Aku berjalan masuk ke dalam sebuah café untuk makan siang bersama Ada-Mae. Jika adikku ingin kami berteman, kurasa aku bisa berpura pura untuk bersikap baik pada wanita ini selama sejam.
Kulihat ke sekeliling café yang tampak ramai dan menemukan Ada-Mae duduk di sebuah meja dekat jendela. Sinar matahari yang masuk membuat kulit putihnya tampak makin bersinar. Wanita itu melihat kedatanganku dan langsung melambaikan tangannya. Bibir merahnya yang kali ini berlipstik merah jambu tersenyum riang.
Ughh! Lebih baik aku mati daripada harus pura pura baik pada wanita s****l ini! Erangku dalam hati setengah menyesali keputusanku untuk makan siang dengannya.
“Hei Red! Apa yang terjadi pada wajahmu?” sapanya kaget.
Matanya yang lebar dan lentik membelalak kaget membuat wajahnya terlihat makin memikat. Yang entah kenapa membuatku makin muak.
“Bukan urusanmu apa yang terjadi pada wajahku. Dan hanya temanku yang boleh memanggil ku, Red. Kau bisa panggil aku Lucia.” Jawabku dingin.
“Oh..sorry. Baiklah Lucia. Aku sudah memesan, kau ingin pesan apa?” tanyanya ketika pelayan datang membawakan menu.
Aku menoleh ke arah sang pelayan café yang mengenalku dengan baik, “Seperti biasa, Nate!”
Pelayan itu mengangguk dan langsung kembali masuk meninggalkan kami berdua yang duduk dengan canggung di kursi kami.
“Jadi, Lucia. Ehemm…Uhmm... Apakah kau punya hobby? Aku suka bernyanyi, yang untunglah menjadi pekerjaanku juga, jadi aku beruntung dalam hal itu. Bagaimana denganmu?” cerocos Ada-Mae mungkin karena sudah beberapa menit berlalu tanpa adanya salah satu dari kita yang bersuara.
“Hobby? Tidak punya.” Jawabku singkat enggan untuk mengobrol.
“Oh… ok. Hmm... bagaimana dengan Tomas, apakah dia punya hobby?”
Apa apaan dengan pertanyaan wanita ini dan hobby? Apakah dia berniat membuka club Hobby dan bernyanyi sambil bergandengan tangan?
“Entahlah, kau harus bertanya padanya. Bukankah sekarang kau lebih dekat dengannya daripadaku?” sindirku.
“Ah..Tidak juga..” Ada-Mae menggeleng, “Kau dan Tomas…hubungan kalian membuatku iri kadang kadang.”
Wanita itu tertawa canggung sebelum melanjutkan, “Kadang aku merasa bahwa setiap saat Tomas bisa mencampakkanku hanya karena kau tidak menyukaiku.”
Well, dia tidak salah. Ada-Mae bukanlah wanita pertama yang dikencani Tomas. Dan biasanya adikku akan memutuskan hubungannya dengan mereka begitu aku menunjukkan ketidak sukaanku atau bertindak kasar.
Tapi baru kali ini Tomas memintaku untuk mencoba berteman dengan kekasihnya. Apakah Ada-Mae berbeda di mata Tomas daripada wanita-wanita s****l yang pernah di pacarinya?
Dadaku terasa kembali terbakar. Kualihkan pandanganku keluar jendela berusaha mengontrol emosiku untuk tidak menyakiti wanita ini. Aku sudah berjanji untuk bersikap baik. Kini aku yang takut Tomas akan mencampakkanku bila aku tidak berdamai dengan Ada-Mae. Apa yang akan kulakukan bila aku kehilangan nya?
Sialan! Apa yang terjadi padaku!
“Aku…bukannya tidak menyukaimu.” Jawabku akhirnya. “Aku..hanya—“
Ada-Mae menyentuh tanganku yang terkepal di sisi meja memotong ucapanku.
“Aku paham, Luce. Kau hanya khawatir pada adikmu. Hal yang wajar.”
Itukah yang kurasakan? Khawatir? Hm.. Tentu saja aku khawatir. Setiap saat aku khawatir. Tomas adalah pimpinan organisasi gangster. Incaran pihak kepolisian dan saingan. Semakin besar kami berkembang, semakin berat tekanan yang di terimanya. Lihat saja apa yang terjadi pada ayahku.
Tapi bukan itu yang membuatku membenci wanita ini. Aku tidak peduli bila Tomas terluka oleh patah hati. Aku lebih khawatir dia terluka karena peluru. Aku membencinya karena—
“Asal kau tahu, Luce. Aku mencintai Tomas dengan sepenuh hati. Tidak pernah terpikirkan untuk melukainya. Aku menginginkan hal yang sama sepertimu. Akan mudah baginya bila kedua wanita yang penting dalam hidupnya bisa berteman.” Ucapnya memotong lamunanku.
Aku menolehkan pandanganku kembali ke wajah Ada-Mae.
Kedua wanita yang penting? Selama ini hanya akulah yang penting dimata Tomas. Kini wanita ini menganggap dirinya penting? Sejajar denganku? Melebihi ku? Apakah ini yang Tomas inginkan? Menggantikanku dengan Ada-Mae, menjadikan wanita ini lebih penting dariku?
Nafasku kembali menggebu. Kubayangkan bagaimana rasanya merogoh ke dalam tas kecilku dan menarik pisau lipatku keluar dari dalamnya, sebelum menancapkannya dalam-dalam ke mata bulatnya yang lebar. Melihat wajah cantiknya berdarah dan rusak.
Stop, Red!
Kupejamkan mataku sesaat sambil mengatur kembali api di dalam dadaku. Mengecilkannya dan berusaha memadamkannya.
Kugertakkan gigiku sebelum akhirnya aku menjawab, “Ok… Aku setuju. Akan lebih mudah untuk Tomas bila kita berteman.”
Untuk Tomas, demi Tomas. Ku kubur dalam-dalam perasaan aneh yang tidak kumengerti ini.
Ada-Mae tersenyum girang setengah meremas tanganku yang masih dalam genggamannya. Aku balas senyumnya semampuku. Yang pasti terlihat aneh di mata pelayan café yang datang mengantarkan makanan kami karena pria itu menatapku agak lama sebelum meletakkan secangkir kopi dan sandwich yang kupesan.
Aku mencoba sekuat tenaga bersikap baik sesuai janjiku. Sejam duduk di dalam café itu terasa bagaikan sebuah siksaan. Melihat Ada-Mae yang berceloteh tentang hal-hal yang dirinya dan Tomas lakukan membuatku ingin memuntahkan seluruh makanan yang baru kusantap.
Canddle light dinner?
Ughhh!
Jalan jalan di pusat perbelanjaan?
Cihh!
Berkeliling kota melihat bintang di bukit?
Menjijikkan!
Menghabiskan semalaman bercerita tentang masa kecil setelah bercinta berkali kali?
Ok! Aku tidak perlu mendengarkan ini!
Langsung kulemparkan kain penyeka mulutku ke atas meja dan beranjak berdiri. Dengan sesopan mungkin aku kemudian berpamitan.
“Oh..” jawabnya terlihat sedikit sedih sebelum kemudian tersenyum. “Baiklah Luce, berjanjilah kita akan melakukan hal seperti ini secepatnya. Aku tidak mempunyai banyak teman dikota ini mengingat baru pindah. Akan seru untuk bisa nongkrong denganmu lagi.”
Aku mengangguk, “Tentu saja. Dan jangan khawatir makan siang ini aku traktir.”
Aku memberikan signal pada pelayan café agar memasukkan bon kami ke dalam bon organisasi yang akan kuhitung akhir bulan bersama tagihan lainnya. Selama kau membuka usaha di wilayah kami, bisnis mu masuk dalam perlindungan Salazar dan karenanya diwajibkan membayar iuran setiap bulannya.
Ku banting pintu mobil yang kunaiki sebelum meminta supirku mengantarkanku ke pabrik.
Bastian yang duduk di sebelah supir menoleh, “Seburuk itukah?” tanyanya.
Aku hanya menggeram berusaha melupakan neraka dunia yang barusan kulalui.
Sepanjang jalan kulalui dengan sepenggal memori yang tiba tiba terlintas di benakku ketika keluargaku masih utuh.
Pernah suatu hari ketika aku mungkin berumur 6 atau 7 tahun, Ayahku membawaku dan Tomas ke kantornya. Semua orang begitu antusias mengajakku bercakap cakap dan memberiku berbagai jajanan. Kuingat ada seorang wanita yang sepertinya adalah sekretaris ayah.
Rambutnya yang merah dan wajahnya yang putih dan bersinar mengingatkanku akan Ada-Mae. Karena aku juga ingat bahwa aku langsung membencinya begitu bertemu dengannya. Padahal wanita itu tidak berbuat apa apa yang menyinggungku. Malah terkesan terlalu mencoba dengan keras untuk mendapat perhatianku.
Beberapa bulan kemudian, aku dengar kabar bahwa wanita itu menghilang begitu saja tanpa jejak dari apartemennya. Seolah ditelan bumi.
Bersamaan dengan menghilangnya wanita berkulit putih itu, pertengkaran ayah dan ibuku yang sering terjadi akhir akhir itu juga tiba tiba mereda.
Aku yang masih kecil saat itu tidak terlalu memikirkan hubungan antara kedua peristiwa itu, tapi kini aku mulai bertanya tanya. Apakah yang sebenarnya terjadi antara ayah dan wanita itu. Apakah dirinya berselingkuh dari ibuku? Dan kemanakah wanita itu menghilang? Dibunuhkah? Dan bila benar, siapakah yang melakukannya? Ayahku? Ataukah ibuku yang patah hati? Mengingat wanita itu juga berasal dari keluarga Vega yang memiliki emosi labil sepertiku.
Aku menghela nafas, hanya salah satu pertanyaan masa kecilku yang mungkin tidak akan terjawab.