Back to Vina’s POV “Jadi di saat aku enggak sengaja balas mantan, kamu boleh marah. Terus di saat kamu jelas-jelas nunjukin keakraban sama cinta pertamamu, aku enggak boleh marah. Gitu, Vin?” Aku terdiam, tidak tahu harus membalas apa. Belum ada setengah hari aku dan Mas Alan berdamai, bau-bau baku hantam sudah kembali tercium. Luar biasa, memang. “E-enggak gitu, Mas. Barusan kan aku cuma nyapa. Iya, cuma nyapa aja.” “Nyapa bisa sekedarnya, kan? Kamu malah berasa lagi reuni. Banyak hal kamu tanyakan tanpa canggung.” “Ya tapi kan—“ “Mau pembelaan apa?” Aku menunduk. “Enggak jadi. Ya udah, aku siap dimarahi.” Aku sedang tidak mau berdebat. Mood yang sudah membaik, tidak ingin kurusak. Pasalnya, ketika sedang badmood, tenagaku seolah cepat habis. Rasanya apes sekali. Baru satu har