Langkah kaki Lidia terdengar pelan, menyeret letih, ketika ia menaiki tangga menuju lantai atas. Malam itu terasa begitu sunyi; hanya denting jam dinding di lantai bawah yang sesekali terdengar, seakan menghitung setiap detiknya dengan kejam. Setiap pijakan kaki Lidia di anak tangga seperti memantulkan suara berat yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri. Tubuhnya seolah menolak bergerak, menolak menuju kesepian yang menantinya di kamar, namun pikirannya memaksa untuk terus melangkah. Padahal barusan, Roby menatapnya dengan kelembutan yang jarang sekali ia tunjukkan. Nada suaranya begitu tenang ketika berkata, “Saya masih ada pekerjaan sebentar, kamu pergilah ke kamarmu dan istirahatlah lebih dulu.” Seakan-akan semua baik-baik saja, seakan tidak ada apa pun yang harus ia khawatirk

