Aku tetap bersikeras tidur terpisah, tetapi aku mau tinggal bersama. Ini sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Mas Alan pun setuju, jadi sudah tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi. “Sayang, waktu itu kamu taruh vitaminku di mana, ya?” Aku menoleh dengan tatapan tajam. “Siapa sayang? Enggak ada sayang-sayangan!” “Itu spontan, Vin, karena udah kebiasaan.” Aku mencibir pelan. Setelah selesai makan malam bersama, aku makan es krim yang dibeli tadi siang. Kini, aku duduk di sofa depan jendela dan menatap kosong keluar. “Oh, ini.” Mas Alan sepertinya sudah menemukan apa yang dia cari. Ketika dia mendekat dan duduk di sebelahku, aku langsung bergeser. “Vin, kamu keterlaluan kalau terlalu menghindar begitu.” “Suka-suka sayalah!” Mas Alan menatapku lurus, tetapi tak kugubris. Aku ter