Selesai berucap Ernest bangkit dari sofa menuju kamar dan berbaring di ranjang. Memejamkan mata, ia mencoba mengusir rasa aneh setelah bicara dengan Gisella. Ia tidak ingin merasa bersalah pada gadis itu, karena dari awal sudah jelas orang tua Gisella sendiri yang menawarkan. Ia hanya mengambil kesempatan ditawarkan. Siapa yang tidak mau tidur dengan gadis muda yang punya tubuh menggiurkan. Ia bukan orang suci dengan moral yang terjaga tinggi, meski untuk itu ada banyak yang hams dikorbankan selain uang, yaitu pemikahannya. Meraih bantal untuk menyangga kepalanya agar lebih tinggi, pikiran Ernest tertuju pada istrinya. Mereka menikah sudah hampir duabelas tahun dan selama itu pula ia tidak pemah benar-benar merasa punya istri. Rumah yang sekarang ditempat Debrina, meski dibeli setelah me