Jenna akhirnya kembali ke kamarnya menjelang malam. Kata lelah bahkan tidak cukup untuk menggambarkan kondisi tubuhnya. Ia merasa remuk, tulang-tulangnya serasa dilolosi dari dagingnya. Seharian ini ia menghabiskan waktu dengan Dillon Rutherford, yang ternyata seratus kali lebih merongrong daripada yang ia bayangkan. Pria itu dengan senyum menawan dan sikap acuh tak acuhnya, telah menyeret Jenna berkeliling Ruther Place yang sangat luas itu. Dillon memperlakukannya bukan sebagai pelayan, melainkan semacam pemandu wisata pribadi yang wajib menemaninya. Mereka berjalan berjam-jam. Dari taman mawar, lalu ke istal kuda yang luasnya seperti satu kompleks perumahan, menyusuri tepi danau buatan, lalu kembali ke mansion untuk menjelajahi sayap timur yang katanya jarang dipakai. Dillon te

