“Kamu mengumpat?” Bima mendesis. Alisnya menukik tajam, tatapannya semakin berkilat marah. “Iya. Lo b******k! Lihat pake mata lo, bibir gue berdarah!” Binar menyambar tisu di atas meja, mengusap darah segar di bibirnya. Bima terkesiap begitu melihat darah di bibir istrinya. Tapi saat ini, rasa cemburu yang mendominasinya lebih besar. “Kamu milikku, Binar. Kamu nggak bisa menghabiskan waktu dengan laki-laki lain seperti sebelum kamu menikah denganku,” ucapnya tegas. Binar mendongak, tertawa sinis. “Januar bukan laki-laki lain.” Bima merangsek maju, menangkup wajah Binar dengan tangan kanannya. Ia mengangkat wajah Binar hingga tatapan mereka beradu. “Jangan sebut nama itu lagi di depanku.” Bukannya takut, Binar justru menyeringai semakin lebar. “Kenapa? Lo terganggu?” “Sangat terganggu