Bagian 10

1014 Kata
Tiana hanya menatap dua bayi yang terus menangis di dalam keranjang bayi sambil melipat tangannya di d**a. Sudah 2 menit ia berdiri di depan keranjang bayi dan tidak melakukan apa-apa pada dua bayi tersebut karena memang sudah dikatakan Tiana tidak ahli dalam hal ini. Wanita cantik itu hanya diam terus menatap keduanya yang kini sudah berlinang air mata, membuka lebar bibir mereka, dan terus mengeluarkan suara dengan gerakan yang tidak dimengerti oleh Tiana. Tak lama pintu terbuka dengan terburu-buru menampilkan dua orang baby sitter yang datang secara bersamaan. Melihat mereka tentunya Tiana langsung menyingkir. "Bu, kenapa dua tuan muda ini tidak Ibu tenangkan?" Salah seorang babysitter menatap Tiana sambil berusaha untuk menenangkan Brama. Sementara satu babysitter lainnya mengangkat Brian dan diam-diam melirik pada Tiana. Kedua baby sitter tadi memang sempat keluar sejenak dan tidak menyangka jika kedua bayi itu akan menangis secara bersamaan. "Kenapa harus saya yang menenangkan mereka? Bukannya kalian babby sitter mereka?" Tiana menyahut dengan santai tanpa ekspresi. "Oh, iya, awasi bayi-bayi ini jangan biarkan mereka menangis. Kalau enggak, saya nggak segan untuk melapor pada Tuan Hadi." Tiana mengibaskan rambutnya kemudian segera berbalik pergi meninggalkan kamar tempat di mana kedua bayi itu berada. Tadi niatnya hanya untuk jalan-jalan untuk mengitari rumah ini dan sampai lah ia di lantai dua di mana ia dapat mendengar suara tangis bayi dari dalam sebuah ruangan. Tiana melangkah keluar dan masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian lalu kemudian ia keluar dengan mengenakan dress tanpa lengan di atas lutut sambil membawa tas tentengan bersiap untuk pergi. Berhubung ia tidak memiliki mobil di sini maka ia akan meminta petunjuk pada Bu Ani untuk menunjukkan padanya di mana meletakkan kunci mobil karena ia tahu di rumah ini ada beberapa mobil. "Ada lemari penyimpanan yang ada di ruang tengah, Nyonya. Samping lemari yang ada piagam dan piala," kata Bi Ani menjelaskan. Mendengar itu Tiana menganggukkan kepalanya kemudian segera menuju lemari yang dimaksud. Wanita itu membuka sebuah lemari kecil dan menatap banyak sekali kunci yang tergeletak kemudian mengambil salah satunya. Hari ini Tiana berniat untuk shopping agar bisa menghilangkan stres yang dirasakannya karena perubahan hidupnya yang begitu sangat tiba-tiba. Rasa-rasanya Tiana memang tidak sanggup menghadapi segala cobaan dan masalah yang terjadi. Tiana melajukan kendaraan roda empatnya yang dipilih secara asal di dalam garasi menuju sebuah pusat perbelanjaan yang sudah ia cari tahu melalui ponsel miliknya. Sudah bertahun-tahun ia tidak pulang ke Indonesia dan mungkin sudah banyak perubahan yang membuatnya membutuhkan aplikasi yang bisa lokasi tempat berbelanja. Wanita cantik itu tentunya memasuki satu toko ke toko yang lain untuk membeli kebutuhannya. Tiana juga seorang wanita yang tentunya menyukai hal-hal yang berbau belanja. Wanita itu akan membeli apapun yang ia sukai dan tidak lupa membayar dengan kartu miliknya sendiri. Tenang saja, tabungan Tiana cukup banyak dari hasil kerja kerasnya selama bertahun-tahun di luar negeri. Jangan katakan Tiana adalah wanita yang boros, mengingat ia belanja hanya jika ia sedang dalam mood yang bagus. Langkah kaki wanita itu kemudian membawanya menuju sebuah toko yang menjual tas. Tatapan Tiana kemudian tertuju pada sebuah tas dengan motif Barbie yang terlihat nyata dan menonjol. Warnanya merah muda, cocok untuk digunakan oleh anak-anak. Tiba-tiba saja Tiana mengambil tas tersebut. Melihatnya dan memeriksanya, tidak lupa untuk merasakan berat pada tas tersebut, sebelum akhirnya wanita itu berniat untuk membawanya ke kasir. Tiba-tiba sebuah tangan mengambil tas yang sudah berada dalam genggaman Tiana. Tiana yang tidak siap tentunya terkejut. Wanita itu menolehkan kepalanya dan menemukan seorang wanita lainnya berdiri seraya menatap tas dengan motif Barbie. "Ah, saya mau tas ini." Wanita yang tidak dikenali itu berbicara pada karyawan yang mengikutinya dari belakang. Sementara Tiana menatap wanita itu dari ujung kaki sampai ujung kepala. Penampilannya yang begitu norak menurut Tiana sangat menyakitkan mata. Lihat saja cincin berlian yang ada di jari-jari wanita itu dan semuanya hampir diisi penuh. Tiana berdecak sambil menggelengkan kepalanya. Saat wanita itu sedang berbicara dengan karyawan di sebelahnya, tangan panjang wanita itu langsung merebut kembali tas yang sudah ia bawa tadi. Terkejut tas tersebut hilang dari tangannya, wanita itu langsung menolehkan kepala dan melotot pada Tiana. "Kembalikan tas itu." Tiana mengangkat tas tersebut sejajar dengan wajahnya sebelum akhirnya menurunkan dan menatap tajam pada wanita di depannya. "Lo lihat sendiri kalau gue yang udah lebih awal bawa tas ini dari etalase. Tas ini juga lo rampas dari tangan gue." Wanita bernama Mirna itu melototkan matanya pada Tiana yang menurutnya sangat tidak punya sopan santun. "Kamu nggak punya sopan santun sama sekali. Bisa-bisanya kamu merebut tas itu dari tangan saya. Jelas-jelas saya yang lebih dulu melihat tas ini dari jauh dan kamu yang mengambilnya." Jika itu bukan tas yang tersisa satu-satunya di toko ini yang sedang ia incar untuk putrinya, mungkin Mirna tidak akan merebutnya dari tangan wanita di hadapannya. "Oh? Lo cuma lihat dari jauh dan gue yang megang lebih dulu. Kalau peraturan cuma lihat dari jauh dan udah dipegang sama orang, gue juga bisa." Satu tangan Tiana bergerak menyambar tas yang ada di tangan salah satu pengunjung. Pengunjung yang tidak tahu apa-apa itu langsung menoleh terkejut menatap Tiana. "Tas ini udah gue lihat di dalam mimpi. Boleh, dong, kalau gue ambil tas ini dari tangan lo?" Tiana menatap pengunjung itu seraya mengangkat tas berwarna coklat tersebut. "Nggak bisa gitu dong, Mbak. Jelas-jelas tas ini udah punya saya karena saya yang ambil di etalase dan saya yang pegang duluan." Pengunjung yang usianya sekitar 20 tahunan itu menatap tidak terima pada Tiana yang tiba-tiba saja sudah merebut tasnya. "See?" Tiana melemparkan senyum miringnya pada Mirna seraya mengembalikan tas tersebut pada pengunjung yang tak dikenal itu. "Ini tas udah di tangan saya berarti saya yang berhak. Jadi, jangan membiasakan merebut sesuatu yang bukan milik lo. Ingat, enggak baik buat kesehatan mental." Tiana menyeringai sinis kemudian langsung pergi ke kasir meninggalkan Mirna yang mencak-mencak karena perkataan Tiana. Jangan kira karena sudah beberapa tahun tinggal di luar negeri, Tiana akan menggunakan aksen bahasa Inggrisnya di sini. Tiana lebih suka menggunakan bahasa Ibu dan ia tinggal di luar negeri belum genap 8 tahun untuk mengubah aksennya sok ke-Inggrisan. Bukan seperti teman-teman Tiana yang baru 3 bulan tinggal di luar negeri, sudah lupa bahasa negara sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN