Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam waktu Negara Turki, mereka pun terlihat sudah sampai di tempat yang saat ini mereka tuju. Tempat yang sangat indah dan Nyaman, dan ternyata penginapan ini pernah juga di tinggali Dendi dan Dera sewaktu mengambil liburan panjang. Tempat ini juga banyak sekali menyimpan sejuta kenangan bersama Abi dan Umi nya dahulu. Dera tersenyum sembari menatap wajah Dendi, Begitupun Dendi yang membalasnya dengan senyuman.
Lalu mereka berteriak bersama-sama, “Baklava, Boreq, Kofte dan Dogma!” ucap mereka sembari tersenyum, “Lu pasti mau itu semua kan Den?” tanya Dera.
“Ya, Apalagi kalau udah berebut makanan sama Kamu, Andi dan Fathur. Haduh, Senangnya masa kecil itu.”
“Iya, Fathur yang selalu serakah. Dia mau semua tapi tidak pernah habis,” pekik Dera.
“Tapi Andi yang selalu menghabiskan semua itu demi adiknya, hal itu di lakukan agar Abi Daud tidak marah. Ya kan?” Tanya Dendi.
“Tapi semua itu tidak akan pernah terjadi lagi Den,” Celetuk Dera.
“Iya, masa itu sudah berakhir semenjak kami memutuskan untuk hidup masing-masing.” Balas Dendi sembari menatap wajah Sahda.
“Semua itu akan kembali jika semua berkumpul, menurunkan Ego masing-masing! Tapi sepertinya sulit jika aku harus bertemu dengan Fathur!” Sela Dera kembali.
Dendi merangkul Dera dan kembali memberikan nasihat untuk nya, “Kita semua saudara, kau dan aku. Kau dan Fathur bahkan dengan Andi. Jadi kita harus selalu kompak ya,” Dera terdiam, entah apa yang membuatnya sangat membenci Fathur. Padahal dia lebih menyempatkan datang ke pernikahan Fathur pada saat itu daripada mendatangi pernikahan Dendi, tentunya itu karena ajakan dari Dendi sendiri. Dera memang menyimpan sebuah rasa kesal dan sakit hati terhadap Fathur, Dera seolah tidak menyukai keberadaan Fathur dimanapun Fathur berada.
Dendi melihat seseorang datang untuk menyambut kedatangan dirinya bersama Dera dan yang lainnya, sosok itu adalah Paman Ujur. Paman Ujur sendiri adalh pemilik penginapan tersebut, beliau salah satu orang terbaik yang pernah dikenal Dendi dan keluarga sebelumnya.
“Halo Dendi… Dera… bagaimana kabarmu?” tanya Paman Uzur.
“Alhamdulilah Baik Paman, Paman sendiri bagaimana kabarnya?” tanya Dendi sembari memeluk tubuh sang paman.
“Alhamdulilah baik, syukurlah kalau keadaan kalian baik-baik saja. Dan maaf Paman tidak bisa hadir kedalam acara istimewa mu.”
“Tidak apa Paman, kami juga baru bisa menyempatkan datang hari ini kesini. Karena kemarin Dendi sibuk ajak Istri keliling-keliling kota Istanbul,” Jawabnya, “Oh Iya Paman. PerKenalkan ini Sahda istri Dendi dan ini Umma Risna, mertua Dendi.”
“Salam kenal,” ucap nya sembari tersenyum dengan ramah, ia juga terlihat mengatupkan kedua tangannya dan memberikan sebuah salam sapa terhadap Risna dan Sahda.
“Assalamualaikum Paman, Saya Sahda. Senang bisa berkenalan dengan Paman,”
“Selamat datang disini ya Sahda, saya juga senang karena sudah bisa bertemu dengan istri dari Dendi. Kebetulan Dendi dan Dera ini sudah saya Anggap seperti anak saya sendiri,”
“Oh begitu Paman, berarti Sahda juga dianggap Anak paman juga iya.”
“Tentu Sayang, Jangan sungkan ya.”
“Sayang, Umma.. Paman ini adalah orang terbaik disini yang pernah kami kenal, Paman adalah adik sepupu dari Almarhum Abi. Paman juga selalu berperan untuk menjadi orang tua kami, di saat Abi ataupun sampai saat Abi tidak ada. Dan Kepada Paman lah aku mencurahkan segala isi hatiku terhadap mu,”
“Senang sekali aku bisa bertemu dengan Paman, Mas Dendi juga sudah bercerita sebelumnya padaku mengenai Paman.”
“Waaah cerita apa itu Den?” tanyanya sembari mempersilahkan mereka untuk berjalan dan masuk kearea penginapan tersebut.
“Seperti yang diceritakan tadi Paman, katanya Paman adalah Ayah kedua setelah Abi juga Abi Daud.”
“Waaah, Iya kami memang sangat menyayangi Dendi.” Sahut Uzur kembali.
“Oh iya bolehkah Sahda bertanya?”
“Boleh, silahkan tanyakan apapun yang Nak Sahda ingin tanyakan.”
“Paman sudah lama ya tinggal disini?”
“Sudah lama, Hampir 29 Tahun. Semenjak kuliah dan memilih untuk menetap disini, bahkan Almarhumah Istri Paman berasal dari Turki.”
“Oh begitu. Tetapi, Bagi Sahda Paman masih seperti orang Indonesia biasanya. Kultur bahasa Indonesia nya masih terjaga dengan baik, itu artinya Paman tidak melupakan budaya Indonesia.”
“Tentu Nak Sahda, Indonesia adalah sumber kebahagiaan Paman. Akan tetapi Paman mendapatkan lebih besar kebahagiaan disini saat Paman menikahi wanita itu,” Tunjuknya pada salah satu foto.
Sahda memiringkan wajahnya, tersenyum sembari menatap Foto besar yang di pajang oleh Ujur. Wanita cantik itu terlihat masih sangat muda, bahkan lelaki di sampingnya begitu sangat tampan dan tampak sangat muda.
“Itu Paman ya?” tanya Sahda.
“Iya Nak, itu Paman. Dan wanita muda itu namanya Razel, dia wanita yang sangat paman cintai.”
“Waaah beruntung sekali bibi Razel karena dicintai lelaki sebaik Paman,”
“Bukan dia yang beruntung mendapatkan aku nak, tapi akulah yang beruntung karena sempat menikahinya.” jawab Uzur sedikit bersedih, “Razel meninggal saat ia melahirkan putriku, dan setelah satu tahun kepergiaan Razel. Putri ku menyusul.” lanjut Uzur, Air matanya terlihat membasahi kelopak matanya. Sahda menghampiri Uzur, lalu menggenggam tangan Uzur dan tersenyum sembari menatap wajah lelaki tua di hadapannya.
“Maafkan Sahda Paman, maaf karena Sahda sudah lancang menanyakan siapa wanita di foto tersebut.”
“Tidak apa Nak, justru aku selalu berterimakasih kepada orang yang bertanya siapa Razel.”
“Mengapa seperti itu Paman?” tanya Sahda kembali.
“Karena jika seseorang bertanya siapa Razel, aku akan kembali mengingat siapa wanita itu. Dan disitulah aku merasa jika aku harus berterimakasih kepada orang-orang tersebut, aku merasa bahwa orang tersebut membantu ku mengingat siapa wanita yang berjasa selain ibu kandung ku.” terang Uzur kembali, Sahda begitu merasa terkejut dengan penjelasan yang diberikan Uzur. Sahda kembali tersenyum, rasa bangga itu hadir di dalam benaknya.
“Dan tahukah kamu sayang, sudah 25 Tahun lamanya Paman tidak lagi menikah.” Ungkap Dendi.
“Paman selalu setia terhadap Bibi Razel,” timpal Dera, “Dan kata Paman, Bibi Razel itu sangat menyayangi Dendi dan Fathur semasa hidupnya.” Sahda terdiam dan menundukkan kepalanya.
“Tenang saja sayang, Paman sudah mengetahui masa lalu kalian. Itu hanyalah masa lalu, sekarang berjuanglah untuk masa depan kalian. Paman akan selalu berdoa agar kalian selalu di satukan,” ucap Uzur sembari mengusap wajah Sahda, “Sekali jangan sungkan-sungkan ya sama Paman,”
Uzur memanggil beberapa Assisten yang berada didalam rumahnya, UZur segera memberikan beberapa kamar untuk dipakai oleh mereka. Dan mereka pun segera masuk kedalam kamar masing-masing, “Dendi..” Panggil Uzur.
“Iya Paman?”
“Setengah jam lagi Paman tunggu di meja makan ya, Ajak juga semua.” ucap Uzur, “Dan kau Dera, kau harus ikut dengan paman. Banyak Hal yang harus kota bicarakan.”
“Mmmm, apa itu Paman?” tanya Dera, Dera menatap Dendi dan Dendi terlihat mencoba menyembunyikan senyuman nakalnya.
“Ikut saja dulu..” ucap Uzur sembari merangkul bahu milik Dera. Entah apa yang akan mereka bicarakan, Dera pun terlihat mengikuti ajakan Uzur.
Sementara itu, Sahda terlihat menggendong Azkia. Ia juga terlihat menemani Umma kesayangan nya, Dendi menghampiri mereka. Lalu Dendi memberitahu apa yang di ucapkan Uzur sebelumnya, “Setengah Jam lagi makanan Favorit ku akan di sajikan oleh Paman, dan sebaiknya aku pergi untuk membersihkan badan ku terlebih dahulu.” ucap Dendi.
“Baik Mas. Sahda disini dulu sebentar ya,” ucapnya.
“Mmm, Iya Sayang. mas ke kamar duluan ya,”
Sahda mengangguk, Dendi pun kembali menuju kamar miliknya. Lalu Risna menatapnya, “Temani suami mu, biarkan Azkia bersama Umi disini.”
“Iya Umi, sebentar lagi ya?”
“Iya sayang,”
“Kalau Umma mau mandi terlebih dahulu, Sahda tunggu sebentar disini untuk menjaga Azkia.”
“Tidak apa-apa, Azkia sedang tidur. Ia juga tidak mungkin terjatuh dari atas kasur,”
“Baiklah Umma, Sahda pergi dulu menyusul Mas Dendi.”
“Ya sayang,”
Cup!
Sebelum pergi meninggalkan uminya, Sahda tak lupa mengecup kening Azkia. Lalu ia menatap wajah Umi nya dan kembali memberikan kecupan pada kening Uminya, “Umma, Gak apa-apa Sahda tinggal?”
“Gak apa-apa sayang,”
“Ya sudah Umma, Sahda ke kamar dulu ya.”
Risna menganggukkan kepalanya, “Lihatlah Baba, Putri mu sudah sangat dewasa. Putri mu tumbuh menjadi anak dan Istri juga menantu yang sangat berbakti, kau pasti bangga melihat Sahda saat ini.”
“Dan Baba, Hari ini menantu mu membawa ku mengunjungi tempat-tempat indah. Dimana tempat itu juga memiliki makna untuk kamu dan aku, dimana tempat itulah yang sempat mempertemukan kita.”
Risna menundukkan kepalanya, tak terasa air matanya menetes menahan rasa rindu yang sangat besar kepada suaminya.
“Baba, Umma rindu.. Umma berharap kita bisa bersatu di sana, hari ini pun Umma belajar dari kisah cinta Kakak Uzur. Beliau sangat setia terhadap istrinya, dan Umma berharap bisa seperti beliau. Menunggu dan menunggu sampai waktu nya tiba Allah subhanahu wata’Ala mempertemukan kita disana, dan semoga hal itu terwujud Baba.”
Kesedihan akan kematian suaminya itu masih saja membekas, namun Risna yakin jalan yang ia lewati masih sangat panjang. Ia hanya mampu berdoa dan berdoa agar Tuhan mau lagi mempersatukan dirinya bersama orang-orang tersayang nya di surga Allah, Ia hanya meyakini hal itu. Semoga Umma dan Baba dapat bertemu lagi ya, kalimat itu selalu ada di dalam benaknya. Setiap detik, setiap menit, setiap hari dan mungkin selamanya.