Riana mengetuk pintu ruang kerja Parman, yang ada di bagian belakang rumah mereka. "Masuk," terdengar sahutan dari dalam. "Tehmu, Mas." Riana masuk membawakan secangkir teh untuk suaminya. "Terima kasih, si kembar sudah tidur ya?" "Sudah," Riana berdiri di samping Parman yang duduk di kursi kerjanya. Parman menerima cangkir teh dari tangan Riana. Diminum tehnya dengan pelan-pelan saja, sementara Riana menatap sketsa rumah yang digambar Parman. "Pesanan siapa, Mas?" "Temannya Pak Zaki." "Satu ini saja?" "Ada 10." Parman meletakan gelas di meja yang ada di belakang kursi kerjanya. Lalu di raih pinggang istrinya. "Apa?" "Sudah boleh dicoblos belum sih?" Parman mengusap perut Riana lembut. Riana tertawa mendengar istilah mencoblos yang diucapkan Parman. "Memangnya kertas s