Bagian 11

1008 Kata
Tiana pulang dengan mood yang buruk. Bagaimana tidak, ia harus bertengkar lebih dulu dengan seorang wanita tidak dikenal hanya gara-gara memperebutkan tas anak kecil yang entah mengapa justru dibeli oleh Tiana. Ayolah, dirinya hanya suka melihat tas tersebut bukan sengaja membelikan untuk Elle. Wanita itu membawa banyak sekali barang-barang yang baru saja dibeli masuk ke dalam rumah. Kesal karena dirinya sudah memperebutkan tas tidak bermanfaat tersebut, Tiana segera melemparkan paper bag berisi tas ke ruang tengah dan melangkah masuk ke dalam kamar yang ditempatinya. "Bodo amat mau rusak juga nggak masalah." Wanita itu melenggang dengan santai meninggalkan paper bag yang teronggok dengan malang di lantai ruang tengah, yang membuat Bu Ani segera mendekat, dan mengambilnya. Wanita itu membuka isi paper bag dan tersenyum ketika melihat tas berwarna merah muda tersebut. "Ternyata Nyonya perhatian juga," ujar Bu Ani. Segera ia menyimpan paper bag tersebut di ruang penyimpanan yang ada di ruang tengah. Rencananya nanti setelah Elle pulang dari sekolah, ia akan memberikannya pada gadis kecil itu dan mengatakan jika tas tersebut adalah pemberian Mama barunya. Sementara Tiana yang merasa masih kesal, langsung menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang terdapat di dalam kamar. "Dasar wanita sialan!" Tiana berteriak dengan kesal. Kemudian Tiana mendapatkan notifikasi email yang dikirim oleh Merlin, memintanya agar menyelesaikan laporan yang harus dikirim pada atasan mereka. "Perempuan tua satu ini juga, nggak tahu apa kalau gue lagi bad mood." Meski sambil menggerutu, Tiana tetap bangkit dari tempat tidurnya dan mulai membuka laptop miliknya yang tersimpan, lalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh Merlin padanya. Tiana akan mengerjakannya dalam waktu 2 jam mendatang kemudian ia akan tidur setelah ini. Ada project untuk desain logo dengan bayaran mahal sehingga membuat Tiana butuh inspirasi. Tiana berniat untuk mendatangi klub malam nanti malam karena hanya di tempat seperti itulah ia bisa memiliki ide. Aneh? Tak apa sekaligus ia juga harus cuci mata karena sudah beberapa hari ini ia tidak menikmati hiburan seru yang seharusnya dilakukan setelah tiba di negara ini. Setelah menyusun laporan dan mengirimkannya langsung pada Merlin, Tiana kemudian memilih untuk tidur. Salah satu perusahaan asing memintanya untuk membuatkan sebuah logo untuk brand yang akan mereka launching tahun depan. Tiana berjanji akan menyelesaikan logo tersebut bulan depan karena semua yang ia buat harus sesuai dengan banyak pertimbangan. Maka tidak heran ia hanya bisa menerima 2 atau 3 pekerjaan desain dalam satu bulan. Setelah mengerjakan tugasnya, Tiana merebahkan tubuhnya di atas karpet dengan pandangan menerawang. "Kenapa lo jahat banget sama gue, Sil? Lo nyatuin gue sama laki lo, di saat lo tahu sendiri kalau gue paling anti dengan yang namanya pernikahan." Tiana tersenyum kesal. "Tapi, mau gimana lagi, gue udah jadi istri Mas Hadi dan gue nggak bisa mundur. Kalau tahu lo punya rencana aneh kayak gini, gue nggak akan pulang ke Indonesia." Tiana ingat jika beberapa waktu yang lalu Silvi pernah memintanya untuk pulang ke Indonesia. Tiana bahkan mendapat ancaman dari Silvi Jika ia tidak pulang, maka Silvi akan memutuskan hubungan persahabatan mereka yang tentunya tidak akan pernah mau diterima oleh Tiana karena ia sudah menganggap Silvi seperti saudari kandungnya sendiri. Ternyata tiba di Indonesia ia justru dihadapkan dengan pilihan harus menikah dengan Hadi, suami dari Silvi sendiri. Entah apa tujuan sahabatnya itu, tapi yang pasti Tiana rasanya berat untuk menerimanya. Tiana berlari dengan peluh yang sudah membasahi sekujur tubuhnya. Wanita cantik itu sesekali menolehkan kepalanya di belakang dengan ketakutan yang luar biasa. "Silvi! Berhenti ngejar gue! Jangan nakut-nakutin gue!" Tiana terus berteriak sambil sesekali menolehkan kepalanya untuk melihat sosok wanita mengenakan gaun berwarna putih terbang tanpa menyentuh tanah, mengejarnya dengan dua bayi yang berada di dalam gendongannya. Ketawanya yang mirip seperti kuntilanak membuat Tiana dirundung merinding di sekujur tubuh. "Aaa!" Tiana terus berteriak sambil berlari. Dalam batinnya ia justru meminta agar ia cepat-cepat keluar dari hutan ini. Ini semua salahnya karena tadi sempat pergi dengan membawa koper miliknya berniat untuk kabur ke luar negeri. Sayangnya, bukannya berada di luar negeri, ia justru tersesat di hutan dan bertemu dengan Silvi yang sedang bergelantungan di pohon dengan dua bayi yang berada di dekapannya. Tiana takut! Wanita itu ingat kalau sahabatnya itu sudah meninggal. Memilih kabur tentunya hal yang harus dilakukan oleh Tiana, hingga membuatnya terus berlari dengan banyak sekali keringat yang membasahi tubuh. Tubuhnya sudah terasa dingin dengan wajah pucat, kepalanya sudah mulai terasa pusing. Ini benar-benar menyeramkan! Pengalaman bertemu dengan hantu, adalah hal yang paling dihindari oleh Tiana. "Tolong!" "Aaa!" "Silvi, gue bilang berhenti di situ." Wanita itu membalikkan tubuhnya dan menatap Silvi yang kini terbang melayang di hadapannya dengan takut yang luar biasa. Tiana tidak tahu cara mendeskripsikan rasa takutnya seperti apa tapi yang pasti, ini benar-benar menyeramkan. Hutan dengan pohon-pohon tinggi di sekitar, belum lagi suara angin bersiul menerbangkan daun-daun pohon membuat suasana semakin mencekam. Tidak ada penerangan selain dari bulan dan bintang di atas langit. Tiana menghentikan larinya dan menatap putus asa pada sosok yang melayang terbang dengan senyum lebar di hadapannya. "Lo mau apa, Sil? Jangan kejar gue lagi. Gue nggak ada urusan lagi sama lo." "Ti, jangan kabur. Kamu harus bantu aku rawat anak-anakku dan suamiku. Tiana, tolong, ya," ujar Silvi. Suaranya mengalun dengan indah dan ceria sambil menatap ke arah Tiana. "Ayo!" Wanita itu melayang mendekati Tiana, dengan dua bayi dalam gendongan yang membuat Tiana semakin mundur ke belakang. Tiana mundur bukan karena tidak mau menggendong dua bayi itu tapi ia ketakutan melihat wajah pucat Silvi yang melayang di hadapannya. Belum lagi aroma melati pada tubuh wanita itu membuat ketakutan Tiana berkali-kali lipat. "Lo jangan dekat-dekat gue!" Semakin mundur ke belakang, Tiana menyadari jika saat ini di belakangnya ada jurang. "Kamu nggak apa-apa, bawa bayi-bayi aku ini. Kamu harus jaga dan lindungi anak-anakku." Silvi tertawa dengan nyaring membuat Tiana kembali kalang kabut. Kaki kanan wanita itu mundur ke belakang dan tepat pada saat itu ia melayang ke dalam jurang tanpa disadari olehnya. "Aaa!" Tiana langsung membuka kelopak matanya dengan napas terengah. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Wajahnya yang pucat tentu saja menandakan ia sedang ketakutan. Sampai beberapa detik kemudian ia mendongakkan kepalanya dan melihat sesuatu yang membuatnya kembali berteriak lalu mendorong seseorang yang menahan tubuhnya. "Aaa!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN