43. Cerita Tentang Kinan

1229 Kata
“Lo udah kenalan sama dia belum?” Abima kembali mengulang pertanyaannya kepada Dika, sebab dia penasaran akan seperti apa sosok Kanala Kinanti yang sedang dibicarakan ini. “Udah sih waktu makan malam kemarin, pas lo masih di Bandung itu. Waktu hari pertama dia datang kan makan malam langsung barengan sama Bapak dan Ibu juga, jadi Kinan sekalian dikenalin ke anak-anak lain gitu buat kedatangannya. Sayang banget lo nggak ada, dia pianis tahu, Bim! Gue yakin deh pasti nyambung banget kalo ngobrol sama lo,” sahut Dika dengan bersemangat mengenalkan sosok Kinan kepada Abima. Abima yang tadinya sudah berdiri karena hendak kembali ke kamarnya untuk membersihkan diri pun mengurungkan niatnya. Laki-laki itu akhirnya kembali menempatkan dirinya untuk duduk di sebelah Dika dan mendengarkan sedikit cerita dari laki-laki itu tentang Kinan. “Kita masih ada banyak waktu buat siap-siap, mending ngobrol dulu aja di sini, soalnya lo nggak tahu apa-apa soal dia,” ujar Dika memberi saran. Sontak saja Abima langsung mengangguk kecil untuk membenarkan. “Jadi, si Kinan itu orangnya gimana?” tanya Abima penasaran. “Ini lo tanya dari sudut pandang gue?” “Iya lah dari sudut pandang lo! Masa gue tanya dari sudut pandangnya Ilham, kan di sini cuma ada kita berdua aja, jadi nggak mungkin gue tanya sama yang lain.” Abima mendengkus, Dika ini aneh menurutnya. Dika langsung tertawa kecil mendengarnya, dia tahu tapi memang sengaja saja untuk membuat Abima merasa kesal, maka dari itu dia bersikap demikian. “Ini gue bakalan jawab jujur ya dari apa yang udah gue lihat karena Kinan juga baru di sini.” Abima mengangguk untuk menyetujui. Dika menghela napas pendek sebelum akhirnya menjelaskan. “Kalau dari sudut pandang gue Kinan itu orangnya pendiam banget. Gue nggak tahu sih riwayat pertemanan dia kayak gimana jadi gue juga nggak tahu dia diam karena alasan apa. Gue belum banyak ngobrol, cuma kenalan dan tanya-tanya sedikit aja waktu makan malam. “Tapi dari yang udah gue perhatiin, cara jawab dia tuh seadanya aja, kayak jawab yang ditanya dan nggak banyak kasih penjelasan lain. Dia juga kayak kelihatan kurang nyaman ada di keramaian anak-anak asrama yang lain dan gue nggak tahu alasannya karena apa. Entah karena dia nggak biasa ada di keramaian atau memang susah bergaul, gue juga nggak tahu sih.” Sebelah alis Abima terangkat cukup tinggi. “Dia anaknya kayak gitu?” tanyanya bingung. Dika mengangguk. “Dari yang gue perhatiin sih kayak gitu ya. Mungkin agak sulit buat dekatin dia dan jadi temannya karena Kinan memang kelihatan sangat tertutup sama orang baru. Tapi enggak ada salahnya sih kalo mau coba lebih dekat sama dia karena gue yakin anak asrama yang lain pasti akan melakukan segala cara untuk bisa dekat sama Kinan.” Abima langsung mengangguk untuk membenarkan. Tipe-tipe anak Asrama Kartapati pasti akan melakukan segala cara untuk bisa dekat dengan gadis itu. Abima terlambat mengenalinya karena dia harus pergi dulu ke Bandung dan kedatangan Kinan tepat seperti kepergiannya, jadi mereka tak banyak tahu dan belum sempat bertukar sapa ataupun perkenalan secara langsung. Memang benar bahwa sebelumnya mereka berdua sudah berkenalan lewat pesan grup, namun itu pun hanya sekadar tahu nama dan anak-anak asrama lain yang mengenalkan. Memberitahu Kinan yang hanya tinggal selama tiga bulan di Asrama Kartapati dan memberitahu pula bahwa Abima sedang berada di Bandung karena sebuah urusan. Pertemuan secara langsung mereka memang belum terjadi. Ketika baru pulang kemarin, Abima sudah terlalu kelelahan sampai tak tahu apakah Kinan ada di dalam rombongan menonton semalam atau tidak. Dia sudah terlalu lelah sampai tak memperhatikan siapa saja sosok yang ada di ruang bersantai asrama putra pada malam itu. Namun, Abima yakin bahwa sepertinya Kinan ada di sana, sebab tidak mungkin jika gadis itu ditinggalkan sendirian di asrama putri. Anak-anak asrama putri bukanlah tipe-tipe orang yang suka mengabaikan orang lain, mereka pasti akan mengajak Kinan ikut serta untuk menonton semalam dan tidak mungkin juga jika Kinan sampai menolak ajakan itu sebagai sosok anak baru di Asrama Kartapati. ‘Sayang banget gue nggak fokus semalem dan udah terlalu mengantuk makanya nggak bisa cari yang mana namanya Kinan. Semalam aja gue nggak tahu siapa aja yang ada di ruang bersantai karena gue nggak lihat semua orang. Nanti kalo seandainya ada kesempatan buat ketemu lagi, gue mau deh lihat Kinan dan ajak dia kenalan. Sebagai sesama penghuni Asrama Kartapati memang udah seharusnya kan kita berdua saling kenal?’ pikir Abima di dalam hatinya. Abima ingin berkenalan karena mereka berada di asrama yang sama. Jika sudah berkenalan pasti tidak akan ada kata canggung lagi dan mereka bisa mengobrol dengan lebih santai ataupun membicarakan hal lain. Abima tentu senang bertemu dan berteman dengan orang-orang baru, apalagi katanya Kinan ini seorang pianis yang mana hobinya juga bergerak di bidang seni—sama seperti Abima. Oleh karena itu, Abima jadi penasaran dengannya dan ingin mengenal Kinan lebih jauh lagi. Pasti akan sangat menyenangkan jika mereka berdua bisa membicarakan hobi satu sama lain, Abima pun mengetahui tentang piano walaupun wawasannya pasti tidak seluas Kinan. Namun rasanya tetap saja akan menyenangkan, Abima jadi bisa belajar banyak hal baru dengan bertanya kepada gadis itu dan bertukar informasi dengannya. Menambah relasi pertemanan itu menyenangkan, apalagi jika teman-teman itu memiliki pemikiran yang tidak berbeda jauh dari Abima, pasti obrolannya akan terasa lebih menyenangkan. Di Asrama Kartapati hanya Abima saja yang memiliki minat dalam bidang seni, sedangkan kebanyakan yang lainnya senang dengan bisnis. Anak-anak lain yang sepantaran dengannya masih belum memikirkan apa yang akan mereka lakukan ke depannya dan selama ini Abima hanya tahu bahwa ada Dika saja yang pintar menyanyi dan bermain gitar, namun dia tidak memiliki pengalaman dalam bidang seni yang lain dan Dika juga tidak tahu apa-apa. Itu lah mengapa obrolan mereka terkadang tidak nyambung jika Abima sudah membicarakan hal yang dia suka. Tapi tetap saja, Abima dan Dika bisa berteman dengan baik layaknya seperti anak-anak Asrama Kartapati yang lainnya. Perbedaan hobi tentu saja tidak membuat mereka jadi tak dekat, justru mereka bisa dekat karena satu dan lain hal selama bertahun-tahun hingga sekarang mereka tak lagi saling canggung antara satu sama lain. Sekarang karena sudah ada Kinan yang memiliki minat di bidang yang sama sepertinya, membuat Abima jadi ingin kenal lebih dekat dengan gadis itu. Mungkin akan membutuhkan sebuah usaha ekstra untuk mendekatinya, sebab dari cerita Dika tadi kelihatannya Kinan memang bukan seseorang yang mudah untuk didekati. Akan tetapi, Abima akan mencobanya lebih dulu. Tidak ada yang salah untuk berusaha lebih dulu walaupun masih belum pasti akhirnya akan seperti apa. Namun, Abima benar-benar penasaran dan ketika rasa penasaran itu sudah tumbuh dalam hatinya maka Abima akan benar-benar bergerak untuk mengikuti apa yang kata hatinya ucapkan. Lalu sekarang, yang dia inginkan hanyalah menjadi lebih dekat dengan Kinan dan Abima akan melakukan hal itu. ‘Gue bakalan coba mendekati lo dan berteman baik sama lo, gue yakin kita akan nyambung dan gue senang berbagi pengalaman sama orang baru. Semoga lo bisa menerima sosok gue dengan baik, Kinan,’ ujar Abima di dalam hatinya. Abima kemudian berdiri dari lagi posisi duduknya. “Kalo gitu gue naik dulu deh mau bebersih duluan biar nggak repot kalo udah deket jam berangkat. Lo juga jangan lupa mandi ya, Ka. Hari ini pokoknya bakalan pergi sama gue,” tutur Abima serius untuk mengingatkan. Dika langsung mengangguk cepat. “Iya, tenang aja. Gue bakalan temenin lo seharian ini kalo perlu.” Abima terkekeh kecil, kemudian mulai melangkah pergi untuk kembali ke kamarnya. Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang cukup panjang untuknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN