28. Terlalu Canggung

2255 Kata
            Kinan kini sudah kembali ke ruang keluarga dari rumah utama milik keluarga Kartapati, dia baru saja selelai berkeliling bersama sang Mama dan juga Ibu Ana untuk lebih mengetahui tentang asrama ini di setiap bagiannya. Dimulai dari ruang musik yang memang paling Kinan inginkan di mana Kinan merasa puas sekali dengan ruangan itu pun dengan pianonya yang ternyata masih sangat bagus dan sepertinya bisa Kinan gunakan untuknya berlatih sebelum ajang perlombaan nanti.             Ibu Ana sempat mengatakan bahwa piano itu dulunya adalah milik Tarisa yang memang sudah jarang sekali digunakan oleh anak semata wayangnya itu, tapi nanti Kinan akan meminta izin secara langsung kepada gadis itu untuk bisa menggunakan pianonya sebagai alat bagi Kinan untuk berlatih. Setidaknya jika dia sudah meminta izin, nanti ketika menggunakannya Kinan sudah bisa memainkannya dengan perasaan yang nyaman.             Ibu Ana juga menjelaskan beberapa bagian lain seperti dapur utama yang bisa Kinan gunakan untuk memasak apa pun yang dia mau tanpa harus merasa malu-malu, karena dapur utama itu adalah milik bersama jadi besar kemungkinan bahwa Kinan bisa bertemu dengan banyak penghuni lain di sana secara tidak sengaja nantinya.             Tidak ada aturan khusus di dalam asrama ini yang penting penghuni putra maupun putri tidak boleh membawa masuk lawan jenis ke dalam asrama jikalau hanya seorang diri, mereka juga tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat merugikan asrama. Tidak ada yang melarang jika penghuni putra ataupun putri ingin saling dekat antara satu sama lain asalkan mereka semua masih tahu batas mana yang baik dan tidak baik untuk dilakukan.             Ibu Ana menjelaskan segala hal dengan serius sehingga bisa dengan mudah Kinan mengerti, Kinan juga berusaha menyimpan seluruh informasi di dalam kepalanya agar dia tidak akan bingung sendiri nantinya.             Lalu terakhir kali Ibu Ana juga membawa Kinan untuk memasuki asrama putri yang jujur saja Kinan langsung menyukainya ketika pertama kali masuk ke sana. Kinan sempat bertemu dengan salah satu penghuninya yang bernama Rea sedangkan yang lainnya kata gadis itu masih belum pulang.             Asrama putri didominasi oleh warna yang lembut yang sebenarnya merupakan warna favorite Kinan sehingga dia betah sekali memandangi bagian dalam dari asrama tersebut.             Ada ruang bersantai yang dilengkapi dengan satu televisi, sofa, karpet bulu dan juga meja sedikit panjang. Ibu Ana bilang ruang bersantai itu sering digunakan untuk para penghuni putri untuk menonton televisi dan terkadang tidak jarang beberapa anak sengaja mengerjakan tugas di sana bersama-sama daripada harus mengerjakannya seorang diri di dalam kamar yang mana pasti akan terasa sangat sepi. Sehingga pada akhirnya mereka lebih sering berkumpul untuk mengerjakan tugas di sana sembari memakan beberapa camilan bersama-sama di sana.             Ibu Ana juga memberitahu bahwa ada dua kamar mandi di dalam asrama putri yang keduanya ada di lantai satu dan saling berhadapan, para penghuni biasanya akan mandi secara bergantian di sana dan biasanya tidak ada yang terburu-buru karena dua kamar mandi sudah lebih dari cukup untuk lima penghuni dan sekarang bertambah Kinan sehingga menjadi enam penghuni.             Ibu Ana bilang bahwa Kinan tidak perlu khawatir soal kebersihan, karena selama mengenal anak-anak putri yang tinggal di sini, mereka selalu tertib jika masalah kebersihan. Lima dari mereka menetapkan jadwal untuk bersih-bersih, entah itu menyuci piring atau menyapu, pun dengan membuang sampah. Mereka menetapkan sebuah jadwal agar pembagian terasa lebih adil dan tidak ada yang protes, kalaupun ada tugas yang lalai dikerjakan maka mereka bisa saling membicarakannya atau bertukar jadwal juga tidak masalah. Untuk lengkapnya katanya nanti anak-anak asrama putri saja yang akan menjelaskan kepada Kinan.             Ada tempat jemuran di bagian rooftop bangunan tiap asrama yang terkadang juga dijadikan tempat bersantai oleh beberapa di antara mereka jika sedang merasakan penat untuk, udara rooftop biasanya bagus untuk menenangkan pikiran mereka yang sedang kalut dan biasanya mereka juga sering berbicara serius di sana.             Lalu ada tempat-tempat lain lagi seperti satu gudang penyimpanan kecil yang digunakan untuk menyimpan barang-barang yang biasanya akan digunakan bersama-sama, lalu rak penyimpanan sepatu. Tidak ada dapur di kedua bangunan asrama karena hanya ada satu dapur di rumah utama yang bisa digunakan untuk masak-memasak. Tapi, tidak ada yang melarang jika mereka juga ingin makan di dalam asrama masing-masing.             Tempat terakhir yang diberitahu oleh Ibu Ana adalah kamar yang akan digunakan oleh Kinan selama tiga bulan ke depan, kamar nyamannya yang akan dia tempati dan akan menjadi tempatnya beristirahat nanti.             Kamar Kinan berada di lantai dua paling ujung dekat tangga karena semua kamar yang lain sudah penuh, kamar itu berbentuk persegi panjang yang tidak terlalu kecil dan juga tidak terlalu lebar yang pasti ukuran kamar itu sudah pas sekali untuk dirinya tempati menurut Kinan. Di dalam kamar sudah disediakan satu tempat tidur beserta dengan bantal, guling dan juga selimutnya. Ada pula satu buah lemari yang tidak begitu besar untuk tempat menaruh pakaian mereka dan terakhir ada satu meja kecil di ujung ruangan yang bisa digunakan untuk menaruh apa saja. Sisanya kosong karena kamar ini masih baru Kinan gunakan.             Nantinya jika Kinan ingin menambah beberapa barang di dalam sana maka tidak akan ada yang melarang, terserah juga bagi Kinan untuk menata kamarnya seperti apa sesuai dengan keinginannya.             Lalu hal paling menarik yang ada di kamar ini adalah adanya fasilitas AC yang memang diberikan untuk setiap kamar agar para penghuninya merasa nyaman dan tidak kegerahan ketika musim panas sedang melanda, di ruang bersantai pun Kinan juga sempat melihat adanya satu AC yang dipasang di sana demi kesegaran bersama.             Jujur saja Kinan benar-benar sangat menyukai asrama ini, entah setiap tempat ataupun setiap sudut yang ada di dalam sini, pun dengan kamarnya yang terasa sangat nyaman untuk ditempati. Semuanya benar-benar terasa nyaman karena fasilitas yang diberikan pun tidak main-main, Kinan menyetujui ucapan sang papa yang tadi sempat mengatakan kepadanya bahwa kemungkinan besar Kinan akan sangat menyukai asrama ini dan benar saja Kinan akui hal tersebut.             Kini hanya ada satu hal yang Kinan takutkan dari asrama ini, atau lebih tepatnya dia takuti dari dirinya sendiri, yaitu bagaimana cara Kinan mendekatkan diri dengan para penghuni yang lain? Karena jujur saja selama ini Kinan tidak pernah tinggal dalam lingkungan yang hangat ketika sedang menyewa tempat, lingkungan paling hangat yang pernah Kinan rasakan hanyalah di dalam rumahnya saja yang ada di Bandung dengan kedua orangtua yang ada di dalamnya.             Tapi, sekarang ketika dirinya tinggal di lingkungan yang menyenangkan. Kinan jadi kikuk dan bingung sendiri harus bersikap seperti apa. Dia takut salah dalam melakukan sesuatu yang mana malah akan membuat penghuni asrama putri lainnya jadi tak nyaman berada di dekatnya. Sedari tadi Kinan tidak berhenti berpikir bagaimana caranya dia memperkenalkan diri nanti di hadapan semua penghuni asrama putri yang lain.             Kinan bahkan tidak sanggup membayangkan akan secanggung apa dirinya nanti.             Tapi biarlah, hal itu bisa Kinan pikirkan nanti karena sekarang dia harus bersama dengan kedua orangtuanya dulu yang sudah akan pamit pulang ke Bandung karena sudah selesai mengantarnya kemari.             Di dalam ruang tamu milik keluarga Kartapati itu Daffa dan juga Karta baru saja menyelesaikan pembicaraan mereka tepat ketika para wanita sudah kembali ke ruangan itu. Mereka sudah cukup banyak menghabiskan waktu untuk saling bernostalgia tentang hal-hal lama yang pernah terjadi di masa remaja mereka berdua.             Namun, kini adalah waktu untuk berpisah kembali karena kedua orangtua Kinan juga masih memiliki pekerjaan di kota sana yang tidak bisa ditinggalkan terlalu lama. Setidaknya keduanya sudah tidak perlu begitu khawatir karena telah meninggalkan Kinan di tempat yang sangat tepat dan mereka tidak perlu takut bahwa akan terjadi sesuatu kepada putri mereka, karena Daffa juga yakin bahwa Karta akan menjaga Kinan dengan baik, mengingat bahwa pria itu juga memiliki satu putri tunggal sama sepertinya.             Mereka berdua sama-sama memahami seberharga apa satu putri tunggal yang mereka miliki itu.             “Kamu jangan bandel ya di sini, ingat terus apa yang Pak Karta sama Ibu Ana bilang nanti, jangan bikin Papa malu karena udah tinggalin kamu di sini sementara waktu,” sang Papa memberikan pesan kepada Kinan dengan kalimat jenaka yang langsung membuat Kinan cemberut saat itu juga.             “Kapan sih aku pernah bandel dan bikin malu Papa?” tanya Kinan meminta sebuah validasi, karena selama ini dia memang selalu menjadi anak yang sangat penurut dan tidak pernah membantah apa pun yang kedua orangtuanya katakan. Kinan benar-benar selalu menjadi anak yang baik selama tujuh belas tahun dirinya hidup.             Mendengar itu lantas membuat Daffa langsung menarik putrinya ke dalam satu buah pelukan hangat sembari tertawa kecil. “Papa bercanda, sayang. Kamu baik-baik ya di sini, nanti di hari perlombaan Papa sama Mama pasti datang, yang penting sekarang kamu latihan dulu yang bener kayak biasanya, oke?”             Kinan tersenyum dan membalas pelukan papanya tak kalah erat. “Oke,” jawabnya sebagai janji mutlak yang akan benar-benar Kinan lakukan dengan sungguh-sungguh.             Lalu setelah selesai dengan papanya, Kinan pun beralih untuk memeluk sang mama dengan keeratan yang sama. “Baik-baik, ya, sayang. Mama pasti bakalan kangen banget sama kamu, sering-sering telepon ya biar Mama nggak khawatir, semoga lancar latihan dan perlombaannya, Kalo ada apa-apa jangan lupa buat selalu kabarin Mama.”             “Iya, Ma, Kinan janji. Mama jangan khawatir, ya. Kinan pasti bakalan baik-baik aja di sini kan ada Pak Karta sama Ibu Ana yang juga bakalan jagain Kinan.” Pak Karta dan Ibu Ana langsung tersenyum mendengar kalimat Kinan barusan.             Kinan hapal sekali bahwa Mamanya akan menjadi sosok yang paling berat melepaskan Kinan untuk tinggal jauh dari rumah, padahal hal seperti ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali saja, Kinan bahkan sudah terhitung sering menginap jauh dari rumah karena dia sudah mengikuti perlombaan sejak kecil. Namun, namanya juga orang tua pastilah akan tetap merasa khawatir walaupun mereka sudah tahu bahwa telah menitipkan anaknya di tempat yang tepat.             Mereka pasti akan tetap merasa berat melepaskan walaupun tahu tidak ada yang bisa mereka lakukan selain membiarkan Kinan di sini, karena mimpi dan hobi Kinan selalu menjadi prioritas nomor satu untuknya yang bisa membuatnya bahagia, dan kebahagiaan Kinan akan selalu menjadi prioritas nomor satu untuk kedua orangtuanya. Itulah mengapa mereka akan selalu memperbolehkan jika Kinan memang sudah bilang bahwa ingin mengikuti suatu kompetisi, tidak ada alasan bagi kedua orangtuanya untuk menolak keinginan putrinya tersebut.             Sebelum benar-benar pergi tadi papa Kinan sempat membantu untuk memindahkan barang-barang putrinya itu ke dalam asrama agar nanti Kinan bisa langsung menata barang-barangnya saja. Ketika memindahkan barang, Kinan tidak menemukan Rea di mana pun, entahlah mungkin saja gadis itu masih berada di dalam kamar mandi untuk melanjutkan kegiatan mencuci bajunya.             Tapi sebenarnya Rea justru sedang mengintip dari pintu rooftop setelah mendengar suara berisik dari dalam asrama, walaupun tidak bisa melihat dengan jelas tapi Rea bisa melihat ada cukup banyak orang yang memindahkan barang ke kamar kosong milik Tarisa sebelumnya dan karena itu sudah bisa dipastikan bahwa penghuni baru tadi baru saja memindahkan barang-barangnya. Rea pun yang tadinya sedang menjemur bajunya langsung mengeluarkan ponsel dan menyebarkan informasi ini kepada para penghuni lain karena sejak tadi dia memang belum sempat memberikan kabar tersebut.             Setelah agenda pemindahan barang pun mereka semua kembali ke parkiran utama karena kedua orangtua Kinan harus segera pulang ke Bandung, Kinan ikut mengantar mereka ke depan sana dan melambai ketika mobil kedua orangtuanya sudah melaju untuk keluar dari pekarangan asrama kartapati.             Kini hanya ada Kinan, Pak Karta dan Ibu Ana.             “Kinan mau langsung ke asrama saja?” tanya Pak Karta kepada gadis itu.             Kinan mengangguk singkat. “Iya, Pak. Kinan harus beresin barang-barang Kinan dulu.”             “Mau sama Ibu saja tidak?” tawar Ibu Ana untuk menemani.             Namun, Kinan langsung menggeleng, dia tidak mau semakin merepotkan padahal ini hari pertamanya pindah. “Enggak apa-pa, Bu, Kinan bisa sendirian kok, hehehe.”             Percakapan ini memang terasa canggung, Kinan sendiri tidak pernah mendapatkan pemilik kos atau pemilik asrama yang seramah dua orangtua di hadapannya ini. Kinan bahkan tidak pernah terlibat percakapan yang panjang dengan pemilik tempat tinggalnya yang sebelumnya. Segala hal yang ada di sini benar-benar terasa berbeda dan Kinan masih membutuhkan adaptasi untuk segala hal yang ada di sini.             “Ya sudah kalau begitu, kalo ada butuh apa-apa langsung kabari saja, ya,” pesan Pak Karta kepadanya. Dan Kinan pun lantas mengangguk dan langsung memberi salam agar dirinya bisa kembali masuk ke asrama dan membereskan barang-barangnya.             Setelah lepas dari Pak Karta dan Ibu Ana kini Kinan harus memikirkan bagaimana caranya dia menghadapi Rea di dalam sana, Kinan sekarang sudah berdiri di depan pintu asrama putri dan tiba-tiba saja bingung harus melakukan apa sekarang.             Setelah menimang beberapa hal akhirnya Kinan memutuskan untuk membunyikan bel yang ada di pintu itu dan tak butuh waktu lama sebelum akhirnya Rea membuka pintu tersebut dan menatap Kinan dengan tatapan penuh kebingungan.             “Loh, Kinan kenapa pencet bel?” Rea menyuarakan kebingungannya.             Kinan sendiri bingung dengan dirinya sendiri. “E—enggak tau ... gue ngerasa nggak enak kalo asal masuk gitu aja,” jawab Kinan penuh kegugupan.             Rea justru tertawa. “Mulai nanti enggak perlu bunyiin bel atau ketuk pintu, langsung masuk aja nggak apa-apa karena lo juga udah jadi penghuni di sini. Kecuali kalo pintunya di kunci baru lo boleh bunyiin bel, oke?”             Kinan tersenyum kecil. “Oke, Rea.”             Lalu mereka berdua pun masuk ke dalam dan Rea yang menutup pintu depan. Tidak ada perbincangan yang terjadi di antara mereka berdua, namun Rea masih mengikuti langkah Kinan sampai akhirnya terhenti di pintu kamarnya.             “Lo mau beres-beres, ‘kan? Ada yang bisa gue bantu?” tawar Rea.             “Enggak,” jawab Kinan cepat, namun buru-buru dia menambahkan. “Enggak apa-apa, Rea, gue bisa sendiri kok.”             “Oh ....”             Sungguh, suasana ini terlalu canggung dan Kinan rasanya ingin cepat-cepat masuk ke dalam saja.             “Gue beres-beres dulu.” Tanpa menunggu jawaban Rea, Kinan segera masuk ke dalam kamarnya dan langsung menutup pintunya juga rapat-rapat, meninggalkan Rea yang hanya menatap pintu itu penuh kebingungan karena menyadari bahwa dirinya baru saja tertolak dan ditinggalkan oleh di penghuni baru itu.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN