AIR MATA SAHDA SEASON 2 - CHAPTER 10

1362 Kata
Dan hari ini menjadi hari yang sangat spesial bagi Fathur, sidang di hari ini di agendakan sebagai sidang vonis yang akan di dapatkan Fathur. Seseorang petugas sudah mengajak Fathur untuk keluar dari dalam jeruji besi itu, ia juga memakaikan sebuah kemeja putih dan memakaikan sebuah rompi yang menandakan bahwa Fathur adalah seorang narapidana kasus perencanaan pembunuhan terhadap Sahra saat itu. Fathur berjalan dengan pelan, tidak pernah terlintas sama sekali di dalam benaknya bahwa dirinya akan merasakan hal tersebut. Dan selama perjalanan menuju tempat sidang, Fathur tak hentinya mengucap kalimat-kalimat suci. Berdoa dengan menutup matanya, dan tak terasa air mata itu sudah mengalir membasahi pipinya. “Pak, masih jauh ya?” tanya Fathur. “Enggak, sebentar lagi.” jawab seorang petugas tersebut. Fathur menundukkan kepalanya kembali, beberapa petugas di hadapan nya berbincang-bincang mengenai keluarga mereka masing-masing. Hati Fathur merasa teriris dengan cerita-cerita yang di ungkapkan beberapa petugas yang berada di hadapannya, petugas-petugas itu di tugaskan untuk membawa Fathur ke dalam ruang persidangan. Dan sesampainya di sana, sosok Una dan Daud sudah berdiri di hadapan gedung tinggi tempat sidang Fathur di gelar. Tak hanya Una dan Daud, Citra, Andi dan Adi pun ada disana. Mereka sengaja mengikuti jalan nya sidang, apalagi Sahda dan Dendi memberikan amanat kepada Adi agar menjadi saksi di sana. Namun sepertinya sidang kali ini akan di tunda kembali, mengingat saksi utama dari kasus ini adalah Sahda dan Dendi yang saat ini sedang berada di Negara Turki untuk acara bulan madu mereka. Hanya ada penggugat di sana yang tak lain adalah ayah dari Fathur sendiri, Fathur berjalan melewati mereka dengan seutas senyuman kecil di wajahnya. “Fathur...” Panggil Una, ia menghentikan langkah anak kesayangan nya itu. Lalu menatap wajah Fathur dengan tatapan yang sangat amat lekat, “Fathur anak Umi yang kuat ya, semoga Allah swt mengampuni segala kesalahan yang pernah di perbuat oleh Fathur.” ucap Una. Fathur tersenyum dan menganggukkan kepalanya, ia kembali berjalan menuju ruang persidangan. Una mengusap d**a miliknya itu, betapa sedihnya ia melihat sosok anak kesayangannya itu. seorang petugas mempersilahkan Fathur untuk duduk di samping pengacara yang sudah di siapkan oleh Sahda dan Dendi, keberadaan pengacara itu sempat di tolak oleh Fathur. Namun Andi memaksa Fathur agar Fathur mau menerima pengacara tersebut dan pada akhirnya Fathur menerima pengacara tersebut dengan syarat Fathur meminta pengacara tersebut tidak membela dirinya, hanya mendampingi Fathur dalam melewati setiap sidangnya. “Tuan Fathur, apa benar saya tidak boleh melakukan pembelaan terhadap Anda?” bisik pengacara tersebut. Fathur tersenyum, “Tidak perlu Tuan, saya tidak mau dibela atas kesalahan yang telah saya lakukan.” jawab Fathur. “Tapi anda berhak bebas,” jawab pengacara tersebut. Fathur mengangguk pelan, “Saya tidak pantas untuk bebas Tuan, saya sangat bersalah.” “Menurut keterangan Tuan Andi, anda mengaku tidak sengaja mendorong wanita itu.” bisik nya kembali. “Memang benar Tuan, tapi tetap saja itu sudah tindak kriminalitas yang telah saya lakukan.” jawab Fathur dengan senyuman melekat di wajahnya, “Saya akan menerima hukuman yang di berikan oleh Pak Hakim dan Pak Jaksa Tuan Pengacara,” tambah Fathur, wajahnya menunjukkan raut wajah sumringah. Fathur memang terlihat sangat menerima keadaan dirinya, padahal sebenarnya Sahda dan Dendi sudah mencabut semua laporan kejahatan Fathur. Sidang pun sudah di mulai, beberapa pertanyaan kembali di lontarkan kepada Fathur dan saat ini Fathur menjawab dengan apa adanya permasalahan tersebut. Sang Hakim dan Sang Jaksa mendengar semua penjelasan yang diberikan oleh Fathur, Fathur sendiri mengakui semua kesalahan yang telah ia lakukan. “Saudara Fathur apakah Anda melakukannya dengan sadar?” tanya seorang hakim tersebut. “Dalam keadaan Sadar Tuan, tapi saat itu Amarah saya benar-benar terpancing dan saat itu tidak ada lagi hal yang harus saya lakukan selain mendorong tubuh Almarhumah Sahra.” jawab Fathur dengan tegas. Hakim dalam persidangan tak hentinya mengangguk, Fathur yang disebutkan sebagai terdakwa itupun terlihat tidak memberatkan petugas-petugas persidangan, setiap penjelasan nya sangat di terima dengan baik. “Sehubungan dengan para saksi persidangan yang tidak dapat hadir, Sidang atas kasus perencaan pembunuhan Atas nama Fathur dengan korban bernama Sahra. Resmi di Tunda sampai Saksi utama pulang dari acara penting nya di luar Negeri.” Ucap Seorang Hakim tersebut, “makadari itu Sidang kembali di lanjutkan pada Hari Jum’at tanggal 7 Februari 2020,” Ucapnya dengan tegas sembari mengetuk palu dengan pelan. Setelah mendengar sidang putusan akhir berupa penundaan sidang tersebut, dua orang petugas membawa Fathur untuk kembali menuju mobil tahanan. Seseorang yang tak lain adalah Daud berdiri di hadapan pintu ruang sidang, menatap wajah sendu sang anak. “Abi..” panggil Fathur dengan senyuman kecil di wajahnya. Daud mengusap pelan wajah Fathur, “Kemana para saksi itu Abi?” tanya Fathur, “Bukankah Dendi dan Sahda tau bahwa hari ini adalah sidang pertama Fathur?” tanya Fathur kembali. “Mereka sedang berbulan madu Fathur, dan sebenarnya mereka tidak mau menjadi saksi atas kematian Sahra. Mereka sudah memeaafkan kamu, Abi sendiri sudah mau mencabut laporan atas kasus mu.” Salah satu tangan Fathur yang terkunci dengan borgol itu pun memegang salah satu tangan Daud, “Tidak Abi, Fathur tetap ingin disini. Mencoba merenungi semua kesalahan Fathur itu lebih penting,” tolaknya. “Bukankah Abi yang mengajarkan Fathur untuk bertanggung jawab dan mengakui semua kesalahan yang di lakukan oleh Fathur,” ungkap Fathur. “Baiklah Fathur abi Mengerti,” “Terimakasih karena Abi masih mau menerima Fathur,” “Abi juga mau ucapin makasih karena kamu masih mau berusaha menjad Fathur yang Abi sayangi,” Fathur menatap kedua petugas tersebut, tatapan penuh harap ia berikan pada kedua petugas tersebut. Lalu ia bertanya pada petugas tersebut, “Apakah boleh saya mendapatkan sebuah pelukan dari Ayah saya?” tanya Fathur. “Silahkan Tuan,” Jawab salah satu petugas tersebut. Fathur beralih menatap wajah Daud, tak lama kemudia Daud memeluk tubuh Fathur. Pelukan nya terasa sangat erat, pelukan tersebut sangatlah berarti bagi sosok Fathur. Dan saat ini air matanya sudah mengalir membasahi kemeja yang dikenakan oleh Abinya, “Abi,” “Kenapa Tur? Apa yang ingin Fathur katakan?” tanya Daud. “Sampaikan permintaan maaf Fathur kepada Umi Risna, Fathur benar-benar meminta maaf kepadanya.” ungkap Fathur sembari menundukkan kepalanya, “Satu lagi Abi,” “Apa?” tanya Daud. “Kalau Abi santai, tolong datangi makam Sahra. Katakan padanya bahwa aku sedang menebus semua kesalahan ku, aku harap ia juga memaafkan ku.” Air mata Daud menetes, ia tak kuasa melihat raut wajah anak nya yang penuh kesedihan itu. “Iya Nak, Abi janji akan mengatakan itu semua.” “Benar ya Abi?” tanya Fathur, “Fathur ingin sekali bertemu dengan Umi Risna, Fathur mau memeluk Umi dan meminta maaf langsung kepadanya.” tambah Fathur. “Juga pada Bayi itu, karena Fathur lah bayi itu kehilangan sosok ibunya.” ungkap Fathur kembali. “Maafkan Fathur sekali lagi Abi,” “Iya Nak, Abi juga minta maaf ya.” “Sudah cukup, semua sudah menunggu mu.” ucap salah satu petugas dengan tegas kepada Fathur. “Baik Tuan, maaf jika kami membuang waktu mu sangat lama.” Fathur berpamitan, ia tersenyum dan kembali berjalan dengan di dampingi kedua petugas di kedua sampung tubuhnya. Langkah Fathur terlihat lebih ringan, Daud dan Una menatap nya dari belakang, Aroma kesedihan pun muncul kembali. Citra yang saat itu melihat keadaan dihadapan nya pun segera memeluk ibu mertuanya, bagaimanapun Citra merasa ikut bersedih walaupun sebenarnya Citra masih saja memiliki rasa kesal terhadap sosok Fathur. “Umi yang sabar ya, semoga saja semuanya semakin membaik.” ujar Citra dengan air mata yang menetes itu. “Maafkan Adik ipar mu ya, bagaimanapun dia juga adik dari Andi. Walaupun kamu tahu mereka tidak memiliki darah yang sama, tapi kekuatan cinta dan hati mereka tetaplah kuat.” sahut Una kembali, Citra menganggukkan kepalanya dan kembali memeluk ibu mertuanya. Berbeda dengan Sahda dan Dendi yang saat ini sedang menghabiskan waktu masa bulan madunya, mereka terlihat bahagia saat menikmati setiap perjalanan nya. “Mas Hari ini Sahda sangat merasa bahagia,” ucap Sahda, “Terimakasih ya Mas,” ucap Sahda kembali. “Mas juga sangat bahagia, apalagi mendengar Sahda merasa bahagia juga.” timpal Dendi saat menjawab ungkapan hati istrinya itu. “Makasih ya Mas,” ucapnya kembali. Cup!! Sahda mengecup sebelah pipi Dendi di hadapan umum, wajah Dendi terlihat memerah bak buah tomat. “Kamu udah mulai nakal ya sayang,” Celetuk Dendi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN