keesokan harinya Sahda terbangun dengan tangan yang di genggam erat oleh suaminya itu, Sahda tersenyum dan salah satu tangannya mengusap pelan pipi milik suaminya. Dendi pun terbangun dengan wajah yang terlihat lebih bahagia, “Selamat pagi Sayang,” ucap Dendi, Sahda membalas ucapan selamat pagi tersebut. “Selamat pagi juga Mas,” senyuman nya selalu membuat Dendi bahagia.
Dendi melihat sebuah jam yang berada di dalam layar ponsel miliknya, beberapa menit lagi Adzan subuh di kota Istanbul akan terdengar sangat indah di telinga Sahda dan Dendi. Sahda dan Dendi pun segera bergegas untuk melakukan ibadah bersama, “Mau Sahda dulu apa Mas dulu mandinya?” tanya Dendi.
“Sahda aja ya Mas, soalnya Sahda belum tadarrus dari kemarin.” jawab Sahda, “Jadi sambil nunggu Mas Mandi, Sahda taddarus sebentar.” Tambah Sahda kembali.
Beberapa menit kemudian....
Sahda sudah selesai mandi, setelah itu ia segera melakukan tadarrus sembari menunggu Dendi selesai membersihkan tubuhnya. Begitu nikmat alunan suara Sahda yang sedang mengaji itu, Sahda memang sangat pandai mengaji dan sudah bukan rahasia lagi mengenai hal itu karena Sahda adalah salah satu peserta yang memenangkan lomba Tahfiz Qur’an dan hal ini lah yang membuat Dendi dulu sempat menyukainya.
Setelah mendengar Dendi selesai membersihkan dirinya, Sahda segera menyelesaikan bacaan surah pada kitab suci itu. Dendi yang saat itu sudah siap menjadi imam pun segera berdiri di hadapan Sahda, Dendi terlihat tampan dengan pakaian koko berwarna putih yang sempat di berikan oleh Sahda itu.
“Allahu Akbar..”
Dendi mengimami Sahda dengan sangat baik, bacaan nya tak kalah merdu dengan suara imam-imam mesjid di Nabawi. Dendi memang sosok suami yang baik untuknya, dan tak terasa air matanya menetes saat mendengar bacaan-bacaan yang diberikan Dendi.
Tanpa siapapun ketahui, Sahda pernah bermimpi di imami suaminya pada saat bulan madu. Sahda berharap dulu Fathur lah yang melakukan ini, namun sayang, Tidak ada bulan madu, tidak ada kebahagiaan yang di dapatkan dari Fathur untuknya. Hanya rasa sakit yang ia rasakan semenjak malam pertama yang berujung sebuah talak dan perjanjian, dan kini Sahda sangat bahagia bersama Dendi.
Sesuai dengan kalimat yang pernah diberikan Abqori semasa hidupnya, “Allah swt tidak akan memberikan kamu kesulitan dan kesakitan yang sangat amat susah dan parah, Allah hanya menguji apakah kamu mampu dan tidak. Dan saat itu Allah melihat bahwa kamu mampu melewati ujian dari-Nya dengan sebaik mungkin, lalu Allah akan berikan nikmat yang melebihi apapun, hingga kamu merasa takjub dengan nikmat tersebut.” Sahda selalu mengenang setiap kalimat yang di ucapkan Sang Baba kesayangan nya.
Setelah selesai melakukan ibadah solat subuh bersama-sama, Dendi menoleh kearah istrinya. Sahda menarik tangan Dendi dan mengecup punggung tangan nya tersebut, lalu Dendi mengecup kening Sahda dengan satu kecupan yang sangat erat.
Sungguh suasana yang sangat romantis bagi pasangan suami istri ini.
“Mas Dendi mau sarapan sekarang?” tanya Sahda.
Dendi tersenyum, “Nanti saja sayang,” jawab Dendi, “Disini biasanya jam 7 mereka mengantarkan sarapan ke dalam kamar.” jawab Dendi kembali.
“Oh gak kita yang ke restauran Hotel?” tanya Sahda dengan polos.
“Ada beberapa yang harus pergi terlebih dahulu, tapi Mas sengaja minta service Room.”
“Kenapa Mas? Padahal kan enak sambil jalan ke bawah, untung-untung olahraga.” sahut Sahda sembari menatap lekat wajah suaminya.
“Nanti saja di esok hari ya,”
“Oke kalau begitu Mas.” jawab Sahda kembali.
Sahda membereskan tempat tidur yang terlihat sudah berantakan itu, “Loh biarkan saja Sayang, nanti kan ada roomboy yang biasa membereskan tempat tidur kita.”
Sahda menggeleng pelan, “Enggak ah Mas,” jawab nya singkat.
“Loh kok enggak,”
“Ya enggak aja, ini kan bekas kita. Jadi gak usah repotkan orang lain,” jawab Sahda, “Kalau Mas mau tetap kasih uang, gak apa-apa Mas.” tambahnya dengan sedikit senyuman.
Dendi tersenyum dengan sangat manis, “Kamu itu benar-benar luar biasa ya sayang.” jawab Dendi kembali.
“Sahda malu Mas kalau sampai dibereskan oleh orang lain, lagipula ini kan kasur bekas kita.”
“Ya tapi kan ini Hotel sayang?”
“Loh kenapa kalau hotel Mas?” Sahda tertawa, “Intinya Sahda malu Mas,”
“Ya udah gak apa-apa kalau Sahda gak merasa kesulitan,”
Sahda tersenyum kembali, “Enggak kok Mas,” mereka berdua menghabiskan waktu untuk menunggu sarapan dengan berbincang bersama, Sahda tidak lepas memeluk suaminya, begitupun dengan suaminya itu yang tidak mau sama sekali Sahda melepaskan pelukan nya.
Berbeda dengan Fathur yang saat ini hidup di dalam kegelapan, Fathur yang sedang mencoba menata kehidupan di balik jeruji atas perbuatan yang telah ia perbuat. Dan esok adalah sidang pertama Fathur sebagai seorang tersangka yang mengakibatkan hilangnya nyawa Sahra, setiap harinya Fathur selalu merenungi semua kesalahan nya.
Ia juga selalu mendapatkan Informasi dari Andi mengenai kehidupan baru Sahda, Fathur menyesal kala mengingat semuanya itu. Fathur benar-benar sangat menyesal, bayangan wajah Sahda serta Sahra selalu ada dalam benaknya.
Di dalam doa nya selalu Fathur ucapkan nama kedua wanita yang pernah mengisi kehidupan nya, “Ya Tuhan, hamba mohon maafkan segala kesalahan hamba. Berikanlah tempat yang baik untuk Sahra, wanita yang sempat aku kagumi. Dan berikanlah Sahda kehidupan yang layak, berikanlah cinta suaminya pada dirinya. Aamiin Allahuma Amiin.” tutur Fathur yang selalu terdiam di ujung ruangan gelap tempatnya bersemayam.
“Heh Fathur,” panggil narapidana lainnya.
Fathur mengusap wajahnya, lalu menoleh kearah orang yang memanggil nya.
“Iya Bang, ada apa bang?” tanya Fathur balik.
seseorang itu mendekati Fathur, “Setiap hari kau selalu berdoa disini, doa apa yang kau panjatkan?” tanya orang tersebut.
“Doa ku..” ia ingin menjawabnya, namun lelaki itu menyela jawaban yang ingin Fathur utarakan.
“Kau ingin bebas? Tidak semudah itu Fathur, Tuhan tidak akan seenaknya mendengar orang-orang Dzolim seperti kita!” Serunya pada Fathur, “Orang-orang yang masuk kesini adalah orang-orang yang jahat, dan Tuhan tidak menyukai orang-orang seperti kita.” Vonisnya kembali.
Fathur menundukkan kepala miliknya, sebuah tamparan keras baru saja mendarat di dalam lubuk hatinya. Fathur merasa memang benar orang sepertinya sama sekali tidak pantas untuk bebas begitu saja, Fathur merasa memang tidak pernah pantas bersanding dengan kebaikan yang di miliki orang-orang di sekitarnya terdahulu.
Lelaki itu menatap wajah Fathur, “Memangnya apa isi doa mu?” tanya lelaki tersebut kembali.
“Aku meminta kepada Tuhan agar Tuhan mengampuni segalan dosa ku, aku juga meninta kepada Tuhan agar beliau memberikan tempat yang layak untuk wanita yang aku celakai.” jawab nya dengan air mata yang mungkin sebentar lagi akan jatuh membasahi pipinya.
“Hanya itu?” tanya nya kembali.
“Satu lagi Bang,” jawab Fathur dengan singkat.
Lelaki itu mengerutkan dahinya, ia menatap kembali wajah Fathur dengan pandangan yang sangat lurus.
“Terus apa lagi?” tanya lelaki tersebut kembali.
“Aku meminta ampun kepada Tuhan atas dosa ku kepada mantan istriku,” jawab Fathur, “Karena aku dia menderita, aku juga yang membunuh adik nya.” tambah Fathur.
“Aku tidak mengerti dengan kasus yang menimpa mu Fathur, memang nya kau membunuh siapa?” tanya lelaki itu kembali, ia begitu penasaran dengan apa yang di lalui oleh Fathur. Walaupun sama-sama berada di balik jeruji besi, sosok Fathur terlihat lebih tegar darinya dan hal ini membuatnya semakin merasa penasaran.
Fathur menyenderkan badan nya di balik tembok dingin itu, “Aku membunuh adik istriku Bang, aku mencelakainya, membuatnya kehilangan nyawa.” terang Fathur.
“Kau pasti memiliki alasan Fathur?”
“Saat itu, hanya hal itu yang ada di dalam kepalaku.” jawab Fathur, “Aku merasa kesal dengan adik istri ku, aku merasa banyak kesalahan saat bersamanya.” Jawab Fathur kembali.
“Bersamanya?” tanya lelaki itu dengan raut wajah yang terlihat sangat terkejut, “Kau selingkuh dengan nya?” tanya nya kembali.
“Jauh sebelum aku menikah dengan istriku, aku sudah memiliki hubungan yang sangat spesial dengan nya. Hingga aku tidak merasa mencintai istriku, tapi aku salah Bang.”
“Dia tidak jauh lebih baik dari istriku, dia berselingkuh di belakangku dengan mantan tunangan istriku.”
“Aku bingung dengan mu Fathur,”
“Mengapa bingung bang?” tanya Fathur dengan sedikit senyuman di wajahnya.
Lelaki itu kembali menunjukkan sebuah kerutan di dahinya, “Mantan istrimu itu adalah kakak dari wanita yang sudah menjadi kekasih mu? Lalu ia berselingkuh dengan mantan tunangan istrimu? Begitu?” tanya nya kembali.
Fathur tertawa, “Iya Bang,”
“Tapi Istri mu tidak berselingkuh?” tanya nya kembali.
“Tidak Bang, dia pandai sekali menjaga kehormatan nya. Tapi aku nya saja yang tidak tahu diri,” jawab Fathur, “Saat ini juga ia dan suami barunya ingin membebaskan ku, mereka sudah mengampuni kesalahan ku. Tapi aku..”
“Tapi apa?” bentaknya sembari menatap wajah Fathur, “Kau bodoh Fathur,” susulnya kembali.
“Kenapa Bodoh bang?” tanya Fathur dengan wajah yang penuh tanda tanya.
“Kau telah melewatkan kesempatan untuk memiliki wanita baik, dan setelah melakukan kesalahan besar, kau masih bisa mendapatkan nya.”
Fathur tertawa kembali, “tidak bisa bang, dia kan sudah menikah.” jawab Fathur, “mmmm, maksudku baru saja menikah kembali.” Tambahnya.
“Apalagi suaminya adalah sepupu ku sendiri,” seru Fathur.
“Mantan istrimu menikahi sepupu mu?” Ia kembali terkejut dengan perjalanan cinta yang di miliki oleh Fathur dan Sahda, “Sungguh kisah yang sangat luar biasa Tur, aku mungkin tidak akan sanggup melalui itu semua.” tambah nya.
“Aku sudah merelakan nya Bang, kalaupun memang bisa kembali berjodo, semoga saja aku berjodo dengan wanita yang sama memiliki ahlak seperti mantan istriku.”
“Ah kalau aku sudah aku pepet lagi Tur,”
“Ingin nya seperti itu Bang, tapi saat ini aku disini. Dan mungkin mantan istriku sudah hidup bahagia bersama suaminya, karena aku tahu suaminya jauh lebih baik daripada aku.” jawab Fathur kembali.
“Ya sudah, maaf ya Tur banyak sekali hal yang aku tanyakan padamu. Maaf juga aku sudah meremehkan Tuhan mu,”
“Tidak apa Bang, aku hanya meminta support darimu.” jawab Fathur, “Kita saling berdoa saja ya bang, semoga semuanya semakin membaik.”
“Amin Tur,” jawab lelaki tersebut, “Esok kau sidang ke berapa kali Tur?” tanya nya kembali.
“Baru pertama kali sidang Bang, semoga saja pak Hakim dan pak Jaksa segera memvonis aku.”
“Ya agar kita merasa secepatnya tenang ya Tur,” jawab lelaki tersebut.
“Ya Bang,”
Fathur menganggukkan kepalanya, wajah Sahda beserta kenangan nya ada di dalam ingatan dirinya. Ia menundukkan kepalanya, beribu kali bahkan berjuta kali ia merasa sangat menyesal dengan apa yang sudah terjadi.
“Benar apa kata Bang Rey, aku salah dan aku bodoh. Kalau saja dulu aku melewati kebahagiaan mu, mungkin kita masih dalam kebahagiaan saat ini Sahda.” Hatinya bergumam lirih, hanya itu yang dapat ia katakan. Ia benar-benar ingin kembali ke masa lalu, memperbaiki pernikahan yang di bangun atas restu kedua orang tua nya, menjadikan pernikahan itu pernikahan yang sakinah. Tapi nasi sudah menjadi bubur, kebaikan yang sudah terlewati mungkin tidak dapat di ulang kembali, tapi yakinlah bahwa kebaikan itu akan dapat dibangun dengan hati yang tenang dan lapang. Fathur sudah bukan Fathur yang dahulu, Fathur adalah Fathur yang saat ini berusaha menjadi Fathur yang baik, bahkan lebih baik lagi.