Setiba di rumah, Uma melihat Dia sudah menunggu di teras dengan wajah cemas. Begitu mobil berhenti, Dia segera menyambut ayahnya dan dengan hati-hati membantunya beristirahat di kamar. Uma tetap di ruang tamu. Ia duduk dengan kening berkerut, pikirannya tak lepas dari kecurigaan Rudy dan tuduhan pedas Wahyu. Tak lama, Dia menyusul dan duduk di sampingnya. “Uma, terima kasih ya. Kamu sigap sekali tadi membawa Bapak ke rumah sakit.” Uma menggeleng pelan. “Ah, itu bukan hal besar, Mbak. Yang saya lakukan hanya seujung jari dibanding semua yang sudah Mbak usahakan buat saya.” Dia tersenyum kecil, tapi pandangannya kemudian memperhatikan wajah Uma yang tampak gelisah. “Kamu kenapa? Dari tadi kelihatan tidak tenang.” Uma menarik napas panjang sebelum akhirnya bercerita. “Tadi… saya bert

