Lidia berdiri tegak di depan cermin besar yang menempel di dinding kamarnya. Cahaya matahari pagi masuk melalui celah gorden, menyinari permukaan kaca dan membuat pantulan dirinya tampak semakin jelas. Ia merapikan kerah blus putih yang sudah ia setrika, memastikan lipatannya rata, tidak ada kusut sedikit pun. Jemarinya bergerak pelan menyusuri bagian leher, lalu berhenti sejenak, seperti ragu pada sosok yang ia lihat di balik cermin. Rambut hitam sebahunya sudah ia ikat dalam ekor kuda yang tinggi dan rapi—model yang selalu ia pilih untuk menampilkan kesan profesional. Bedak tipis menutup kulit wajahnya yang pucat, eyeliner tipis menajamkan sorot mata, dan lipstik merah gelap melengkapi penampilannya. Dari luar, ia tampak seperti sekretaris yang disiplin, percaya diri, dan terlatih untuk