang dipasang di ruang tamu mansion Costello. Teringat saat pertama kali dirinya bertemu dengan Nadira, sahabat kesayangannya. Teringat saat ayahnya membawa dirinya ke salah satu sesi…sesi penyiksaan Xavier Leone. Xavier… Perlahan Stella membuka matanya. Matanya bergerak perlahan menatap Xavier. Xavier Leone masih tetap duduk di kursinya. Tidak bergerak. Tidak berkata apapun. Meski mata Xavier terus menatap ke arah Stella, tetapi tidak ada sedikitpun emosi yang terlihat di wajahnya. Tidak ada kemarahan. Tidak ada kebencian. Tidak ada kesenangan atas penderitaan yang sedang menimpa Stella. Tidak ada emosi apapun. Namun, mata Xavier terus tertancap pada Stella, dan meski hanya selintas, Stella sempat melihat kilatan tidak senang di mata Xavier saat melihat sosok-sosok yang sedang menjamahnya, membuat tunas harapan timbul di dаda Stella. Stella terus menatap Xavier, tanpa berkedip sedikitpun. Tatapannya terus memohon dan memohon setiap tetes belas kasih Xavier. Xavier…tolong…tolong selamatkan aku…Aku akan melakukan apapun yang kau perintahkan. Apapun. Aku akan patuh. Kau bisa meniduriku sesukamu, menyiksaku, apapun. Aku akan mengikutinya. Hanya saja, selamatkan aku dari orang-orang ini. Jangan biarkan mereka menyentuhku. Kumohon… Stella terus memohon melalui pikiran dan matanya kepada Xavier, sementara dua pria tua itu terus memainkan tubuh Stella dengan penuh nafsu. Harapan Stella hanyalah Xavier. Hanya pria dengan karisma dan wibawa pemimpin itu yang mampu menghentikan kedua manusia bejаt ini. Meski Stella sangat tahu, dirinya tidak pantas untuk diselamatkan oleh Xavier. Ingatan Stella terlempar kembali ke suatu sesi penyiksaan, dimana dirinya dipaksa oleh ayahnya untuk menghadirinya. Sampai detik ini, rasa bersalah masih terus menggerogoti hati Stella. Hari itu adalah saat pertama, Stella bertemu dengan Xavier, dan juga pertama kalinya Xavier melihat Stella. Lamunan Stella langsung terpecah, saat dia merasakan sebuah benda tumpul yang sudah menempel di tubuhnya. Mata Stella terbelalak saat menyadari nasib buruk apa yang akan segera menimpanya. Dengan seluruh sisa tenaga yang dimilikinya Stella terus memberontak, menolak Peter Morenov yang sudah bersiap untuk memasukinya. “Tidak…tidak…” Suara serak Stella terdengar begitu lirih. Tetapi tangan-tangan besar terus menahan tubuh Stella, membuat lebam merah kebiruan bermunculan di setiap bagian tubuhnya. Stella yang semakin kehilangan tenaga, kembali mengalihkan pandangannya ke arah Xavier. Matanya terus memohon dengan air mata yang berlinang deras. Tatapan Stella perlahan berubah kosong dan mati, saat merasakan benda j*****m itu semakin menempel untuk membuka jalan masuk ke dalam tubuhnya. “Cukup.” Sebuah suara berat terdengar. Tidak berteriak juga tidak meninggi. Namun mampu membuat seluruh ruangan mendadak hening. Bahkan lagu yang sejak tadi berdentum keras langsung terhenti. Peter yang baru saja akan memulai usahanya untuk menikmati Stella, langsung diam membeku tanpa sempat meneruskan tindakan bejatnya. Begitu juga dengan Marten. Detik berikutnya, keduanya langsung melepaskan Stella dan melangkah mundur saat merasakan tekanan aura Xavier yang terasa sangat berbahaya. Air mata kembali mengalir membasahi wajah Stella, namun kali ini air matanya bukan lagi air mata putus asa, melainkan air mata kelegaan. Stella terus mengucapkan syukur dan terima kasih di dalam hatinya, dirinya telah berhasil lolos tanpa noda. Meski Stella tahu dirinya sudah tidak lagi suci, tetapi setidaknya dia hanya memberikan tubuhnya pada satu orang saja. Masternya. Bukan pada tuan-tuan mafia b******k yang tidak bermoral. Suara Xavier membuat Stella diselimuti rasa aman. Sebuah keyakinan tumbuh di dalam hatinya, Stella tahu dirinya telah selamat dan semuanya akan baik-baik saja setelah ini. Merasa tak ada lagi tangan-tangan yang menahannya, Stella mengumpulkan tenaga dan bergegas berdiri, dengan terseok-seok dia berlari untuk bersembunyi di belakang Xavier. Tangan mungilnya memegang erat jas Xavier sambil berusaha menyembunyikan dirinya. Stella tidak peduli. Meski pria yang dijadikan tempatnya berlindung adalah pria yang sama yang menyebabkan dirinya berada di tempat ini, pria yang sama yang membunuh ayahnya dan menghancurkan keluarganya. Stella tidak peduli, jika sikapnya telah mencoreng semua aturan antara Master dan budаk, yang telah dibangun oleh ayahnya sendiri selama bertahun-tahun. Stella tidak peduli jika setelah ini, Xavier akan memberikan hukuman yang berat untuknya. Yang Stella peduli, Xavier telah menyelamatkan dirinya dari para pria jahаnam yang ingin memangsanya. “Apa-apaan ini, Xavier?” Peter Moranov yang sudah bisa menguasai diri, menatap Xavier dengan wajah merah menahan marah. “Aku hanya mengizinkan untuk melakukan yang paling minimum. Ingat?” Xavier berdiri dengan santai tetapi gerakannya begitu anggun layaknya seekor singa yang sedang memantau mangsanya dari kegelapan. Dengan langkah tegap Xavier berjalan mendekati Peter dan Marten. “Kita semua tahu, pengertian minimum yang dimaksud, berarti tidak lebih dari 3 orang yang menyentuhnya dan tidak memasuki lubang аnuѕnya. Bukan berarti tidak ada orang yang tidak akan menidurinya.” Peter kembali berdengus kesal. Tangannya terkepal erat menahan marah dan malu. “Tetapi, memang seperti itu maksudku.” Xavier berkata dengan tegas. Stella yang masih bersembunyi tepat di belakang Xavier, mengerutkan keningnya saat mendengar perkataan Xavier. Xavier berbohong? Untuk melindungiku? Rasanya tidak mungkin…tapi kenapa aku merasa dia benar-benar sedang berbohong…? “Jangan bohong, Xavier! Kami sangat tahu, betapa kau membenci si wanita Costello. Saat kami mendengar kau menjadikannya Budаk Raja, kami langsung mengerti apa maksud dan tujuanmu.” Kali ini Marten yang membalas perkataan Xavier. “Ya, sejak mendengar kabar itu, kami sudah menunggu lama untuk menyiksa putri Dimitri, dan sekarang adalah sesi perkenalannya sebagai Budаk Raja, kami berhak memilikinya!” Peter ikut berseru mendukung Marten. Hampir separuh pria pemimpin kelompok mafia minor yang berada di ruangan Aula Pertemuan, menganggukkan kepala menyetujui perkataan Marten dan Peter. Genggaman Stella di jas Xavier kembali mengerat, dia semakin berusaha mengecilkan tubuhnya, berharap agar dirinya benar-benar terlindungi seutuhnya oleh tubuh besar dan gagah Xavier. Meski lirih, Xavier masih dapat mendengar suara rintihan ketakutan yang dikeluarkan Stella. “Tuan Peter.” “Hm?” “Anda memiliki 12 orang Budаk Raja. Apa pernah aku menyentuh salah satunya?” “Tidak, tetapi itu karena kau tidak berada di tempat ini saat mereka diperkenalkan.” “Tepat sekali. Aku tidak ada disini.” “Ya, itu karena kau sedang DIPERВUDАK OLEH AYAHNYA!!” Peter Moranov meneriakkan setiap kata-katanya, berusaha untuk mengingatkan Xavier, kalau semua kemalangan yang telah dialaminya selama bertahun-tahun disebabkan karena keluarga Costello. Keluarga dari Stella Costello. Tubuh Xavier membeku begitu mendengar kata-kata Peter. Saat itu juga, Stella merasa gelombang putus asa kembali menenggelamkannya. Dia tahu, dia telah kalah di perang ini. Stella yakin, Xavier akan kembali melempar dirinya kepada dua serigala busuk ini dan membiarkan mereka mencabik-cabik dirinya sampai tak bersisa. Stella yakin, Xavier akan ikut tertawa bahagia bersama mereka saat melihat kehancurannya. Namun, tanpa diduga, Xavier malah melangkah mendekati Peter. Stella yang masih terus bersembunyi di belakang Xavier, terpaksa terus mengikuti kemanapun pria itu melangkah. Xavier menunduk menatap tajam Peter–yang tingginya bahkan tak mencapai bahu Xavier–membuat pria gempal itu terpaksa mendongak untuk mendapatkan tatapan dingin Xavier, yang seperti membekukan seluruh aliran darah Peter. Kaki Peter bergetar keras. Perlahan Peter menelan air liurnya. Bulu kuduknya merinding merasakan tatapan Xavier yang seperti ingin memakannya hidup-hidup. “Dia Budаk Raja. Aku rajanya. Aku pemiliknya. Seluruh hidupnya berada di tanganku. Aku memberikannya pada saat aku ingin dan pada siapapun yang kutunjuk. Bukan pada siapa yang meminta. Dia milikku.” Suara berat Xavier berkata dengan nada datar, tidak ada teriakan, tidak ada bentakan, tetapi Xavier mampu membuat semua orang di ruangan itu terdiam menahan nafas. Begitu selesai, Xavier langsung berbalik dan melangkah menuju pintu keluar. Meninggalkan Aula Pertemuan dengan wibawa dan karisma yang penuh dengan kekuasaan, beserta sosok mungil yang terus menempel, sambil berusaha keras menyamakan langkah kakinya dengan langkah besar Xavier.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN