Ben tak pernah absent meski hanya sehari. Ia bahkan tak hadir di kelas akademi. Sekalinya datang, ia hanya mengambil materi dan soal latihan, lalu lanjut melaju ke rumah sakit. Pakaiannya ada di sana, sehingga hujan pun tak akan bisa menghalanginya. Walaupun Andien, Dirga, juga keluarga datang menjenguk dan berniat menjaga, Ben tetap saja bergeming. Ia tak peduli. Posisinya di samping Anne tak boleh ada yang mengganti. “Alhamdulillah,” ujar Ben saat Anne melahap suapan terakhir sarapannya. “Emang enak atau lo terpaksa ngabisin karena gue yang masak?” “Terpaksa,” jawab Anne, datar. Ben memberengut. Ia menghempaskan napas keras-keras hingga cuping hidungnya membesar. “Bercanda ih,” ujar Anne lagi. “Lo belakangan sensi deh.” Rantang kosong dipindahkan. Ben mengambil set sarapan yang dis