"Tapi aku menginginkannya sayang," Elisa kembali duduk di pangkuan Arvin, dan tangannya bergerilya membuka kancing kemeja Arvin tapi tangannya dihentikan oleh Arvin.
"Honey, aku menghormati kamu sebagai seorang wanita, come on jangan seperti ini," ucap Arvin meminta Elisa kembali duduk disamping, wajah Elisa terlihat marah tapi ia tidak bisa berbuat apa apa.
"Kenapa sih kamu harus berprinsip seperti itu? kita akan menikah tiga bulan lagi, sama saja kita melakukannya sekarang atau nanti," gerutu Elisa.
"Kamu jangan marah sayang, hanya menunggu tiga bulan lagi, lalu kita bisa melakukannya sesuka hati," jawab Arvin, "baiklah, aku pulang ya, kamu istirahat," Arvin berdiri dan mengecup kening Elisa, ia kemudian berdiri dan berjalan keluar dari apartemen Elisa meninggalkan Elisa yang masih marah dan kecewa dengan keputusan Arvin yang masih memiliki prinsip s*x after married.
Dijaman sekarang semua itu dianggap sangat kolot, dan ia malu mengakui pada teman temannya jika ia dan Arvin belum pernah melakukan hubungan intim. akan sangat memalukan baginya jika mengatakan hal itu, teman temannya pasti akan mencibirnya.
Sedangkan Arvin sudah ada dalam lift, Ia akui dirinya tadi terlena dan hampir melakukan hubungan intim dengan Elisa tapi untungnya ia segera sadar. Arvin menghormati Elisa dan tak ingin menghancurkan kehormatan tunangan yang sangat ia cintai itu, Arvin keluar dari lobby an menuju mobilnya.
Arvin melajukan mobilnya di jalanan ibukota, bukan mengarah ke jalan pulang tapi menuju rumah sakit dimana Azkia dirawat. Walau Elisa melarangnya tapi ia tidak bisa begitu saja lepas tangan, ia harus tetap ke rumah sakit melihat keadaan Azkia.
~~~
~~~
Arvin berjalan di lorong rumah sakit menuju ruang ICU, di depan ruang ICU Arvin melihat Adinda masih duduk disana dan memainkan ponselnya, Arvin mendekati Adinda dan duduk disamping gadis itu.
"Bagaimana keadaan Azkia, ada perkembangan?" tanya Arvin membuat Adinda terkejut.
Adinda kemudian menggelengkan kepalanya perlahan, ia melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Lebih baik kamu pulang istirahat," ucap Arvin memberikan saran.
"Tapi Azkia tidak ada yang menjaga pak Arvin, bapak jangan, bapak juga besok harus kerja kan?"
Arvin tersenyum, "Saya sudah meminta rumah sakit menyiapkan perawat khusus untuk menjaga Azkia dengan biaya tambahan, jadi jika ada perkembangan pada kondisi Azkia, perawat akan menghubungiku," jawab Arvin.
"Baiklah saya akan akan pulang dan akan kembali kesini besok pagi."
"Jangan pagi, apakah kamu tidak ada pekerjaan di wedding organizer? Azkia pasti tidak suka jika pekerjaan di Wo terbengkalai."
Adinda berpikir sejenak, memang benar apa yang dikatakan Arvin, Azkia pasti tidak suka pekerjaan di WO terbengkalai karena ia malah ada di rumah sakit, banyak klien yang harus ia hadapi.
"Baiklah, saya akan datang saat pulang kantor," jawab Adinda.
Adinda dan Arvin kemudian berdiri dan meninggalkan ruang ICU, Arvin juga harus pulang karena orangtuanya sudah menunggu untuk mendengar penjelasan kenapa ia pulang pagi kemarin.
~~~
~~~
Arvin berjalan masuk dalam rumah dan seperti yang ia duga, mama dan papanya sudah menunggu dirinya di ruang keluarga padahal jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
"Akhirnya kamu pulang Ar, ayo sini," pinta bu Oktavia agar Arvin duduk di dekatnya.
Arvin kemudian mendekati kdua orangtuanya dan duduk di samping mamanya yang berhadapan dengan papanya pak Iman.
"Papa dan mama menunggu Arvin?"
"Bisa dibilang begitu, mama dan papa juga baru pulang satu jam yang lalu," ucap pak Imam.
"Mama dan papa ingin mendengar penjelasan Arvin tentang kenapa Arvin pulang pagi kan?"
"Iya, seperti yang kamu janjikan tadi pagi nak, ada apa sebenarnya?" tanya bu Oktavia.
"Begini ma, sebenarnya Arvin pulang tengah malam karena harus memeriksa laporan keuangan dari beberapa restoran Arvin tapi saat pulang Arvin melihat ada seorang gadis yang diganggu oleh pemuda mabuk, lalu Arvin menolong gadis itu, sangat kebetulan sekali gadis itu adalah pemilik WO dimana aku dan Elisa menyerahkan perencanaan pernikahan kami. tapi salah satu pemuda berusaha menusuk Arvin pa, ma," ucap Arvin.
"Apa?! menusuk kamu? tapi kamu tidak apa apa kan Ar?" tanya mama Arvin dengan wajah khawatir.
"Untungnya Arvin tidak apa apa ma, tapi malangnya gadis itu yang tertusuk perutnya."
"Apa? dia tertusuk? bukannya pemuda itu mau menusuk kamu nak?" tanya pak Imam.
"Azkia mendorongku ke samping pa sehingga dia yang tertusuk perutnya," jawab Arvin dengan wajah sendu.
"Astaga, masih ada di dunia ini orang baik yang mengorbankan diri untuk orang lain, tapi dia tidak apa apa kan Ar?"
Arvin menghela nafas panjang, "dia kritis dan koma pa, ma," jawab Arvin.
"Kritis?"
"Koma?"
"Benar ma, pa, jadi semalam dia di operasi selama tiga jam lebih dan selesai pagi hari dan aku menunggu sampai operasi selesai, Azkia masih dalam ruang ICU sekarang karena belum sadar."
"Apa yang kamu lakukan itu sudah benar sayang, sebagai pria sejati harus tahu balas budi. lalu keluarganya? apakah mereka marah kepadamu?" tanya bu Oktavia.
"Itu..."
"Kenapa Ar?"
"Orangtuanya di Yogya ma, dan sahabat Azkia memutuskan tidak menghubungi mereka terlebih dahulu sebelum Azkia sadar."
"Kenapa begitu Ar?"
"Entahlah apa yang mendasari Adinda melakukan itu tapi Arvin juga hanya bisa mengikuti saja karena dia yang paling paham tentang Azkia dan kelurganya."
"Ya sudah Ar, kamu istirahat, mama dan papa juga akan menjenguknya besok atau lusa."
"Tapi Azkia belum sadar ma."
"Tidak apa apa, dia sudah menyelamatkan putra mama jadi mama juga ingin melihat keadaannya."
Arvin tersenyum, ia senang mama dan papanya care pada Azkia yang sudah menyelamatkan nyawanya, sikap berbeda dari yang ditunjukan oleh Elisa dan melarang Arvin menjenguk Azkia. Arvin merasa Elisa tidak memiliki rasa empati pada Azkia yang sedang berjuang antara hidup dan mati.
"Baiklah ma, ma, Arvin naik dulu dan istirahat."
"Iya, mama dan papa juga mau istirahat, sudah larut."
Oooo---oooO
Arvin dan kedua oangtuanya berjalan memasuki lobby rumah sakit dan menuju ruang ICU dimana Azkia dirawat, hari ini adalah weekend, pak Iman dan bu Oktavia ingin menjenguk Azkia walau Azkia belum sadar.
Arvin yakin Adinda pasti sudah ada di rumah sakit, tapi saat hampir sampai di ruang ICU, Arvin heran kenapa Adinda tidak ada di depan ICU, ia bepikir mungkin Adinda masih ada di jalan. Arvin melihat ke dalam ICU dari kaca tapi ia terkejut karena ruang ICU sudah kosong, Arvin sudah berpikir yang tidak tidak dan mengira terjadi sesuatu pada Azkia.
"Ar, mana Azkianya? kenapa ICU kosong?" tanya bu Oktavia.
"Arvin tidak tahu pa, jangan jangan..." expresi wajah Arvin tidak dapat diartikan antara bingung, sedih dan menyesal.
"Jangan berprasangka buruk dulu Ar, kita tanya pada perawat."
"Iya benar pa, kenapa Arvin tidak berpikir kesana," Arvin kemudian mengeluarkan ponselnya dan akan menghubungi perawat yang ia minta menjaga Azkia, tapi sebelum ia mendial nomor perawat, ponselnya berdering dan sebuah panggilan dari Adinda ada di layar ponselnya. Arvin segera menjawab panggilan dari Adinda.
"Halo Adinda... Kamu dimana? kamu tidak ke rumah sakit? ini Azkia..."
"Maaf pak saya terlambat menghubungi bapak."
"maksud kamu apa? apa yang terjadi pada Azkia, jangan katakan dia..."
"Pak Arvin tenang, Alhamdulillah Kia sudah sadar pak dari koma dan melalui masa kritisnya, ia sudah dipindahkan ke ruang rawat pak."
Wajah Arvin yang awalnya khawatir berubah lega.
"Syukurlah kalau begitu, di ruang mana Azkia di rawat?"
"Ruang Tulip pak, ruang VVIP lantai tiga."
"Baiklah, saya akan kesana," jawab Arvin kemudian mengakhiri sambungan teleponnya dan berbalik menghadap pada mama dan papanya.
"Bagaimana Ar?" tanya bu Oktavia.
"Syukurlah Azkia sudah sadar ma, pa. Dia sudah dipindahkan ke ruang rawat VVIP di lantai tiga, ayo kita kesana."
"Syukurlah kalau dia sudah sadar dan meleawati masa kritisnya, kita bisa tenang juga ya pa," ucap bu Oktavia lagi.
Arvin dan kedua orangtuanya kemudian berjalan meninggalkan ruang ICU dan menuju lift untuk naik ke lantai tiga dimana ruang rawat Tulip berada, ruang rawat inap Tulip berada di ujung lorong. Memang Arvin sudah berpesan pada perawat yang menjaga Azkia jika Azkia sadar dan dipindahkan ke ruang rawat harus ruang rawat VVIP.
Arvin memutar handle pintu dan membuka pintu ruang rawat, yang pertama ia lihat adalah Azkia yang sedang duduk bersandar di ujung brankar dan Adinda yang duduk di kursi yang ada di samping brankar. tampak wajah terkejut Azkia saat melihat Arvin masuk dalam ruang rawatnya, di belakang Arvin ada sepasang pria dan wanita paruh baya.
Arvin dan kedua orangtuanya berjalan mendekati Azkia, Azkia menatap Adinda dan mengisyaratkan pertanyaan siapa orang yang bersama Arvin, Adinda hanya mengendikkan bahunya.
"Saya senang kamu sudah sadar," ucap Arvin.
"Terima kasih pak Arvin sudah membawa saya ke rumah sakit," ucap Azkia.
"Oh ya ini kedua orangtua aku ingin menjenguk kamu."
Azkia tersenyum dan mengangguk pada pak Iman dan bu Oktavia.
"Terima kasih sudah menjenguk saya," ucap Azkia lagi.
"Kami sebagai orangtua Arvin lah yang harus berterima kasih kepada kamu Azkia, karena kamu sudah menyelamatkan nyawa Arvin, entah apa yang terjadi jika dia yang tertusuk," jawab bu Oktavia.
Arvin membawa kedua orangtuanya duduk di sofa set ruang rawat VVIP tersebut, "apa perut kamu terasa sakit?" tanya Arvin.
"Lumayan pak," jawab Azkia.
"Jangan banyak bergerak kalau begitu."
Azkia mengangguk.
"Kapan Azkia boleh pulang?" tanya pak Iman.
"Beberapa hari lagi pak, masih harus observasi dulu," jawab Adinda.
"Oh begitu."
"Azkia dan Adinda tingal bersama di satu apartemen?" tanya bu Oktavia.
"Tidak bu, saya tinggal bersama kedua orangtua saya, Azkia tinggal di apartemen sendiri," jawab Adinda.
"Lalu nanti kalau diperbolehkan pulang bagaimana? pasti akan kesulitan sendirian, oh ya Azkia sudah menghubungi keluarga kalau Azkia dalam keadaan seperti ini?"
Azkia saling pandang dengan Adinda, ia tahu Adinda belum menghubungi keluarganya dan itu memang prinsipnya, tidak ingin membuat kedua orangtuanya khawatir.
Lynagabielangga.