“Aku dan Nita ketemu.” Seperti yang sudah diduga Kania, kepala Randi segera terangkat menatapnya. “Dimana? Kapan?” Nada bicaranya terdengar biasa saja, tidak ada ekspresi terkejut seperti yang diharapkan Kania. “Dia datang ke kantor.” “Oh, ya? Ada perlu apa? Biasanya dia minta tolong aku kalau butuh sesuatu.” Kening Randi mengerut. “Dia minta kamu,” Kania tidak mau berbelit-belit, obrolan kali ini bukan lagi tentang sebuah novel yang butuh prolog panjang yang mengharuskan penulisnya menjelaskan dengan detail setiap kejadian. “Apa? Nggak mungkin Nita ngomong seperti itu. Aku kenal Nita dengan baik, dia bukan tipe orang yang memaksakan kehendak. Apalagi permasalahannya bukan hanya sekedar minta sebuah barang yang bisa diberikan begitu saja.” Kania tertawa pelan. “Rupanya kamu mem