“Lolita Cantika!” “Saya!” Lolita mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ia tidak sadar jika dirinya bangkit berdiri setelah namanya dipanggil. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri. Ia mengedikan dagunya, seakan bertanya ada apa kepada teman-temannya. “Lol, duduk lagi!” Di sebelahnya, Melisa menarik-narik ujung kemeja yang Lolita kenakan. Matanya mengedip satu lali. “Saya pikir kamu begitu memperhatikan materi yang saya sampaikan, tidak tahunya saking memperhatikannya kamu sampai tidak dengar saya panggil-panggil! Keluar kamu dari kelas saya!” “Bu saya...” “Tidak ada alasan! Silahkan keluar Lolita Cantika!” Dosen wanita itu mengacungkan jari telunjuknya ke arah pintu kelas. Setiap kata dalam kalimatnya pun seolah mengandung uranium. Tidak mau menurut, maka bersiaplah terkena rudal nuklir.