Marisa pulang ke ruko dengan isi kepalanya yang ketinggalan setengah di kafe. Rasanya berat sekali menerima kenyataan yang tadi dikatakan Dokter Ardian. Dipegangnya erat-erat amplop cokelat hasil tes miliknya dan Mario. Tadinya amplop itu mau dia buang. Untung saja nggak jadi. Kalau sampai dia buang, selamanya nggak akan ketahuan kalau sebenarnya Mario itu mandul dan bukan salah dia kalau mereka belum punya anak. “Kalau sejak awal aku tahu Mario mandul, mungkin aku sama dia nggak akan bercerai,” kata Marisa lirih sambil meletakkan tasnya sembarangan. Segera saja dia duduk di tepi ranjang dan mulai mendesah berat. “Jadi anak mereka itu sebenarnya anak siapa? Ya ampunnn, kok kesel, ya! Hhh, Mario udah ditipu sama Cecil. Dan karena ulah dia kami jadi bercerai. Asem banget, nggak, sih?” Dip