Bab 9. Apa Yang Kamu Lakukan!

1240 Kata
Siena dan Axel tiba di kantor. Leo sudah menyambut kedatangan mereka di depan lobi kantor. “Selamat pagi, Pak,” sapa Leo yang tentu saja diabaikan oleh Axel. Siena hanya melihat ke arah Leo sesaat dan kemudian segera berjalan lebih cepat mengikuti langkah Axel. “Asisten pribadi buat Pak Axel sudah saya siapkan. Sebentar lagi akan saya suruh ke ruangan, Bapak,” lapor Leo saat mereka sudah ada di dalam lift. “Kamu udah pilihkan yang terbaik kan?” tanya Siena yang tentu saja hanya basa-basi. “Sudah, Bu.” “Siena, siapkan laporan keuangan setahun kemarin,” ucap Axel yang malah malas menanggapi ucapan Leo sejak tadi. Siena menoleh ke arah Axel yang berdiri di sampingnya. “Keuangan? Aku gak pegang keuangan.” “Kamu pimpinan di sini kemaren. Gak ada alasan kamu gak tau. Segera laporkan pagi ini!” titah Axel yang kemudian segera keluar lebih dulu dari lift. Siena tidak menjawab. Dia menggerak-gerakkan bibirnya, berusaha menahan diri agar tidak berteriak. Leo yang ada di depan lift sambil memegang pintu lift agar tidak tertutup itu hanya bisa melihat ke arah Siena. Dia paham apa yang sedang dirasakan teman rasa atasannya itu. Baru dua hari Axel masuk kantor, tapi pria itu terus saja mengganggu ketenangan Siena di kantor. Kantor bukan tempat aman lagi untuk wanita cantik itu melepaskan diri sejenak dari keluarga Wijaya. “Siena, ayo,” ucap Leo, mengajak Siena segera keluar dari lift. “b******k! Apa sih maunya ni orang. Asli, nyebelin banget!” geram Siena sambil berjalan keluar lift dan melihat ke arah pintu ruang kerja Axel. “Sabar. Kata kamu kemaren kamu mau sabar biar bisa cepet pergi,” jawab Leo berusaha menghibur. “Iya, cepet pergi. Pergi ke alam lain. Yang ada ntar aku yang bakalan kena serangan jantung, bukannya si Irwan,” gerutu Siena sambil berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya. Leo terkekeh mendengar ucapan Siena. Wanita itu terkadang tidak bisa menyembunyikan kepolosannya yang terlihat sangat alami namun menggemaskan. “Ya jangan dong. Ya udah, kalo gitu gak usah dipikirin. Aku bantu apa nih?” tanya Leo yang selalu siap membantu Siena. Siena melihat ke arah Leo. “Tolong panggilin orang keuangan. Minta laporan keuangan taun lalu,” pinta Siena. “Ok.” “Oh ya, kamu mending cepet bawa asisten pribadi buat Axel. Ntar dia teriak lagi. Kupingku sakit denger suaranya.” “Ok, aku panggil dulu dia. Aku tinggal ya,” pamit Leo yang kemudian segera berdiri dari kursi yang dia duduki. Siena hanya mengangguk. Dia mengambil laptopnya, siap untuk memulai pekerjaannya sambil menunggu bagian keuangan datang. Sementara itu Leo datang ke ruang kerja Axel dengan seorang pria muda tampan dengan setelan rapi. Leo dan Bima berdiri di depan meja kerja Axel, di mana pemiliknya malah melihat ke arah iPad sejak tadi. “Pak, ini Bima. Dia yang akan jadi asisten pribadi, Bapak,” ucap Leo melapor. Axel mengangkat pandangannya sesaat melihat ke arah dia tamu di depannya. “Tinggalkan kami,” perintah Axel. “Baik, Pak.” Leo memberi kode pada Bima untuk tetap tinggal di sini, menunggu perintah dari Axel. Dia pun segera keluar dari ruang kerja pimpinan perusahaan, untuk kembali ke ruang kerjanya sendiri. Keadaan dia dalam ruang kerja Axel menjadi sunyi. Bima yang belum mengenal perangai Axel, jadi bingung, tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Axel meletakkan iPad-nya. Dia kemudian melihat ke arah Bima, yang akan membantunya dalam pekerjaan. “Udah berapa lama kamu kerja?” tanya Axel. “5 tahun, Pak,” jawab Bima. “Udah nikah?” “Belum, Pak.” “Good. Jangan sampe ada alasan apapun, kalo saya perintah.” Bisa sedikit kaget. “Baik, Pak.” Tidak ada kata lain yang bisa keluar selain menurut. Axel melihat ke arah Bima dengan tatapan lebih dalam dan mengintimidasi. “Udah tahu tugas kamu?” tanya Axel. “Sudah, Pak,” jawab Bima yang sudah mendapat pengarahan dari Leo. “Good. Sekarang cari tahu soal Siena. Laporkan semua ke saya.” Perintah pertama Axel keluar. “Si-Siena? Mak-maksud saya Bu Siena, Pak?” Tentu saja Bima kaget, karena tiba-tiba saja dia harus menyelidiki tentang wanita yang seharusnya dipanggil ibu oleh atasannya itu sekarang. “Cari tahu apapun tentang dia dan laporkan.” “Maaf, Pak. Apa yang harus saya cari tahu, Pak?” Pandangan tajam Axel kembali mengarah ke Bima. “Masih harus saya ajari?” tanya Axel dengan suara berat. “Maaf, Pak. Saya akan segera mencari semua informasinya,” jawab Bima menyesali pertanyaannya tadi. Axel kembali melihat ke arah berkas yang dia periksa. “Saya tunggu laporannya tiga hari lagi. Cari selengkap mungkin.” “Baik, Pak.” “Siapkan untuk rapat direksi siang nanti.” “Baik, Pak. Kalo begitu saya permisi dulu, Pak.” Bima pun berpamitan. Dia harus segera mengkoordinasikan rapat dadakan siang ini. Di hari pertamanya bekerja, tentu saja Bima tidak ingin dapat penilaian buruk. Apa lagi atasannya ternyata sangat menakutkan. Saat Bima keluar dari ruang kerja Axel, dia melihat Siena lewat dan menuju ke toilet. Bima menarik napas dalam dan mengembuskannya sekaligus. “Cari tau soal Bu Siena. Apa yang aku harus laporkan ya?” tanya Bima bermonolog sendiri. “Repot ini. Dilaporin aku kena masalah sama Bu Siena. Gak dilaporin, aku kena sama Pak Axel. Haduh, gini banget kerjaanku.” Meski pusing dan membingungkan, tapi Bima tidak punya pilihan lain selain menjalankan perintah Axel. Meski dia sendiri juga tidak tahu, informasi sepeti apa yang diinginkan Axel tentang Siena. Setelah makan siang, semua direksi sudah berkumpul di ruang rapat. Mereka akan mengadakan rapat pertama kali dengan presdir baru yang datang tanpa diperkenalkan. Siena dan Leo tentu saja juga ikut hadir. Mereka ingin mengetahui bagaimana cara Axel bekerja agar Siena bisa segera meninggalkan perusahaan yang telah mengurungnya selama ini. “Axel,” panggil Siena di tengah rapat. Siena melihat Axel melihat ke arahnya. “Aku pergi dulu. Mau ketemu tamu,” lanjut Siena. “Gak bisa diundur? Rapat masih berlangsung.” Mimik wajah Axel berubah kesal. “Tamunya udah di bawah. Aku gak bisa tinggalin. Biar Leo di sini temenin kamu.” Siena yang merasa tidak perlu menunggu persetujuan Axel, segera pergi meninggalkan ruang rapat. Dia harus menemui tamunya, yang memang sudah membuat janji dengannya sejak minggu lalu. Tentu saja Axel tidak suka dengan tindakan Siena. Tapi dia juga tidak mungkin marah karena masalah seperti ini di depan semua orang. Dia pun melanjutkan rapat didampingi Leo dan Bima. Siena berjalan menuju ke ruang tamu perusahaan untuk menemui tamunya. Sebelum dia ke ruang tamu, Siena berhenti di depan meja kerja Dewi yang sedang sibuk dengan komputernya. “Wi,” panggil Siena. “Iya, Bu.” Dewi segera melihat ke arah atasannya, menunggu perintah. “Nanti kamu layani Pak Axel dulu ya. Siapkan apa yang dia mau. Kayaknya dia agak marah.” “Baik, Bu.” Setelah memberikan perintah, Siena segera melakukan tugasnya dengan kliennya. Seperti biasa dia akan melakukan negosiasi yang sudah mulai mahir dia lakukan. Di tengah negosiasinya, Siena sedikit bingung akan keputusan yang harus dia ambil. Siena pun meminta izin untuk meminta pertimbangan Axel, sebelum dia mengambil keputusan. Siena berjalan ke arah ruang kerja Axel. Dia sempat melihat sebentar ke arah meja kerja Dewi yang ditinggal penghuninya. “Axel,” panggil Siena pelan sambil masuk ke dalam ruang kerja anak tirinya. Siena berjalan masuk ke dalam dan melihat Dewi di depan meja kerja Axel. Pandangan Siena langsung tertuju pada wanita muda nan sintal yang berdiri di sampingnya. “Apa yang kamu lakukan, Dewi?!” tanya Siena ketus.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN