Edward merasa ada yang aneh bahkan tidak beres dengan putranya. Langit begitu bersemangat, sangat ceria menghadapi wanita asing. Padahal sebelumnya tidak begitu. Padahal, biasanya Langit hanya akan begitu kepada Lintang. Namun kini, putranya itu sampai berseru kembali melayangkan salam perpisahan di tengah tangan kanan yang masih saja melambai-lambai. Bergegas Edward meraba kening Langit, kemudian menatap serius wajah pemuda itu yang seketika bengong kebingungan meliriknya. “Kamu kenapa?” tanya Edward masih dalam keadaan sama. Saking bingungnya, Langit sampai menahan napas. Ia berpikir sangat keras, tapi pada kenyataannya, tak ada sedikit pun masalah atau keanehan yang terjadi apalagi dengan dirinya. “Lho, memangnya kenapa? Apa yang salah? Aku jadi bingung.” Langit sampai melirik Zio