Badanku seketika membeku begitu mendapat pertanyaan menohok dari Mas Alan. Aku langsung menunduk, tak berani membalas. Aku sudah siap jika dimarahi habis-habisan. Tiba-tiba saja, Mas Alan malah berdiri. Dia berjalan keluar dan berada di teras selama beberapa menit. Aku sendiri masih bergeming di tempat. “Vin ...” Mas Alan memanggilku. Dia kini berdiri di dekat pintu teras. “A-apa?” “Sini.” Aku mengangguk, lalu berjalan menghampirinya. Aku terus menunduk, bahkan setelah berdiri tepat di depannya. Aku masih takut dengan tatapan tajamnya yang seolah lebih tajam dari belati. Katakan aku berlebihan, tetapi itulah yang kurasakan. “Maju lagi.” “Mau ap—“ aku tersentak ketika Mas Alan tiba-tiba memelukku erat. Bahkan sangat erat. “M-mas?” “Ternyata istilah Kucing Garong enggak terlalu buruk