Arga melangkah gontai memasuki rumahnya. Setiap kali masuk ke rumah, langkahnya terasa berat. Ia merasa tak lagi ada kedamaian di rumahnya sendiri. Matanya dikejutkan dengan sosok Mutia yang tertidur di sofa. Wanita itu kerap menunggunya pulang dan menawarkan berbagai hal yang bisa ia lakukan untuk menyambutnya. Misalnya saja menyiapkan air hangat untuk mandi, menyiapkan makanan, bahkan baju ganti. Arga muak melihatnya. Seandainya ia tak peduli pada perasaan orang tua maupun mertuanya, sudah lama ia ingin melepas Mutia. Ia masih menjaga nama baik keluarga. Apalagi perusahaannya juga terikat perjanjian bisnis dengan perusahaan milik ayah mertuanya. Mutia mengerjap dan perlahan membuka mata. Ia melihat Arga yang berdiri mematung di hadapannya. Tatapan laki-laki itu tak lagi punya makna.

