POV Nina Sambil berjalan, aku sesekali menoleh memandang suamiku, merasa senang ia melakukan sejauh ini agar bisa bersamaku. Ah, aku terharu. Om Satria mengernyit heran. "Kenapa?" "Gak papa. Aku ingin bilang, aku gak percaya. Aku kira, Mas hanya ingin permainin aku aja," kataku terus terang. Ia sedikit mendelik, tangannya menjentik keningku. "Astagaa, pikiran adik jelek sekali." "He he." Aku tertawa kecil, lantas menggaruk rambut yang tak gatal. "Sekarang aku percaya kesungguhan Mas." Ya walau ia belum menikahiku. Tapi sikapnya di hadapan ibu tadi membuatku percaya. "Mengecewakan menyadari adik tidak mau pernah mempercayai Mas," katanya sedikit kesal, duduk di kursi panjang lalu memesan dua pecal satunya pedas satunya lagi tidak juga segelas s**u hangat dan es teh. "Sekarang, aku

