Part 7

1520 Kata
"Kalian mau pergi kemana?" tanya salah satu pemuda yang sudah berdiri dan menghunus sebilah pisau, Azkia dan Arvin berhenti dan berbalik dan sepersekian detik kemudian berlari menuju ka arah Arvin dan berniat menusuk Arvin. Azkia terkejut begitu juga Arvin, ia tidak ada persiapan untuk menghindar dan kemudian Azkia reflek mendorong Arvin agar tak tertusuk tapi malang, Azkia malah yang tertusuk perutnya. Pemuda yang menusuk Azkia terkejut karena tujuannya adalah Arvin, pria yang menghajarnya dan mengalahkan teman temannya, ia berbalik dan mengajak teman temannya pergi. Arvin yang didorong Azkia terjerembab ke aspal karena Azkia mendorongnya cukup kuat, saat ia bangkit ia melihat Azkia sudah terbaring di aspal dengan pisau menancap di perutnya. "Ya Tuhan Azkia!" Arvin berlutut disamping Azkia yang sudah pingsan dan menatap pisau di perut Azkia dan darah mengalir deras dari perut Azkia. Arvin tidak mungkin membawa Azkia dalam keadaan itu, ia takut malah memperparah keadaan Azkia. Arvin dengan cepat menghubungi ambulan untuk membawa Azkia ke rumah sakit terdekat untuk ditangani. ~~~ ~~~ Arvin berjalan mondar mandir di depan ruang operasi, sudah hampir dua jam operasi dilakukan tapi belum selesai juga, jam sudah menunjukkan pukul empat pagi. Arvin berharap Azkia bisa selamat, ia melihat sendiri bagaimana pisau itu menancap dalam di perut Azkia dan mungkin menusuk organ vital gadis itu. Arvin tidak habis pikir kenapa Azkia melakukan itu, mereka hanya relasi bisnis karena ia dan Elisa adalah klien wedding organizer Azkia. seharusnya Azkia membiarkan dirinya yang tertusuk tapi kenapa gadis itu mendorongnya dengan resiko dirinya yang tertusuk. Jika Azkia tidak bisa bertahan Arvin akan merasa sangat bersalah, karena dirinya Azkia terluka. Malam tadi memang Arvin pulang sangat terlambat karena ia harus memeriksa laporan keuangan dari beberapa restoran yang ia miliki hingga tengah malam ia baru selesai, ia puas dengan kemajuan dari beberapa restoran yang ia miliki. Arvin kemudian duduk di bangku tunggu yang ada di depan ruang operasi, operasi masih berlangsung walau sudah hampir tiga jam ia menunggu, matanya berat dan sangat mengantuk karena ia kelelahan setelah lembur di restoran kemudian berkelahi dengan tiga pemuda yang mengganggu Azkia. Ia rebahkan tubuhnya di bangku tunggu tersebut dan tak menunggu waktu lama Arvin pun tertidur. Arvin membuka matanya saat seseorang membangunkannya. "Pak... bangun..." Arvin membuka matanya dan melihat seorang perawat berdiri didekatnya, Arvin kemudian bangun dan duduk, ia melihat lampu ruang operasi sudah padam itu berarti operasi Azkia sudah selesai. "Operasinya sudah selesai suster?" tanya Arvin. "Sudah pak, bisa ikut saya ke ruang administrasi." "Tentu," Arvin berdiri dan mengikuti langkah perawat. "Bagaimana keadaan pasien sus? dia baik baik saja kan? tidak ada yang serius?" tanya Arvin. "Bapak tenang dulu, nona itu tertusuk cukup dalam dan pisaunya juga menusuk organ dalamnya, jadi operasi berjalan sangat sulit, operasi berjalan lancar hanya saja kita masih harus menunggu lagi." "Menunggu lagi, maksudnya?" "Maksudnya nona itu masih dalam pengaruh obat bius, jika obat bius habis dia akan sadar, tapi jika tidak..." "Jika tidak apa sus?" tanya Arvon khawatir. "Kita menunggu lagi sampai ia sadar pak, dan itu berarti nona itu akan koma." "Koma!?" "benar pak, jadi tolong bantu dengan doa ya pak, semoga pasien segera sadar dan melalui masa kritisnya. pasien masih ada di ruang ICU untuk observasi dan jika memang sudah sadar akan dipindahkan ke ruang rawat." Arvin menghela nafas, tak menyangka keadaan aka sangat serius seperti ini, ia mengikuti perawat dan menyelesaikan administrasi. karena dalam keadaan darurat jadi terpaksa Arvin yang tanda tangan semuanya, ia juga tidak tahu dimana keluarga Azkia apalagi Azkia tidak membawa ponselnya sehingga Arvin kesulitan mencari kontak keluarganya. Mungkin nanti Arvin akan menghubungi Adinda yang merupakan teman Azkia, Arvin memutuskan untuk pulang terlebih dahulu ke rumahnya, Arvin tinggal bersama kedua orangtuanya, Arvin adalah anak tunggal dari bapak Iman Ravardhan dan ibu Oktavia Indah. Bapak Iman adalah seorang pengusaha di bidang peternakan dimana ia memiliki peternakan di beberapa kota di Indonesia dan sering keluar kota untuk memeriksa peternakannya tersebut sedangkan ibu Oktavia adalah seorang pengusaha butik besar di Jakarta, butiknya lah yang menangani pakaian pengantin putranya Arvin dan Elisa. Arvin keluar dari rumah sakit dan meninggalkan nomor ponselnya pada petugas jaga ICU dan meminta untuk dihubungi jika Azkia sudah sadar, Ia tahu ia berhutang nyawa pada Azkia dan yang harus ia lakukan adalah memastikan Azkia sadar dan selamat. Arvin melajukan mobilnya di jalanan ibukota yang mulai ramai karena jam sudah menunjukkan pukul enam pagi, para pekerja sudah mulai berangkat ke tempat aktivitas sedangkan dirinya baru saja pulang. Arvin membelokkan mobilnya ke sebuah rumah besar bercat putih tingkat dua dengan halaman yang luas juga pagar tinggi menjulang, ia hentikan mobilnya di depan gerbang dan menekan klakson, seorang security kemudian membuka pagar lebar agar mobil Arvin bisa masuk. Arvin memarkirkan mobilnya di samping mobil mama dan papanya kemudian keluar dari mobil, ia berjalan gontai masuk dalam rumah. Ia melewati ruang makan menuju tangga yang naik ke lantai dua dimana kamarnya berada, Arvin melihat mama dan papanya sudah berada di ruang makan. "Ar... kamu pulang pagi? menginap di rumah Elisa?" tanya pak Iman membuat Arvin yang akan menaiki tangga menghentikan langkahnya dan berbalik. "Maksud papa apa?" "Jangan marah papa hanya bertanya sayang," ucap bu Oktavia. "Papa dan mama kan tahu kami tidak akan melakukan hal itu sebelum menikah, itu prinsip yang kakek dan nenek ajarkan pada Arvin, yang diajarkan juga pada papa kan?" "Iya memang, tapi kamu dari mana saja baru pulang jam segini? lembur atau?" "Ceritanya panjang ma, pa, tapi semua tidak ada hubungannya dengan Elisa, Arvin istirahat dulu karena Arvin lelah dan mengantuk, nanti Arvin ceritakan semuanya pada mama dan papa." "Oke, papa yakin kamu masih memegang prinsip yang diajarkan nenek dan kakek, istirahatlah, nanti kita bicara lagi," jawab pak Iman, Arvin mengangguk dan berbalik kemudian menaiki tangga menuju kamarnya. Arvin masuk dalam kamarnya dan segera menghempaskan tubuhnya di ranjang king size miliknya dengan sprei warna krem, tak menunggu waktu lama Arvin segera terlelap tidur. Arvin menggeliat saat bunyi nada dering ponselnya mengganggu tidurnya, tapi ponselnya terus saja berbunyi membuat Arvin terbangun. Ia membuka matanya, Arvin melihat jam dinding kamarnya yang sudah menunjukkan angka dua belas membuatnya segera terduduk. Ternyata ia sudah cukup lama tidur, ia raih ponselnya berharap ada berita baik dari rumah sakit tapi ternyata itu adalah telepon dari Elisa. Arvin segera menjawab telepon dari tunangannya itu, gadis yang sangat ia cintai. "Halo honey." "Sayang, kamu dimana? kenapa aku telepon dari tadi tidak kamu jawab?" "I'm sorry honey, aku sedang tidur dan baru bangun?" "What?! baru bangun? Ar kenapa jam begini baru bangun? kamu sakit?" "Tidak honey, hanya saja semalam aku lembur sampai pagi dan baru pulang jam enam pagi jadi aku langsung istirahat sesampainya di rumah." "Oh begitu, aku ada di restoran kamu mau ajak lunch tapi kamu masih istirahat." "Kamu lunch sendiri dulu ya honey, aku masih sangat lelah, bagaimana jika tonight? dinner?" "mmm... okay sayang." "Good, nanti aku jemput ya?" "Sure, see you, Love you." "I love you too." Arvin mengakhiri sambungan teleponnya dan memeriksa panggilan masuk berharap ada telepon dari rumah sakit tapi nihil, itu berarti Azkia masih koma. Ia menghela nafas dalam, tidak menyangka keinginannya menolong gadis yang diganggu tiga pemuda mabuk berakhir dengan penusukan. Ia sangat berharap Azkia akan baik baik saja dan segera sadar, ada beban berat dihatinya karena dirinya lah Azkia jadi tertusuk dan koma, apa yang harus ia katakan pada keluarga Azkia nanti jika mereka bertanya tentang apa yang menimpa Azkia. Arvin ingat harus menghubungi Adinda dan mengatakan keadaan Azkia juga minta kontak orangtua Azkia untuk memberitahu apa yang terjadi pada Azkia, Arvin yakin jika kedua orangtua Azkia pasti akan marah padanya tapi itu adalah hal yang harus ia tanggung karena memang Azkia melakukan itu untuk menyelamatkan dirinya. Arvin kemudian beranjak dari ranjang dan menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri, setelah selesai mandi, Arvin kemudian memakai pakaian casual, hari ini ia tidak akan ke restoran, ia akan ke wedding organizer menemui Adinda, sangat tidak sopan jika memberikan kabar tentang Azkia pada Adinda melalui telepon jadi Arvin akan menemui Adinda secara langsung. Arvin kemudian turun dari kamarnya dan menuju ruang makan, rumah sudah terlihat sepi, tentu keduanya sudah berangkat ke tempat aktivitas masing masing. ia meminta ART menyiapkan makan siang untuknya, Arvin makan siang dengan pikiran bergejolak, memilih kata kata untuk menjelaskan pada Adinda tentang keadaan Azkia. Setelah selesai makan siang, Arvin keluar dari rumah dan menuju mobilnya, ia masuk mobil dan menyalakan mesin mobil lalu meminta security membuka pintu gerbang. Pintu gerbang terbuka dan Arvin segera melajukan mobilnya keluar dari rumah dan menjalankannya dengan kecepatan tinggi menuju gedung wedding organizer milik Azkia dan Adinda, dalam waktu satu setengah jam mobil Arvin sudah berbelok ke area gedung wedding organizer dan memarkirkannya. Arvin turun dari mobil dan bergegas masuk dalam gedung, ia mendekati front office. "Selamat siang," sapa Arvin pada petugas front office. "Selamat siang, pak Arvin?" "Iya, Adinda nya ada?" "Bu Adinda ada di ruangannya, tapi bu Azkia belum datang." "Saya tahu, saya ingin menemui Adinda, apakah dia sedang bersama klien?" "Tidak pak, silahkan," ucap front office mempersilahkan Arvin menuju ruang kerja Adinda, Arvin kemudian berjalan meninggalkan front office dan berjalan menuju ruangan Adinda, ia mengetuk pintu, suara Adinda mempersilahkannya masuk. Arvin memutar handle pintu dan membuka ruangan Adinda. "Selamat siang." "Pak Arvin?" Adinda terkejut melihat kedatangan Arvin yang tiba tiba. Lynagabrielangga.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN