”Inneke?” Kala mengerutkan keningnya ketika melihat wanita itu. Menyadari tangan Inneke masih menyentuh dahinya segera ia menepisnya. "Tadi kata Medina Mama lu sakit, gua ke rumah ternyata ketepatan lu yang cabut. Gua ikutin sampai kesini," beritahu Inneke, mengambil duduk di samping Kala tanpa berjarak. Kala mendesis pelan, kembali menegak minumannya dengan kasar. Sudah hampir satu botol ia habiskan membuat kepalanya mulai berat, tetapi Kala masih merasakan sakit pada ulu hati yang membuat dadanya begitu sesak. "Cerita, Kal. Sini." Inneke meraih tangan Kala lalu digenggam lembut. Kala mengernyit melihat sikap Inneke itu, jelas saja ia masih sadar meski sedang minum. "Apaan sih lu!" serunya semakin kesal saja. "Setiap bokap sama nyokap lu ada masalah, lu pasti nyiksa diri sendiri kesi