"MBAK MIA!"
Teriakan heboh Tita sudah menyerang pendengaran Mia meski raganya entah masih di mana. Tebakan Mia, Tita pasti sedang berlari menaiki tangga menuju ruang kerjanya di lantai 2 Lumiere. Jika perkiraannya benar, dalam hitungan 13 detik Tita akan muncul di pintu. Selagi mengira-ngira, Mia tetap duduk tenang memeriksa laporan keuangan Lumiere menjelang akhir bulan.
"Mbak, urgent!" Sesuai perhitungan Mia, pintunya terbuka setelah 13 detik dan muncullah Tita dengan penampilan acak-acakan juga napas terengah.
“Uy?” sahut Mia santai.
“Mbak …, haduh …!”
“Kenapa, sih? Rusuh amat?”
“Pasangan Kham Vred lagi otewe ke sini!”
“Dadakan lagi?” cibir Mia.
Mia tidak bingung dengan kata-kata Tita meski gadis itu mengucapkannya seolah mengeja salah satu menu di restoran Thailand. Jika diucapkan dalam ejaan normal maka akan jadi Pasangan Kámpret.
“He-eh.”
“Dasar, Kham Vred!" gerutu Mia. "Dikira gue nggak ada kerjaan lain selain ngurusin mereka apa?”
“Tapi hari ini, jam ini, Mbak emang nggak ada janji apa-apa.” Tita yang masih ngos-ngosan duduk dengan seenaknya di depan Mia. Tanpa permisi Tita menyambar gelas berisi es jeruk yang terlihat demikian menggoda. Setelah tandas, barulah Tita berbasa-basi. "Abis, Mbak. Gapapa, kan?"
"Santai." Mia tidak keberatan. Toh es jeruk itu bukan miliknya. "Yang punya udah pergi, kok. Kalo kamu nggak minum juga bakal dibuang."
"Eh?" Tita melotot bodoh.
Mia mengedip jail. "Bekas Mamat itu."
"Mbak, ih! Bukannya bilang!" protes Tita sebal.
"Kamu kan baru ngomong setelah abis. Mana aku sempat kasih tau," sahut Mia geli. “Betewe, tau dari mana kalau jam segini aku belum ada janji?”
“Chica, dong! Tita langsung confirm sama Chica, kalau nunggu Mbak mah lama.”
“Euh, cucunguk!” umpat Mia sebal.
*cucunguk = kecoa
“Ayolah, Mbak!" bujuk Tita frustasi. "Masa nggak kasian sama Tita. Itu cewek cerewet banget. Ngerengek terus dari dua hari lalu. Tiap dua jam sekali teleponin Tita. Sampe tadi subuh dia telepon juga. Tita nggak tahan lagi, jadi Tita iyain.”
“Mau apa sih, dia?” tanya Mia malas.
“Mau fitting ulang katanya.” Mengingat fitting pertama pasangan 537 itu membuat Tita bergidik ngeri. Semoga saja hari ini tidak ada drama lainnya.
Mia mencebik sinis. “Emang jadi kawin mereka?”
“Mbak, ih!” rengek Tita memelas. Kalau sampai kliennya gugur lagi, bisa-bisa dia dipasung oleh Erwan.
“Liat sendiri kan gimana sikap cowoknya minggu lalu?”
“Iya, sih.”
“Berdasarkan pengalaman. Yang model kayak kemarin tuh biasanya batal. Kalo tetap nikah juga biasanya nggak lama bakalan cerai. Itu kalo nggak cinta sepihak, ya cinta terpaksa, alias dijodohin.” Demikianlah petuah Mia yang sudah malang melintang di dunia perweddingan lebih dari sepuluh tahun.
“Ah, biarlah!" Tita menggeleng tidak peduli. "Yang penting hari ini lewat dulu.”
“Kamu mau aku ngapain?”
“Rekomendasiin gaun yang sesuai sama tema nikahnya."
“Temanya apa?”
“Fairytale.”
Demi mendengar tema pernikahan yang dipilih pasangan itu, Mia langsung melotot. “What?! Itu nikahan apa ulang tahunan anak-anak?”
“Request ceweknya itu, Mbak.”
“Nggak heran cowoknya ogah-ogahan. Yang mau dinikahin otaknya kurang,” gerutu Mia kejam.
“Mbak, ih!” rengek Tita lagi. Kalau Mia sudah tidak ogah, sulit membujuknya.
Mata Mia tiba-tiba berkilat licik dan seketika ia tersenyum cerah. “Kebetulan Mbak Elle lagi ada di Indo.”
Dan Tita segera tertular. “Kapan dateng?”
“Dua hari yang lalu.”
“Minta Mbak Elle ke sini aja gitu ya?” ujar Tita penuh harap.
Mia langsung mengangguk setuju. “Aku coba ya. Klien modelan Kham Vred itu cocoknya dilumat sama Mbak Elle.”
Secerewet-cerewetnya Tita, sejudes-judesnya Mia, masih lebih segalanya itu Elle. Kalau Elle sudah bicara pada orang yang menyebalkan, tidak ada yang bisa menyelamatkan korbannya dari sakit hati. Namun, sekali Elle menyukai seseorang, sampai kapan juga akan selalu ia dukung dan bela.
Tidak sampai satu jam kemudian, sosok Elle sudah tiba di Lumiere.
"Mbak Elle cintanya Tita!" seru Tita berlari menghampiri begitu Elle menjejakkan kaki di pintu utama Lumiere. Menghambur memeluk Elle tanpa sungkan sama sekali.
Elle tergelak melihat tingkah Tita dan membalas hangat pelukan gadis itu. "Kamu ini nggak juga berubah, Ta!"
"Oh, tentu!" Tita mengurai pelukan mereka sambil memandang kagum pada sosok Elle yang selalu luar biasa cantik. "Tita akan selalu senantiasa setia dan tetap sama hingga akhir masa!"
Elle mencubit gemas kedua belah pipi Tita. "Yang begini ini katanya lagi stres? Siapa yang bakal percaya coba?"
Seketika Tita mencebik. "Kenapa diingetin sih, Mbak?"
Elle hanya terkekeh geli. "Mana Mia?"
"Lagi prepare di ruangan VIP, Mbak."
Elle bersiul. "Yuhu! Kelas kakap rupanya."
"Iya, Mbak. Teri kacang sama tempe kering kayak Tita ini udah nggak kuat ngadepinnya. Sambel cakalang kayak Mbak Mia juga udah angkat tangan. Sup sirip hiu terlalu mahal dibandingin sama kita."
"Kamu ini paling bisa nyeletuk ke mana-mana deh, Ta!" Elle kembali tergelak. Berdekatan dengan Tita memang tidak pernah sepi. Selalu saja ada bahan yang bisa buat orang tergelak.
"Harus dong, Mbak! Biar hidup Tita selalu gemerlapan di tengah kesuraman dunia yang fana ini."
"Ngacomu kronis, Ta." Elle menggeleng geli. "Mana pasangan itu? Belum datang?"
"Kayaknya bentar lagi. Mbak bisa kan turun tangan?" tanya Tita penuh harap sambil mencengkeram tangan Elle kuat-kuat.
Elle berkedip meyakinkan. "Tenang."
Baru saja Tita merasa tenang karena ada back up, matanya menangkap penampakan buruk. "Nah, bencana dateng!"
Namun, dalam sekejap Tita langsung masuk ke mode profesional. Disambutnya Vina yang melenggang masuk dengan angkuh sementara Kaivan yang digelendoti terlihat risih. "Selamat siang pasangan kita yang gorgeous selalu!"
Vina mengibaskan rambut panjangnya dengan sok anggun. "Mbak Tita bisa aja."
"Yuk, masuk! Udah ditunggu!" ujar Tita ceria. Digiringnya pasangan 537 mendekat ke arah Elle yang berdiri mengamati dalam diam. "Hari ini ada seseorang yang spesial loh! Nggak semua pengantin bisa dapat kesempatan sehebat ini."
"Oh, ya? Emang ada siapa, Mbak?" Vina terlihat antusias.
"Yuk, aku kenalin!" Tita langsung menggamit lengan Elle penuh bangga. "Nih, Leonora Axelle Adinata! Perancang busana kelas internasional sekaligus pewaris takhta keluarga Adinata yang terkenal itu."
"Waw! Seriusan, Mbak?" seru Vina terkejut. Sebagai pecinta produk branded, Vina tahu sosok Leonora Axelle Adinata yang rancangannya jika dijual selalu mencapai harga di atas delapan digit. "Elle Adinata?"
"Benar!" Tita bersorak senang. Kena lo!
"Wah! Tapi kenapa Mbak Elle di sini?"
"Kalian pasti nggak tahu kalau semua gaun di sini tuh rancangannya Mbak Elle."
"Really?" Vina semakin tercengang saja.
"Hm." Tita melempar senyum ekstra manis pada Vina yang sudah sangat termakan pancingan ini. Berdasarkan pengalaman, menjual nama Elle saja sudah mampu membungkam kerewelan klien, apalagi menghadirkannya langsung. Dan …, kalau ada yang masih juga bertingkah, maka Elle akan langsung melumat habis di tempat.
Vina menoleh pada Kaivan dan langsung merengek manja. "Mas, pokoknya kita harus nikah pakai rancangan eksklusif dari Mbak Elle."
"Hm," sahut Kaivan tidak peduli.
"Mas?" tuntut Vina.
"Iya, atur aja sesuka kamu."
Kini giliran Elle memainkan peran. "Kita ngobrol di ruangan saya saja!"
Elle memang memiliki ruangan sendiri di Lumiere meski ia bukan pemilik dan hanya datang sesekali saja. Mia sebagai pemilik berkeras menyediakan ruangan khusus bagi Elle. Jika bukan karena bantuan besar Elle di masa lalu, Mia tidak berhasil membangun tempat ini.
Vina terkejut. "Wah! Bukan ruangan yang biasa?"
Tita mengangguk cepat sambil menunjukkan jalan menuju ruangan Elle. "Ini khusus tamu VIP, loh! Buat konsultasi langsung sama Mbak Elle, itu paling sebentar juga harus nunggu empat bulan dulu. Normalnya tujuh sampai sembilan bulan, karena Mbak Elle ini sibuknya nggak kira-kira."
Tidak perlu dijelaskan pun Vina sudah tahu. Oleh karena itu ia sangat ngiler membayangkan akan menikah mengenakan gaun rancangan seorang Elle Adinata.
"Vina dan Kaivan. Saya panggil nama saja tidak masalah, bukan?" ujar Elle ketika mereka sudah duduk berhadapan di dalam.
"Iya, Mbak. Nggak apa-apa," balas Vina cepat.
"Saya sudah dengar dari Tita tentang konsep pernikahan kalian, dan kebetulan saya tertarik. Konsepnya unik."
"Unik atau kekanakan," dengkus Kaivan pelan.
Dalam hati Elle ingin tertawa. Tita apalagi. Setengah mati Tita berusaha memasang wajah serius tapi ramah, sementara hati ingin terbahak.
"Melihat sketsa dekorasinya, saya terpikir untuk merancang gaun khusus untuk Vina. Saya akan buat kamu jadi seperti putri dalam dongeng-dongeng kerajaan. Saya terpikir untuk membuat gaun kamu nanti menonjolkan semua kelebihan yang kamu miliki. Postur keseluruhan kamu tinggi, torso kamu juga, ditambah pinggang yang ramping, ini akan terlihat sempurna dengan model ball gown. Bagian atas akan dibuat dengan detail campuran tujuh permata, bagian bawahnya akan dibuat mengembang sempurna dengan ekor yang panjang. Bagaimana menurut Vina?"
Tita sungguh salut dengan kehebatan Elle. Wanita ini bisa menjabarkan demikian detail padahal semua ucapannya hanya spontanitas belaka.
"Suka, Mbak! Suka banget." Siapa yang tidak akan tersanjung jika diagung-agungkan sedemikian rupa oleh seorang desainer terkenal sekelas Elle Adinata? Vina menoleh antusias ke samping. "Ya kan, Mas?"
"Hm?" Kaivan menoleh terkejut.
"Mas juga suka, kan?" desak Kaivan.
Apa juga yang dia suka? Kaivan kebingungan. Sejak tadi saja ia tidak tahu Elle bicara apa. Kaivan hanya sibuk memainkan ponsel, menonton pacuan kuda online di Hongkong sambil berharap semoga pilihannya menang.
"Mas, ih! Jawab!" tuntut Vina.
"Mbak WO," panggil Kaivan tiba-tiba.
Tita menunjuk dirinya sendiri dengan wajah bingung.
Kaivan mengangguk. "Iya, kamu. Namanya siapa?"
"Tita, Pak," jawabnya semakin bingung.
"Ah, iya!" Kaivan tersenyum manis. Beda sekali dengan ekspresinya saat menatap Vina. "Tita, suka?"
Mendengar suara Kaivan yang lembut dan ramah, Tita merinding. Firasat buruk segera menghinggapi. "Suka apa, Pak?"
Kaivan menunjuk buku sketsa Elle yang sebenarnya masih kosong. "Rancangan tadi."
"Oh!" Tita mengerjap bodoh lalu mengangguk cepat. "Suka, Pak."
"Menurut Tita bagus?" tanya Kaivan lagi.
"Bagus."
Senyum Kaivan semakin dan semakin manis saja. "Cocok dengan konsepnya?"
"Cocok." Tita yang tidak paham arah pembicaraan ini, terus saja mengangguk lugu.
"Kalau begitu saya setuju."
"Kalau begitu lanjut dengan rancangan untuk Kaivan." Elle cepat menanggapi ketika menyadari wajah Vina yang mulai keruh. Elle kembali menjelaskan rancangannya seperti yang tadi dia lakukan untuk Vina. "Bagaimana?"
"Suka banget, Mbak! Mas Kaivan pasti bakal keliatan ganteng banget." Pasti tahulah siapa yang menjawab ini.
Dan lagi-lagi, Kaivan bertanya pada Tita si teri kacang kering tempe. "Tita suka?"
"Eh?" Tita gelagapan.
"Suka nggak?" tanya Kaivan lagi.
Tita menatap Elle, dibalas dengan mengangkat bahu. Tita menatap Vina, dibalas pelototan galak. Tita kembali menatap Kaivan, ada tatapan lembut nan ramah di sana. Akhirnya si teri kacang kering tempe mengangguk terpaksa. "Suka."
"Oke, saya ikut," putus Kaivan puas. Dan seketika meledaklah si sup sirip hiu.
"Mas gimana sih?! Kenapa semua tanya pendapat Mbak Tita?!" protes Vina dongkol.
"Karena Tita WO yang aku sewa untuk mengatur semua urusan pernikahan kita," balas Kaivan super santai super cuek.
"Tapi kan bukan yang berhak ambil keputusan apa yang bagus atau nggak! Tugasnya cuma kasih rekomendasi!"
Si teri kacang kering tempe mulai menciut ketakutan. Kalau tidak ada Elle yang duduk di sebelahnya, mengulurkan tangan lembutnya untuk menenangkan Tita, mungkin gadis itu sudah menandak sambil menjeritkan lagu baby shark du du du du untuk meredam situasi.
"Memang apa salahnya?" tantang Kaivan.
Kaki Tita mulai gatal, begitu juga bokongnya. Lagu baby shark du du du du sudah menggema di kepalanya, memanggil-manggil Tita untuk berjingkrak.
"MAS KAN NIKAHNYA SAMA AKU, BUKAN SAMA MBAK TITA!"
Jeritan Vina sukses membuat Tita melonjak kaget.
"EUSLEUM SIAH MANEH TEH!" u*****n itu meluncur sempurna dari mulut Tita tanpa sempat lagi disensor.
Untuk beberapa detik, Kaivan terpana, Vina semakin membara, dan Elle hampir meledak dalam tawa. Tita? Meringis menyadari kekeliruannya. Salahkan Vina yang menjerit kencang. Tita paling tidak bisa dikejutkan. Latahnya langsung kambuh.
Setelah pulih dari keterkejutan, Kaivan berdiri tenang lalu menatap tajam pada Vina. "Andai bisa, aku lebih memilih menikahi Tita daripada kamu, Vin."
Tita bagai tersambar petir. Petir lokal maksudnya karena jeritan Vina bergemuruh di Lumiere. Gadis itu terus menjerit sambil berlari meninggalkan ruangan Elle untuk mengejar tunangannya.
***