“Ayo, a ….” Anggita membuka mulutnya, menuntun Aluna membuka mulut untuk disuapi olehnya. Aluna pun hanya bisa pasrah. Aluna mengunyah dengan pelan. Ia tengah memikirkan Kaivan. Setelah menelan kunyahan makanannya, ia pun mencoba bicara dengan sang ibu mertua. “Bu, ini bukan salah Kaivan,” kata Aluna. “Ya, ibu tahu. Tapi tetap saja dia harus bertanggung jawab karena kau istrinya. Soal ibu yang menamparnya, ibu kebablasan,” jawab Anggita santai seperti tak merasa bersalah sama sekali. Aluna hanya diam. Ia bingung, tak mengerti bagaimana sifat asli ibu mertuanya itu. Melihatnya bicara seperti tak terjadi apa-apa padahal Kaivan sampai pergi karena ia tampar seakan menunjukkan bahwa ia sangat egois. Anggita memperhatikan Aluna dan tersenyum tipis. “Kau mengkhawatirkannya?” Aluna terse

