Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam namun Ara masih terjaga. Menatap langit kamar kemudian berguling ke kanan dan ke kiri mencoba memejamkan mata namun tetap saja, ia tak mampu terbang ke alam mimpi. Ia masih memikirkan kejadian tadi siang juga kejadian dimana Saska memukul Tian. Padahal seharusnya Tian yang memukulnya karena berani mempermainkan perasaannya. Tunggu! Perasaan? Seketika Ara menutup wajahnya dengan bantal. Tidak ada perasaan antar keduanya. Bahkan pertemuannya pun hanya kesalahan. Kenapa ia sampai berpikir tentang perasaan? Semakin memikirkannya justru membuat kepalanya terasa berat. Membuang bantal yang sebelumnya ia gunakan menutup wajah kemudian menegakkan punggungnya, diraihnya segelas air putih di atas nakas. Glek … glek … Akhirnya tenggorokannya mendapat