AIR MATA SAHDA SEASON 2 - CHAPTER 7

1513 Kata
Malam pertama diantara Dendi dan Sahda terasa begitu sangat mendebarkan, malam pertama itu begitu menyimpan berjuta kenangan bagi mereka. Pertama-tama, Dendi menggendong Sahda dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang hotel yang berada di negara Turki itu sebagai saksi bisu cinta mereka. Lalu Dendi mengecup kening Sahda, Sahda terpikat oleh senyuman maut yang diberikan oleh Dendi kepadanya. Sahda menatap suaminya itu dengan lekat, “Pelan-pelan ya Mas,” ucapnya lirih di telinga Dendi. Dendi menganggukkan kepalanya, “Iya Sayang, Mas akan lakukan dengan sepenuh hati.” ucap Dendi sembari tersenyum. Hal ini membuat Jantung Sahda berdegup dengan kencang, pasalnya Sahda belum pernah mendapatkan perlakuan seperti ini walaupun Sahda sudah menikah untuk kedua kalinya. Sahda bergumam dalam hati, “Ya Allah apakah ini saat nya?” Sahda memejamkan matanya. Tangan Dendi saat ini sudah tersimpan di atas ujung kepala milik Sahda, Dendi berdoa untuk keselamatan mereka berdua, Dendi mengucapkan Doa sebelum melakukan hubungan badan bersama istrinya. “Bismillahirahmanirahim..” ucap Dendi, “Allahumma inni As ‘aluka min khairihaa waa Khairi maa jabaltahaa ‘alaihi, wa a’udzabika, min syarrihaa wa syarri maa jabaltahaa ‘alaihi.” Dendi berbisik di telinga Sahda, “Ya Allah, Aku memohon kepada-Mu kebaikannya serta kebaikan apa yang telah Engkau berikan kepadanya, dan Aku berlindung kepada Mu dari keburukan istriku serta keburukan apa yang engkau timpakan padanya.” Mata Sahda menyimpan air mata yang mungkin sebentar lagi akan turun membasahi pipi, Sahda menatap mata suaminya. “Sahda saat kemarin, hari ini dan mungkin selamanya engkau akan menjadi bagian dari hidupku. Dan engkau akan menjadi satu-satunya wanita untuk ku, untuk aku Cintai dan aku jaga sepenuh hati ku.” “Aku berharap Allah Swt memberikan kita jalan ke Surga, agar kita dapat hidup kekal bersama disana.” “Aa-Aaamiiinnn Mas,” Jawab Sahda sembari menundukkan kepalanya, “Mas mencintai mu karena Allah swt.” Ucapnya kembali sembari mengecup kening Sahda. Dan setelah Dendi menuntun Sahda membaca Doa-doa, Dendi pun mulai meminta ijin untuk melepaskan hijab yang menutupi kepala Istrinya. Dendi begitu takjub dengan kecantikan yang di miliki Sahda, Sahda memang sangat cantik, kulit putih nan mulus berhasil ia miliki, bahkan senyuman nya selalu membuat siapapun menyukai nya. Bodoh saja dahulu Fathur tidak mampu menjaganya, Fathur belum tahu siapa Sahda dan mungkin sudah jalan nya mereka berpisah dengan cara yang sangat tragis. Dendi kembali menatap wajah ayu milik Istrinya itu, “Sungguh aku sangat mencintai mu Sahda, Aku mencintaimu karena Allah swt dan semesta seolah mendukung ku. Dan terimakasih karena kamu sudah menerima kekurangan yang aku punya,” “Mas itu nyaris sempurna untuk Sahda, apalagi cinta yang Mas berikan pada Sahda. Sahda merasa seperti Baba dan Umma semasa muda, semoga saja Mas dapat membimbing Sahda lebih baik lagi dan semoga saja Sahda bisa memberikan kebaikan untuk Mas selamanya.” ungkap Sahda, Dendi mengecup punggung tangan Sahda. Untuk mencairkan suasana yang hampir saja membuat jantung keduanya hampir copot itu, Dendi memeluk tubuh Istrinya. Tangan keduanya saling menaut mesra, mereka seakan ingin b******u dengan riang dan penuh keceriaan. Setelah puas saling berpandangan, Dendi pun kembali mengecup pelan bibir mungil milik Sahda. “Bismillahhirmanirahim... dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah aku dari Syaitan dan Jauhkanlah syaitan dari anak Yang akan engkau karuniakan kepada ku dan istriku.” Dendi mulai mencumbui tubuh Sahda, ia berada di samping tubuh Sahda dan tangan nya terlihat melingkari tubuh Sahda. Ia pun Mengecup setiap inci tubuh mulus milik Istrinya, ia juga mencium dan mencoba membuat ingatan dari bau tubuh istrinya. Sahda pun merasa pasrah dengan apa yang dilakukan oleh Dendi, Sahda menutup matanya. Dendi mulai mengecup berulang wajah milik Sahda, pipi kanan serta kiri, dagu dan diakhiri ciuman lepas di bibir mungil milik Sahda. Tangan kanan Dendi mulai terulur untuk menangkup pipi Sahda sedangkan tangan kiri nya berada di belakang kepala milik Sahda, Dendi tetap memagut bibir sensual milik istrinya sebagai permulaan. Dan lama kelamaan lidah Dendi mulai menerobos masuk untuk mengeksplorasi mulut milik Sahda, mungkin rasa nya tidak bisa dijabarkan oleh Dendi, Dendi begitu terlihat menikmati permainan yang sedang dibuat olehnya sendiri. Dengan sedikit keberanian Dendipun akhirnya menindih tubuh indah istrinya, lengan nya seakan mengurung Sahda. gerakan lembut itu membuat sedikit demi sedikit gairah nya terbangkit, apalagi saat ini adalah pertama kalinya Dendi melihat paha yang padat serta mulus istrinya. Ia usap pelan setiap inci dari kulit milik Istrinya, “Sahda begitu sangat mulus,” ucap Dendi dalam hati. “Aku sama sekali tidak menyangka bahwa Sahda begitu hebat merawat dirinya seperti ini,” ucap Dendi kembali dalam hati. Dendi semakin berulah eksotis saat mengusap paha mulus milik Sahda, hal itu kembali menimbulkan gairah serius dalam dirinya itu. Sahda kegelian saat merespon apa yang sedang dilakukan suaminya, apalagi di saat Dendi memberikan sebuah rangsangan klasik dengan mencium bertubi-tubi leher serta telinganya. “Mmmmmmm......” “Sahda begitu wangi...” racau nya dalam hati, Dendi benar-benar menyukai bau tubuh istrinya. Bagi dirinya wangi tubuhnya mampu membuat dirinya merasakan sensasi sensual yang membuatnya semakin merasa bahagia, Dendi pun kembali mengendus-endus bau tubuh Sahda, sesekali ia mengecup bagian dagu Sahda. Sahda menggeliat kegelian, “Mmmmmm, Mas... “ Dendi menghentikan aktifitas dirinya itu, lalu ia menatap wajah sang istri. Ia begitu terpana kala mendengar racauan istrinya, “Kamu benar-benar sudah siap?” tanya Dendi kepada Sahda. Sahda menganggukkan kepalanya, “Iya Mas..” “Bismillahirahmanirahim...” ucapnya sembari mencoba menindih tubuh Sahda, lalu ia memasukkan b***************n nya milik dirinya itu untuk pertama kalinya. Sepertinya Sahda meringis kesakitan, lubang surgawi miliknya memang masih tersegel dengan rapih. Dendi merasa kasihan dengan nya, ia pun segera menghentikan aktifitas tersebut, lalu mengusap wajah istrinya yang terlihat memerah. “Sakit ya?” tanya Dendi. Sahda mengerutkan dahi miliknya itu, “Iya, sakit Mas. Mmm tapi...” “Tapi apa?” tanya Dendi. “Gak apa-apa Mas lanjutkan saja, lagipula ini kan cuma sementara sakitnya.” Dengan nada suara yang terdengar lucu, Sahda meminta suaminya untuk melanjutkan aktifitas tersebut. Dendi tersenyum nakal kepadanya, “Baiklah.. aku akan mencoba menghilangkan rasa sakit itu, aku gantikan rasa sakit itu dengan rasa enak yang akan membuat mu ingin merasakan lagi.” Sahda pun tersenyum tipis, lalu menganggukkan kembali kepalanya dengan pelan. Dendi pun kembali memulai melakukan kembali hal itu, kali ini ia melakukan nya dengan lebih hati-hati. Sahda menahan rasa sakit itu, terdengar lirih suara desahan-desahan dari bibir Sahda maupun bibir Dendi. “Mmmmmm pelan-pelan Mas, seperti tadi kan enak.” “Iya sayang, maafkan Mas kalau Mas menyakiti mu.” “Enggak kok Mas, Sahda nyaman sekali seperti ini.” “Syukurlah..” Dendi kembali memaju-mundurkan pinggang miliknya, tekanan demi tekanan ia berikan pada tubuh Sahda. Dendi benar-benar terlihat apik, walaupun Dendi terlihat masih sama-sama belajar sama dengan Sahda. Maklum ini kali pertama bagi keduanya melakukan hal seperti ini, jangankan berhubungan badan, untuk memiliki kekasih saja keduanya sama-sama menjaga diri satu sama lain. “Mmmmm.... “ Dalam hati Dendi berucap, “Ya Tuhan inikah bidadari yang kau berikan padaku, terimakasih Tuhan. Aku sangat mencintainya, terimakasih karena engkau telah memberiku Bidadari secantik dan sebaik ini.” Dendi mengecup pelan bibir Sahda, sepertinya Dendi sudah mencapai batas klimak dirinya. Dendi mulai memegang kain halus penutup kasur tersebut, begitupun dengan Sahda yang sudah tidak kuat menahan rasa geli pada tubuhnya. “Bismillah, Ya Allah berikanlah keberkahan untuk kami.” Dalam hati Dendi berucap. Blaaaarrrrrrr Keduanya sudah mencapai klimaks masing-masing, Dendi memeluk Sahda dan mengecup kening Sahda. Ia terlihat sangat bahagia, “Makasih ya Sayang, Mas suka.” ucap Dendi. Sahda terlihat menahan rasa malu, terlihat sekali wajahnya sudah memerah. Sahda pun mengangguk dengan pelan, “Semoga saja pulang dari sini kabar baik menghampiri kita,” ucap Dendi kembali. “Aaamiiinnn Mas, semoga saja Tuhan mendengar semua doa kita.” Jawab Sahda di iringi sebuah senyuman. Dendi tetap memeluk Sahda, “Kamu besok mau kemana?” tanya nya. “Kemana aja yang Mas mau, Sahda ikut.” “Kemanapun Mas pergi kamu akan Mas bawa...” sela Dendi. Sahda tersenyum kembali, “Mas, Sahda mandi dulu ya.” “Mmmm iya sayang..” “Mas juga mandi ya, jangan lupa berwudhu.” “Iya sayang,” Sahda segera beranjak dari atas ranjang tersebut, Dendi menatap langkah kakinya itu. Sahda benar-benar menutupi rasa sakitnya itu, di sisi lain Dendi merasa bahagia karena Sahda benar-benar mampu menjaga kehormatan nya, walaupun ia menyandang status sebagai janda. “Sayang.. “ panggil Dendi. “Mmmm,, Iya Mas?” jawab nya sembari menoleh. “Sunah nya suami istri itu Mandi bareng loh,” “Oh iya..” “Iya, katanya. Kata Pak Budi.” Sahda tertawa kecil, “Tapi Sahda masih malu Mas..” wajahnya kembali memerah. Dendi membalas tawa Sahda, “Mas becanda kok.” “He-he-he...” sambung tawa nya, Sahda menundukkan kepalanya. Ia segera berpamitan kepada suaminya untuk segera membersihkan tubuhnya itu, Dendi pun mempersilahkan istrinya itu untuk segera membersihkan diri. “Kebahagiaan ini benar-benar akan aku jaga sampai kapanpun..” ungkap Dendi, “Dia wanita yang sangat berharga untuk ku, aku akan selalu mencintai nya sampai Tuhan lah yang benar-benar memisahkan aku dan dirinya.” Sambungnya dengan mata yang terlihat mulai berair. Ting!!! Ting!!! (Ponsel Sahda berdering dengan nyaring) Dendi melangkahkan kakinya, ia melirik kearah ponsel istrinya itu. Ia melihat seseorang sedang mencoba menghubunginya, Dendi memiliki kebiasaan yang sangat baik, ia tidak mau menggangu area pribadi siapapun termasuk Sahda. Sahda mendengar suara nyaring pada ponselnya itu, ia pun segera mengintip dari dalam kamar mandi. “Mas angkat saja telepon nya, siapa tau itu penting.” Teriaknya dengan nada yang terdengar sangat sopan, “Gak apa-apa?” tanya Dendi balik. “Gak apa-apa Mas, Angkat saja. Takutnya Umma yang menelpon,” ucap Sahda. “Oke sayang,” Dendi segera membuka layar ponsel tersebut, terlihat sebuah pesan dari Una dan Daud. Di sana Una dan Daud terlihat menunjukkan sebuah foto yang menunjukkan ibu dan anak angkatnya sedang berada di dalam kamar terdahulunya, namun sekilas Dendi melihat bahwa foto pernikahan Sahda bersama Fathur masih terpampang menempel di hadapan tembok. “Anak Kesayangan Umi, jangan khawatir. Ibu mu berada di dalam rumah kami, kamu tenang ya dalam menjalani bulan madu nya. Semoga kabar gembira hadir untuk kami setelah kamu pulang,” kata Una di dalam pesan tersebut. Dendi tersenyum dan tak lama kemudian Dendi pun menjawab, “Terimakasih Umi atas doa nya.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN