46. Seuntai Harapan.

1840 Kata

Ruang Tahanan Polres Subang Pagi itu, udara lembap menempel di dinding-dinding ruang tahanan. Bau besi dan sabun murahan bercampur dengan aroma sarapan dari luar. Uma duduk di pojok sel, punggungnya bersandar ke tembok dingin. Di tangannya ada buku doa kecil yang sudah lusuh. Ia membacanya berulang-ulang tanpa suara. Seperti inilah sekarang kegiatannya di tahanan. Ia tak pernah putus mengirim doa untuk Adek di surga. Langkah sepatu terdengar mendekat. Dua petugas membuka pintu besi. “Bu Uma, pengacara Anda datang,” ujar salah satunya. Uma berdiri perlahan. Kakinya kaku karena terlalu lama duduk di lantai. Di luar, Daniel sudah menunggu di balik meja kecil. Penampilannya rapi seperti biasa, wajahnya memperlihatkan rasa optimistis dan penuh empati. Mereka duduk berhadapan. Hening bebera

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN