Chapter 10 - Mister Kulkas

1021 Kata
"Jadi, bisa kamu ceritakan apa yang terjadi di restoran?" tanya Alvarro setelah kembali mengemudikan kendaraannya. Sementara itu, Aresha masih tertegun akibat belaian rambut dari Alvarro yang terjadi begitu tiba-tiba. "Aresha?" seru Alvarro ketika tidak mendapatkan jawaban darinya. "Ah iya! Tadi ada pacar saya, Pak... eh, Varro," jawab Aresha dengan spontan karena terkejut. "Di mana?" tanya Alvarro penasaran, merasa senang akhirnya bisa lebih akrab dengan sekretarisnya itu. Dalam hatinya, dia berharap bisa menjadi teman atau bahkan lebih dekat dengan Aresha agar dia mengurungkan niatnya untuk mengundurkan diri. "Di restoran," jawab Aresha singkat. Sebenarnya, dia merasa risih menceritakan masalah pribadinya. "Oh ya? Kenapa tidak kamu sapa? Atau ajak dia gabung dengan kita," seru Alvarro. "Ah, itu... ehh... stop di sini, Pak," seru Aresha, terselamatkan karena kendaraan mereka tiba di tempat yang tepat. Alvarro menepikan kendaraannya di depan gerbang kost Aresha. Dengan cepat, Aresha membuka pintu mobil. "Kabur dari sini secepatnya adalah jalan terbaik!" batin Aresha. "Tunggu!" "Terima kasih, Varro, untuk makan malam dan tumpangannya!" potong Aresha cepat sambil tersenyum manis. "Hmm, oke. Masuklah, beristirahat," balas Alvarro, tidak melanjutkan rasa penasarannya. Deg. "Kenapa Sang Mister Kulkas jadi lembut seperti ini?" batin Aresha, yang berlalu meninggalkan Alvarro. Sementara itu, Alvarro tetap menunggu hingga Aresha masuk ke dalam unitnya. Dia ingin memastikan Aresha aman sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang ke apartemennya yang tidak jauh dari kost Aresha. Sekitar lima belas menit kemudian, Alvarro sudah tiba di unit apartemennya. Dia membuka dasi dan jasnya, lalu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai, Alvarro mengenakan kaos berwarna abu tua dan celana panjang longgar, kemudian menuju ruang kerjanya. Cukup lama Alvarro hanya duduk diam tanpa melakukan apa pun. Pikirannya kosong, entah melayang ke mana. "Hmm, kalau ketemu pacarnya, seharusnya dia senang. Tapi kenapa ekspresinya seperti itu?" gumam Alvarro, yang ternyata sedari tadi memikirkan sekretarisnya itu. "Ternyata dia lumayan cerewet!" seru Alvarro geli, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, mengingat Aresha yang mengomelinya karena insiden gelas. "Unik," gumamnya lagi, tertawa kecil. Alvarro mengusap rambutnya ke belakang. "Astaga, apa yang aku pikirkan!" serunya malu sendiri karena memikirkan sekretarisnya. "Yah, aku hanya berusaha menahannya agar dia tidak keluar dari perusahaan," seru Alvarro lagi, mencoba membela pikirannya sendiri, sebelum akhirnya membuka laptopnya. Klik...klik… Klik... klik... Hanya bunyi klik mouse laptop yang terdengar. Alvarro terus membuka dan menutup folder pekerjaannya berulang-ulang tanpa benar-benar melakukan apa pun. "Lebih baik aku tidur," serunya, kemudian beranjak dari duduknya dan menuju kamar untuk tidur. Namun, rasa gelisah masih menyelimuti dirinya. Alvarro mengambil ponselnya dan mulai mengetik sesuatu. Send... Setelah pesannya berhasil terkirim, Alvarro menutup matanya dan akhirnya tertidur dengan perasaan lega. Beep beep beep. Bunyi notifikasi ponsel Aresha terdengar ketika dia baru saja selesai mencuci muka dan menggosok gigi. Aresha meraih ponselnya. "Eh, Pak Alvarro?" gumam Aresha, melihat pop-up yang muncul di layar ponselnya. "Kamu berhutang penjelasan padaku! Ceritakan padaku, apa yang terjadi di restoran!" "Oh my Lord! Kenapa dia jadi begitu kepo dengan masalah pribadiku!" gumam Aresha kesal. "Aku harus pertegas kalau dia tidak berhak tahu masalah pribadiku!" seru Aresha mantap, lalu mulai mengetik sesuatu untuk membalas pesan singkat bos bulenya itu. "Baik, Pak." "Arggghhh! Jari-jariku sayang!" keluh Aresha, sambil merebahkan dirinya dengan kasar di atas kasur. Mulut dan keberaniannya selalu berbanding terbalik. Dan pada akhirnya, dia hanya mengetik dua kata. Aresha tiba di kantor dengan lemas. Dia memesan Americano di Cafe Zoe, lalu duduk di bangku teras yang dinaungi payung besar di depan cafe tersebut. Cuaca yang masih sejuk membuatnya merasa lebih rileks, apalagi karena dia datang terlalu pagi ke kantor. "Morning, cantik!" seru Vincent yang baru saja tiba di cafe. "Morning, Kak," balas Aresha lemas. Bukannya masuk ke cafe, Vincent malah ikut duduk di samping Aresha dengan santai. "Kenapa gak semangat lagi?" ujar Vincent, yang sudah terbiasa menjadi tempat curhat Aresha, termasuk mendengar segala macam keluhannya tentang bosnya. "Hmm, gak apa-apa, Kak. Kayaknya aku butuh asupan gula hari ini!" seru Aresha. "Pilihan yang tepat! Hari ini aku traktir kamu Blueberry Mousse Cake!" ujar Vincent senang. "Resep baru lagi, Kak? Wuihh, penasaran banget!" seru Aresha, kembali semangat dan tersenyum bahagia. Alvarro yang baru tiba di kantor melihat dari jauh keakraban sekretarisnya dengan sepupunya itu. "Ck, aku baru tahu kalau mereka benar-benar akrab," gumam Alvarro dengan tatapan yang sulit diartikan, sebelum akhirnya masuk ke dalam kantor. Namun, tepat di depan lift, Alvarro berhenti. Dia memutar badannya, lalu berjalan kembali keluar kantor. Alvarro melangkah ke arah cafe sambil menatap dua orang yang masih asyik bersenda gurau. "Ehmm, ehmm," dehem Alvarro. "Pak?!" Aresha terkejut mendapati bosnya tepat berdiri di depannya. Begitu juga Vincent, karena ini adalah kedua kalinya Alvarro menginjakkan kakinya di Cafe Zoe. Yang pertama saat pembukaan, dan yang kedua adalah saat ini. "Atur meeting kita pagi ini," seru Alvarro dingin, sambil menatap tajam ke arah sepupunya. "Baik, Pak," balas Aresha, kemudian berdiri dari duduknya dan mengikuti Alvarro dari belakang. "Tunggu, Aresha!" teriak Vincent, membuat Aresha berhenti. Dan tentu saja, Alvarro juga ikut berhenti dan menoleh, menatap sepupunya dengan dingin tanpa suara. "Ahh, aku ingin mengerjaimu, Kak! Lihat saja!" batin Vincent sambil menahan tawa. "Ya, Kak Vincent?" jawab Aresha ramah. "Tunggu, aku ambilkan kue yang tadi aku janjikan," ucap Vincent, lalu masuk ke cafe. Tidak sampai lima menit, Vincent keluar dan menghampiri Aresha. "Selamat menikmati kue yang cantik untuk wanita yang cantik!" goda Vincent, sengaja memanasi sepupunya itu. "Hehe, thank you, Kak!" balas Aresha, yang tidak bisa menahan senyum bahagianya melihat kue yang begitu indah di dalam box cantik. "Sudah?" Suara dingin dan berat itu menyadarkan Aresha bahwa ternyata bosnya ikut menunggunya. "Eh, iya, sudah, Pak," jawab Aresha kikuk, lalu segera mengikuti Alvarro yang berjalan dengan cepat. Alvarro melangkah dengan langkah panjang dan cepat. Untung saja, Aresha memiliki kaki yang jenjang, sehingga dia bisa mengimbangi kecepatan bosnya itu. Bugh! Aresha menabrak punggung Alvarro karena pria itu tiba-tiba berhenti setelah mereka sampai di lantai delapan belas. "Auch!" erang Aresha sambil memegangi keningnya yang terasa sakit. "Pak!" seru Aresha kesal tanpa sadar, membuat Alvarro berbalik menatapnya. Namun, alih-alih marah, Alvarro malah tersenyum melihat wajah kesal Aresha. "Sakit?" gumam Alvarro, lalu mengusap kening Aresha dengan lembut dan meniupnya pelan. Deg! "Nih orang suka banget bikin senam jantung!" batin Aresha, panik. Dia buru-buru memundurkan dirinya, menjaga jarak, karena kini posisi mereka terlalu dekat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN