Dina yang tadi memandang Kala segera menundukkan wajah ketika rona merah timbul di pipi. Saat ini Kala dan yang lain bisa mendengar degupan jantungnya karena sangking kerasnya. Tak ingin semakin mati kutu, Dina menarik tangannya lembut. "Aku buat minum dulu." Dalam hitungan detik tubuhnya sudah lenyap dari pandangan semua orang. Dina benar-benar dibuat kelimpungan terus oleh sikap Kala dari kemarin. Tidak banyak bicara, tiba-tiba mau mendaftarkan kuliah. Sekarang tidak ada angin atau hujan malah terang-terangan mengakui dirinya sebagai istri. Wanita mana yang tidak senang diakui seperti itu? Seperti menaikan lagi harga diri yang sebelumnya telah diinjak habis beberapa waktu lalu. "Apa sekarang aku boleh berharap?" Dina menyingkirkan perasaan bahagia membuncah itu. Segera membuatkan