5

3645 Kata
"Hati-hati di jalannya, ya." Lia mewanti anak-anaknya. Nakyta dan Nabilla mengangguk paham, menatap Lia yang berdiri di luar pintu mobil kursi penumpang depan. Orangtua Nabilla tidak jadi ikut pulang ke Bandung karena masih ada urusan yang belum selesai, jadi akhirnya memilih untuk menetap beberapa hari dan menitipkan Bani untuk pulang terlebih dahulu. "Bani jangan rewel di sana, ya. Jangan nakal, lusa mamah sama ayah pulang, sekarang Bani duluan pulang besok 'kan sekolah. Ada Abang sama kakak Nab, ada Kak Kyky juga." lanjut Lia menatap Bani yang duduk di samping kemudi. Bani hanya mengangguk dengan cengiran dan kembali fokus bermain mainan robot yang dibawanya dari rumah. "Berangkat dulu ya bu" pamit Nakyta. "Iya. Titip anak-anak Ibu ya, Ky. Hati-hati." "Bye bye mamah." pamit Bani sambil melambai-lambaikan tangannya. Mobil yang ditumpangi mereka pun melaju menuju Bandung. Setelah dua hari di Cibubur akhirnya mereka kembali ke rumah. Acara kumpul keluarga pun berjalan dengan lancar, walau tanpa dihadiri oleh Nakyta, Nabilla dan Fariz. Karena mereka bertiga mengunci diri di kamar dan tidur. Bahkan yang lebih membuat Nabilla heran adalah Fariz yang ikut tidur dengan mereka berdua. Flashback "Bang keluar dong ngapain sih disini? Ini 'kan kamar gua." Nabilla kesal melihat abangnya yang sudah selonjoran di sofa pink kecil dengan handphone dan earphone yang menempel di telinga. "Bang." Nabilla mendekati kakaknya dan menarik-narik lengan kaos yang dikenakan Fariz, meminta Fariz untuk pergi keluar kamar. Nakyta yang tengah duduk di atas kasur pun hanya diam melirik kedua kakak adik itu dengan perasaan was was karena ada Fariz di dekatnya. Takut jika Fariz akan nekat mrlakukan sesuatu dihadapan Nabilla dan hal yang selalu disembunyikan Nakyta akan terbongkar. Diluar kamar terdengar obrolan yang saling bersahutan dan bila didengarkan sudah pasti terdapat lebih dari sepuluh orang. Kumpul keluarga sudah pasti sedang dimulai. Kesal karena tidak mendapat respon dari kakaknya Nabilla langsung melepaskan earphone yang menempel di telinga kakaknya itu membuat Fariz langsung menatap Nabilla tajam. Mata coklat itu menatap Nabilla seperti elang yang tengah mentargetkan suatu mangsanya hingga membuat Nabilla ketakutan. Namun rasa takut itu terkalahkan dengan rasa ingin mengusir Fariz dari kamarnya. Akhirnya Nabilla memilih menatap balik Fariz dengan melototinya, berharap itu akan mempan. Fariz hanya mendengus lalu kembali bermain game dalam handphonenya namun membiarkan earphone itu tergeletak di samping lehernya. Tatapan Nabilla tidak akan mempan padanya. "Bang, lu nggak akan keluar? Bang, nanti mamah nanyain kenapa anak-anaknya nggak gabung kumpul keluarga. Kenapa lu setiap ada kumpul keluarga sukanya kabur atau ngumpet kayak sekarang? Lu nggak pernah sakali pun ikut kumpul. Paling lebaran itu juga cuman nongol doang." Cerocos Nabilla yang membuat Nakyta tersenyum simpul. Apa Nabilla tidak mengaca pada dirinya sendiri bahwa kelakuannya juga sama dengan abangnya. Jarang ikut kumpul keluarga bahkan sekarang ia pun sama malah mengunci diri di kamar. "Nab? Ky?" Sebuah gedoran pintu dan panggilan membuat Nakyta dan Nabilla panik. Nabilla menempelkan telunjuk di bibirnya menyuruh Nakyta dan Fariz untuk tidak bersuara. "Kayaknya tidur. Fariz juga kemana nggak ada." ucap orang itu lagi dan tak lama tidak ada lagi suara dan ketukan pintu. "Bang, lu mau keluar nggak?" Tanya Nabilla dengan suara tertekan seperti menahan kesal. "Bang, lu mau ikut kumpul nggak?" kini Nabilla malah merengek membuat Nakyta hanya menggeleng kepala melihat kelakuan sahabatnya yang aneh. "Males." jawab Fariz akhirnya mengeluarkan suara. Tangan Fariz mulai mematikan handphone, menyimpannya di samping lalu membalikkan tubuhnya menghadap sandaran kursi dan memejamkan matanya untuk tidur. Nabilla hanya menghela napas pasrah lalu merangkak menaiki kasur untuk kembali curhat kepada Nakyta tentang pacarnya sampai tidak sadar jika mereka tertidur. Tidak menyadari jika Fariz daritadi mendengar semua pembicaraan kedua gadis itu dan kembali menyusul mereka berdua untuk tidur sampai selesainya acara keluarga. - - - Kini mobil mereka sudah memasuki kawasan jalan Tol Cipularang. Nabilla yang diapit oleh Nakyta dan Fariz tengah asyik dengan game yang berada dalam tablet sedangkan Fariz dan Nakyta tengah menikmati lagu dengan menggunakan earphone masing-masing, pastinya sambil memandang keluar kaca jendela mobil. Melihat pemandangan sunset ditengah kepadatan rumah penduduk. Langit berwarna jingga membuat mata siapa saja yang memandangnya pun terasa nyaman dan enggan untuk mengalihkan pandangannya. Langit sudah berubah warna menjadi gelap. Bintang pun mulai bermunculan. Jalan tol yang sedikit macet hingga membuat Nabilla selalu menguap sambil menyenderkan kepalanya di bahu Nakyta dengan manja. Tangannya kini berganti bermain handphone melihat akun sosmed nya yang banyak dengan folowers dan komenan. Waktu sudah menujukkan pukul delapan namun mobil mereka masih berada di tengah-tengah jalan tol. Masih panjang perjalanan untuk mereka sampai, dan juga karena terpotong waktu untuk beristirahat dan sholat mereka mungkin akan sampai di Bandung lebih lama dari biasanya. Nabilla langsung duduk tegak hingga membuat Nakyta menoleh menatap Nabilla. Dengan perlahan Nabilla lalu berdiri di kursi dengan badan membungkuk dan mulai memindahkan diri ke kursi kosong paling belakang. Fariz dan Nakyta hanya dapat melihat apa yang tengah dilakukan oleh Nabilla. "Bang, lampunya matiin aja ya. Gua ngantuk mau tidur disini biar leluasa. Bye." setelah mengatakan itu Nabilla langsung jatuh tertidur dengan posisi andalannya jika tertidur di mobil yaiu meringkuk seperti janin. Fariz mendelik kesal namun masih tetap menuruti permintaan adiknya yang seperti perintah. Mematikan lampu yang berada di tengah kursi dan membiarkan lampu yang berada di depan menyala. Seketika keadaan langsung sunyi dan gelap. Nakyta memajukan tubuhnya mengecek Bani yang duduk didepannya. Dilihatnya Bani yang tertidur pulas menghadap Pa Jajang yang tengah fokus menyetir. Perlahan Nakyta mengelap bibir Bani yang belepotan karena sebelumnya ia memakan ice cream. Setelah itu Nakyta menghadap ke belakang mengambil selimut kecil yang biasa ditaruh di kursi belakang. Selimut itu tertindih kaki Nabilla yang sudah entah bermimpi apa. Diselimutinya Bani dan mengelus rambutnya dengan sayang. Dari dulu Nakyta memang menginginkan adik laki-laki hanya saja Tuhan memberikan adik perempuan yang umurnya berbeda tiga tahun dibawahnya dan adik satunya lagi yang memang berjenis kelamin laki-laki namun tidak pernah diinginkan oleh Nakyta. Setelah itu Nakyta kembali menyenderkan tubuhnya ke kursi dan mulai memposisikan dirinya untuk duduk lebih nyaman dengan mata yang masih setia melihat ke jendela yang hanya ada pepohonan dan jalanan yang gelap. Nakyta tersentak ketika pahanya tertindih sesuatu. Keringat dingin langsung menjalar diseluruh tubuhnya. Perlahan Nakyta mulai mengatur napas, melirik Fariz yang dengan seenaknya tiduran di paha Nakyta yang dijadikan bantal olehnya. Tangan kanan Nakyta dituntun Fariz untuk menepuk-nepuk perutnya perlahan sedangkan tangan kirinya dituntun untuk mengusap rambut lebat Fariz. Mata Nakyta melirik Pa Jajang yang masih setia berkonsentrasi untuk menyetir. Ditengoknya kebelakang, takut Nabilla sudah bangun dan melihat mereka berdua. Namun kedua tangannya masih tetap menepuk dan mengelus perut serta rambut Fariz. Fariz membalikkan wajahnya menghadap perut Nakyta, mengambil handphone Nakyta yang memang sedari tadi tergeletak di perut Nakyta. Membuka seluruh aplikasi yang berada di handphone milik gadis itu hingga handphone itu bergetar tanda ada penggilan masuk. "Iya halo?" Jawab Nakyta setelah menerima handphone ditangannya. Fariz menatap Nakyta dalam hingga membuat Nakyta sibuk memandang yang lain kecuali Fariz. "Oke" jawab Nakyta dan memutuskan panggilan. Fariz menatap Nakyta dengan sebelah alis yang terangkat. Perlahan Nakyta menghembuskan napasnya dan mulai membalas tatapan Fariz yang sedari tadi tidak pernah lepas memandangnya. "Em ... mmm tadi Raka nelpon besok pagi Kyky mau ke sekolah, ada latihan band buat acara kampus." entah apa yang merasuki Nakyta hingga ia merasa harus memberitau Fariz mengenai kegiatannya, dan siapa yang menelponnya tadi karena tidak terdapat id name saat menelpon. Mungkin melihat tatapan Fariz hingga membuat Nakyta merasa perlu memberitaunya. Fariz langsung menutup kembali matanya dan kembali tertidur sedangkan Nakyta melirik ke depan dan menghela napas. Menghilangkan beban yang selalu dirasanya jika bersama Fariz. Beban ketakutan akan suatu hal yang sangat menjerat seluruh tubuhnya. Jantungnya masih setia berdetak dengan kencang. Berlomba-lomba untuk berdetak lebih dari biasanya seperti ingin lepas dari tempatnya. Semoga cepat berakhir. Harapan Nakyta dengan keadaannya sekarang bahkan ia benar-benar sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan seperti ini. Menebus segala kesalahannya dengan merelakan dirinya sendiri diperlakukan seenaknya oleh Fariz. Nakyta sudah lelah apalagi hanya ia yang menjalaninya sendiri tanpa ada support dari siapapun. Ia sudah lelah dan ia ingin semuanya cepat berakhir. - - - "Inget yam pokonya pulang latihan harus langsung pulang ke sini jangan ke rumah ato keluyuran kemana-mana." Nakyta hanya mendengus mendengar ucapan Nabilla yang entah sudah keberapa kalinya ia selalu mengingatkan Nakyta untuk langsung kembali lagi kerumahnya. Nabilla yang hanya menggunakan celana training hitam serta baju longgar berwarna abu dengan rambut yang berantakan bahkan wajahnya pun tidak ada polesan make up sama sekali. Ciri khas orang bangun tidur. Berbanding terbalik dengan Nakyta yang sudah wangi dan rapi, memakai celana jeans belel sobek-sobek dengan atasan putih dan sepatu converse merah, dipadukan tas levis gandong kecil di punggungnya. "Inget ya awas!!" Telunjuk Nabilla mengarah ke Nakyta dengan matanya yang menyipit. Nakyta tertawa lalu mengangguk dan berdiri keluar pintu yang langsung disusul oleh Nabilla dibelakangnya. Padahal Nakyta sudah mengajak Nabilla untuk ikut latihan band karena biasanya kalau Nabilla ada waktu senggang ia akan menemani Nakyta yang tengah latihan atau mengisi acara, maka dari itu taman-teman Nakyta sudah mengenal Nabilla. Tapi karena alasan masih cape jadi Nabilla menolak ajakannya. Perlahan Nakyta berbalik dan melambaikan tangannya kepada Nabilla yang berdiri di ambang pintu. Nakyta menutup pintu gerbang dan berjalan namun baru beberapa langkah sebuah motor yang baru saja keluar dari gerbang kecil disamping rumah Nabilla menghalangi jalannya. "Naik." suara bariton pengendara motor itu menyadarkan Nakyta yang sedari tadi melongo menatap pengendara motor itu. Seperti tidak mendapatkan respon apa-apa dari Nakyta. Pengendara itu langsung membuka kaca helm dan langsung menatap Nakyta. Tangannya menarik lengan Nakyta, menyuruhnya untuk segera naik agar tidak ada yang melihat mereka. Seperti terhipnotis Nakyta hanya pasrah dan menuruti saja apa yang dilakukan pengendara tersebut bahkan tidak sadar jika ia dipakaikan helm dan dibantu untuk naik kendaraan yang lumayan cukup besar dan tinggi itu. "Ng... nggak usah anter padahal." bisik Nakyta namun masih tetap terdengar oleh si pengendara itu. Walau sebenarnya Nakyta tidak yakin apa tujuan orang itu menyuruhnya untuk naik motornya. "Pulang bareng!" Bukan menjawab pengendara itu malah memerintah Nakyta. Laju motor bertambah kecepatannya hingga membuat Nakyta dengan susah payah memegang apapun yang bisa dipegang untuk menahan dirinya agar tidak terjatuh. Motor ninja dengan jok belakang yang menurun membuatnya kesulitan bahkan ia selalu menahan sekuat tenaga agar tubuhnya tidak condong ke depan dan menempel di punggung orang itu. "Pegangan." titah orang itu lagi membuat Nakyta dengan memberanikan diri langsung memegang pundak si pengendara dengan erat bahkan sedikit mencengkramnya karena setelah itu bertambah kembali kecepatan laju motor itu. "Stop!!" Pekik Nakyta hingga membuat motor yang melaju itu langsung berhenti di pinggir jalan. Nakyta turun dari motor itu dengan sedikit kesusahan karena jok nya yang tinggi atau mungkin karena postur tubuhnya yang pendek. Nakyta membuka helm lalu memberikannya perlahan ke pengendara itu yang menatapnya dengan bingung. "Mmm.. ka.. kak Kyky mau beli makanan dulu. Kakak anter Kyky sampe sini aja. Mmm .. se... sebelumnya makasih." cicit Nakyta takut dan enggan untuk menatap Fariz yang masih menatapnya. Ya, Fariz yang mengantar Nakyta. Ia dengan sengaja menunggu di motor yang sudah terparkir di depan gerbang kecil di rumahnya dan langsung menghalau jalan Nakyta setelah memastikan jika adiknya tidak melihat dirinya. Nakyta yang berjalan menunduk ke arahnya. Fariz yang memang berniat untuk mengantar Nakyta karena ia sendiri juga memiliki urusan lebih tepatnya urusan dengan sekolah Nakyta. Fariz menatap bangunan yang berada di belakang tubuh gadis itu. Sebuah gedung pusat perbelanjaanya yang cukup besar "naik." ucap Fariz. Seketika Nakyta mendongkak menatap Fariz bingung. "Tapi ka-" "Naik." ulang Fariz kini dengan nada yang sangat dingin hingga membuat Nakyta menunduk sedih. Sedih karena niatnya untuk membeli makanan gagal. Padahal teman-temannya meminta ia untuk membeli snack makanan ringan yang sudah mereka pesan saat tadi pagi. Pasti teman-temannya kecewa karena pesanannya tidak dibelikan padahal Nakyta sudah diberi waktu bebas datang terlambat hanya untuk membelikan makanan itu. Terpaksa Nakyta menaiki motor itu kembali dengan kepala yang masih setia menunduk bahkan matanya sedikit berkaca-kaca. Nakyta mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling ketika motor yang ditumpanginya melaju masuk ke pelataran parkiran pusat perbelanjaan yang berada di bassement gedung itu. Fariz memarkirkan motornya lalu membuka helm melirik Nakyta yang masih diam dibelakangnya. Fariz turun setelah menyimpan helm nya di kaca spion lalu mengambil helm Nakyta yang masih di kepalanya dan menyimpannya di kaca spion sebelahnya. Tangan Fariz langsung menggenggam tangan Nakyta membantunya untuk turun dari motor dan mulai berjalan, tidak memperdulikan pandangan orang-orang dan Nakyta yang menatapnya dalam tanpa berkedip. Mereka berdua berjalan beriringan sambil sesekali Fariz menggenggam tangan Nakyta atau merangkul pundak Nakyta yang tubuhnya gemetar setiap kali Fariz mendekatkan tubuhnya. Rasa takut itu masih ada, bahkan keringat kecil yang berada di keningnya menunjukkan betapa takutnya Nakyta sekarang ini. Nakyta mengambil makanan dengan sesekali melihat handphonenya untuk memastikan barang belanjaan apa saja yang dititipkan teman-temannya itu. Setelah dipastikan semua makanan tidak ada lagi yang tertinggal, Nakyta lalu melihat sekeliling mencari Fariz yang tadi tiba-tiba saja pergi entah kemana. Setelah memang tidak ada tanda Fariz di sekitarnya Nakyta mulai berjalan menuju kasir. Namun saat ia mengantri di kasir, tiba-tiba saja keranjang belanjaannya bertambah berat karena sebuah roti sandwich, s**u kotak kecil dua buah dan dua batang coklat itu masuk sempurna ke dalam keranjang. Nakyta menoleh menatap Fariz yang masih setia dibelakangnya dengan mata yang malah menatap lurus ke depan seolah tidak peduli jika Nakyta masih menatapnya. Fariz bahkan sudah memberikan sebuah kartunya ketika barang yang sudah di scan itu selesai. Nakyta ingin mencegah ketika penjaga kasir sudah menerima kartu di tangan Fariz itu dan mulai melakukan transaksi. Lagi Fariz berhasil membuat Nakyta tidak berkutik, ingin melawan tapi takut. Fariz menghentikan motornya di area parkiran sekolah. Menyimpan helm dan berdiri di samping motor sambil merapikan poni rambutnya yang sedikit mulai memanjang. Nakyta ikut turun dengan sebuah tangan yang membawa sekantung keresek besar. "Kak nanti Kyky ba... yar." ucapan Nakyta terhenti ketika Fariz yang langsung berjalan masuk entah kemana. Meninggalkan Nakyta yang hanya diam membisu, bahkan ucapannya pun belum selesai. Ia ingin mengatakan jika makanan yang ia beli akan dibayar kepada Fariz setelah teman-temannya membayar makanan itu. Nakyta menghela napas menatap kepergian Fariz dan mulai berjalan menuju belakang sekolah untuk ke tempat yang akan ditujunya hari ini. Studio tempat biasa ia berlatih dan berkumpul bersama teman-teman band nya. Tempat ia dan Raka berlatih. Nakyta memandang sekeliling studio musik tempat dimana Nakyta selalu berlatih vokalnya ketika sedang latihan band. Tidak seperti biasanya, tempat ini sedikit lebih rapi dengan beberapa orang didalamnya yang tengah sibuk melakukan aktifitas bersih-bersih studio. Nakyta melongo heran, merasa aneh dengan kondisi studio yang biasanya seperti kapal pecah kini terlihat layak seperti studio berkelas. Barang-barang yang biasanya sudah tidak terpakai sudah lenyap entah kemana dan barang yang jarang digunakan sudah pindah tempat disimpan diruangan belakang studio. "Tumben." gumam Nakyta masih asyik berdiam diri diambang pintu dengan satu kantung kresek besar belanjaan snack ringan hasil titipan dari teman-teman band nya itu. "Jangan halangin jalan napa, Ky." protes Vino yang berdiri dibelakang Nakyta dengan satu dus aqua dan satu kantung kresek hitam diatasnya. Nakyta menoleh langsung mengambil kresek hitam itu dan berjalan masuk ke dalam. Berjalan beriringan dengan Vino yang menyimpan dus itu di panggung. "Tumben dirapiin. Ada acara ya?" Tanya Nakyta masih betah menatap sekeliling. Vino menoleh lalu ikut duduk disamping Nakyta yang juga tengah duduk di kursi yang berada disisi panggung. "Lu nggak tau, Ky? 'Kan alumni semua mau pada kesini, liat kita latihan. Katanya sih mau latihan bareng ama mereka juga. Nggak liat chat grup?" "Enggak. Kyky cuman liat chat personal aja dari kalian yang mesen makanan, tuh. Emang angkatan berapa aja yang mau dateng?" "Dua tahun diatas kita." Jawab Vino lalu berdiri mengambil kresek yang dibawa Nakyta tadi. Mengacak-ngacak isinya mencari sesuatu, "loh Ky, pesenan gua mana?" Tanya Vino lagi setelah melihat bahwa makanan pesanannya tidak ada. "Emang kamu pesen apa? Kyky lupa soalnya terlalu banyak pesenan jadi bingung." jawab Nakyta memperhatikan Vino yang masih mengaduk kresek itu. "Kopi Ky. Gua butuh ngopi nih. Ngantuk! Semalam bergadang sama si Raka ngebahas acara ini." Nakyta mengernyit bingung lalu menghampiri Vino dan mengambil alih mencari yang dimaksud Vino, "Ko ini?" Tanya Vino setelah Nakyta memberikan dua buah botol minuman kopi yang berada di botol. "Katanya kopi. Ini juga kopi bukan?" Tanya Nakyta. Vino hanya menghembuskan napas. Bukan pesenan ini yang dimaksud Vino. Ia meminta Nakyta membelikan kopi sachet saja bukan yang langsung jadi seperti ini, "emm Kyky salah ya? Maaf abis kamu bilangnya pesen kopi ya 'kan Kyky di supermarket jadi Kyky beli yang itu aja. Sorry ya, Vin." sesal Nakyta merasa bersalah ketika melihat wajah Vino yang terlihat badmood. "Eh nggak apa-apa. Makasih. Jadi berapa ini?" Kini malah Vino yang merasa bersalah. Nakyta langsung memberikan struk belanjaannya pada Vino agar dapat melihat sendiri harganya. Vino langsung membayar dan pergi untuk membantu yang lain. Nakyta memandang seluruh ruangan bernuansa putih ini. Kesan yang berbeda dengan studio yang lain. Studio ini terlihat sepeti aula kecil namun dindingnya yang kedap suara. Ada panggung dengan ukuran yang sedang dengan drum disudut kanan belakang, keyboard di sudut kiri, tiga gitar diantaranya dua gitar bass dan satu gitar listrik lalu paling depan ada satu microfon. Beberapa peralatan lainnya di sebrang panggung dan beberapa kursi berwarna hitam di pinggir depan panggung. Namun yang selalu menjadi pusat perhatian Nakyta sejak pertama kali masuk ekskul ini yaitu sebuah gitar akustik biasa yang di cat berwarna biru langit yang menggantung di tengah tepat di dinding belakang panggung. Gitar dengan adanya ukiran NF yang sangat indah dan pick kecil berwarna putih yang seperti sengaja di tempel di bawah tulisan NF itu, seperi gitar hiasan namun dapat dipakai karena itu memang gitar sungguhan. Tidak ada yang pernah memakainya, dari awal memang tidak ada yang berani memakai gitar tersebut. Dan Nakyta tidak tau siapa pemilik gitar itu, gitar yang entah memang untuk hiasan studio atau gitar yang memang sengaja disimpan disitu oleh pemiliknya. "Kak Kyky ko pucat? Kak Kyky sakit?" Tanya Caca yang sudah duduk manis di samping Nakyta yang tidak menyadari kapan hadirnya bocah itu. "Eh emang pucat?" Tanya Nakyta menempelkan telapak tangannya di pipi dan langsung mendapatkan anggukan antusias dari Caca. "Mungkin nggak dandan jadi keliatan pucat." "Tapi tetep cantik ko, kak." Nakyta tersenyum manis lalu mulai membantu teman-temannya untuk merapikan ruangan itu. - - - Semua sudah bersiap menyambut kedatangan alumni dengan sangat antusias. Dengar-dengar para alumni yang hadir itu memiliki ketampanan bak dewa, seperti pangeran yang muncul dari istana. Nakyta terkekeh geli mendengar antusiasme temannya itu. Ia duduk di kursi hitam dekat panggung, karena ia kelas tiga dan sebentar lagi juga akan menjadi alumni maka ia hanya dijadikan sebagai panitia saja jika dalam acara. Tugasnya hanya mengarahkan dan adik kelas yang mengerjakan walau sebenarnya semua sama - sama bekerja. Semua adik kelas sudah duduk manis di bawah menghadap panggung menunggu dengan mata penuh harap. Dilihat nya ada Raka dan teman grup band Nakyta yang berjumlahkan tujuh orang berdiri di panggung sedang mendiskusikan sesuatu dan Nakyta tidak mau tau apa yang mereka diskusikan, sedangkan adik kelas yang baru kelas satu atau sudah kelas dua mereka berjumlah lima puluh orang itu tengah duduk. Cukup banyak dan bakat yang dimiliki adik kelasnya cukup mengagumkan bagi Nakyta. Tak lama pintu studio dari arah samping terbuka. Semua mata tertuju pada orang yang membuka pintu. Bukan hanya satu orang melainkan ada sekitar empat belas orang yang masuk. Raka sebagai ketua sekaligus tertua disini langsung berjabat tangan dengan mereka. Para perempuan histeris melihat gerombolan orang-orang itu. Gosip yang mengatakan jika mereka tampan memang bukan hanya omong kosong belaka, itu fakta. Nakyta juga tidak membantah akan ketampanan mereka yang semuanya laki-laki itu. Mereka memperkenalkan diri satu persatu di atas panggung dengan Raka yang selalu berada di samping mereka dan yang Nakyta hafal hanya beberapa orang saja. Disana ada Azka yang menjadi ketua diangkatan kedua sebelum Nakyta dan Fahbi yang menjadi Ketua angkatan Nakyta sebelumnya dan yang lainnya, Nakyta lupa karena Nakyta mempunyai penyakit semacam mengenal orang namun lupa nama. "Ya kita disini ingin berkumpul sama ade ade abang yang mau latihan buat ngisi acara kampus sama perpisahan nanti ya? Kita disini bukan latihan anggap aja kita ini main sama silahturahmi karena udah lama kita nggak kumpul-kumpul lagi kayak gini." Ucap Azka menatap sekeliling, menyebut dirinya sebagai abang dan memanggil adik kelasnya dengan sebutan Ade. Azka sebagai vokalis pria diangkatannya membawa teman satu grup nya, namun katanya mereka belum lengkap personil nya masih ada satu orang lagi yang belum datang. "Kalau gitu kita bagi kelompok aja gimana? Kelompok kelas satu, dua sama tiga nanti kita alumni pada nyebar semua ke kalian buat sharing aja kalo misal ada yang mau kalian tanyain sama kita kita. Tenang aja bakal kebagian semua ko, santai aja. Mau minta pin bm, line, w******p atau i********: juga bisa kalian tinggal bilang aja. Pilih mau yang mana nih. Gratis ko nggak bayar." Canda Azka yang langsung mendapat sorakan dari para cewe yang hanya ada sekitar sepuluh orang sedangkan kaum pria hanya tertawa dan teman-teman Azka langsung melotot tajam menatap Azka seakan ingin membunuhnya. "Sorry bro cuman bercanda. Abis baru kali ini angkatannya ada cewe." kekeh Azka. "Angkatan gua juga ada ko, bang." sahut Raka. "Masa? Yang mana coba?" Tanya Azka menatap Raka lalu beralih ke depan mencari sosok yang disebut Raka. Raka berjalan menghampiri Nakyta yang sibuk dengan handphonenya karena ia tengah sibuk line dengan Bagas yang menyuruh untuk kumpul OSIS. Akan ada pembahasan baru untuk perpisahan nanti. Nakyta terkesiap ketika tangannya langsung ditarik hingga ia yang duduk langsung berdiri. "ini bang namanya Nakyta panggilannya Kyky. Cantik 'kan." ucap Raka sambil merangkul pundak Nakyta hingga membuat Nakyta mengkerutkan kening menatap Raka dan menatap Azka bergantian. "Wahh jangan ditanya ini mah. Kenalin dong nama abang, Azka." ucap Azka berniat ingin menghampiri Nakyta dan mengajak untuk bersalaman. Langkahnya terhenti ketika kerah bajunya ditarik dari belakang. Semua langsung hening menatap kedua orang itu, sedangkan para alumni hanya terkekeh. Raka langsung tersenyum sedangkan Nakyta langsung membeku ditempat ia berdiri. Matanya menatap orang yang menahan Azka. "Udah punya cewe juga ganjen lu" ucap orang itu datar. "Eh riz ... nggak asyik lu." ucap Azka melepaskan tangan orang itu. "Udah jangan mandang kayak gitu juga kali. Abang tau ko temen abang ini lebih ganteng. Nih kenalin namanya Fariz, dia temen satu grup Abang disini." %%%
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN