Sebetulnya Abima sudah bisa menebak bahwa kemungkinan besar Dika pasti akan menerima ajakannya tersebut, laki-laki itu tak mungkin menolak karena dia sangat ingin pergi dan sekarang Abima akan mengajaknya.
Tetapi, tidak tahu juga. Bisa saja Dika tidak sedang berada dalam mood yang sedang ingin pergi ke luar dan hari ini dia hanya ingin di asrama saja untuk beristirahat. Jika pun Dika tidak mau pergi, Abima bisa mencoba mengajak yang lain seperti Randu misalnya dan jika semua orang menolak maka mau tak mau Abima harus pergi seorang diri.
“Ih, lo pake nanya segala! Ayo lah, ikut gue!” Dika langsung menjawab pertanyaan Abima dengan semangat yang menggebu-gebu. “Gue sampai lupa kalo lo memang belum hunting foto, kemarin lebih fokus sama kabar neneknya Galih sih jadi gue nggak terlalu ingat kalo seandainya lo juga belum selesai hunting fotonya. Kalo memang dikumpul besok ayo deh gue temenin!”
“Ini lo beneran mau temenin gue?” tanya Abima untuk memastikan. “Gue pikir lo bisa aja nolak karena mungkin lo lebih mau istirahat aja di rumah daripada keluar sama gue. Soalnya kan ini hari Minggu, gue juga belum tahu kemarin lo keluar atau enggak, makanya gue agak ragu buat ajaknya karena gue pikir lo bakalan nolak.”
Dika langsung menggeleng untuk mengusir semua pikiran buruk di dalam kepala Abima. “Enggak, astaga, gue kemarin di asrama aja dan nggak ke mana-mana. Lo kan tahu gue tipe anak yang pasti bakalan ayo-ayo aja kalo diajakin keluar. Semalem aja waktu Kak Anjar sempat ngajakin buat malam mingguan gue udah mau ikut, tapi berpikir kalo lo itu capek. Jadi, gimana? Memang rencananya lo mau pergi jam berapa biar kita juga bisa siap-siap,” sahut Dika lagi, mempertanyakan.
Abima menoleh ke arah laki-laki itu. “Enaknya ke mana?”
“Lho, jangan bilang lo belum punya rencana mau pergi ke mana?” tanya Dika kebingungan, lagi-lagi kening lelaki itu berkerut dalam.
Gelengan kecil langsung Abima berikan dengan wajah malasnya. “Sebenernya gue males banget mau pergi hari ini padahal gue yang ajak, gue masih capek sih lebih tepatnya terus juga nggak tahu kenapa kayak nggak punya semangat hari ini jadinya aneh badan gue kayak lemes gitu,” jawab Abima jujur.
Sebetulnya dia memang terlalu malas untuk bergerak dan pergi di hari ini. Jika bisa, Abima ingin sekali menggunakan foto-foto di kameranya yang belum terpakai untuk kemudian dia kumpulkan sebagai tugas, tetapi seingat Abima tidak ada tema yang cocok dengan tugas yang harus dia kumpulkan kepada organisasinya. Itu lah mengapa jadinya Abima memang harus pergi ke luar daripada bermalas-malasan di dalam asramanya sendiri.
Akan tetapi, rasa malas itu seperti sudah lengket sekali di dalam dirinya. Biasanya pun Abima tidak seperti ini, dia akan cepat bergerak ketika sadar bahwa memang harus segera pergi, sebab ada tugas yang menunggunya dan harus cepat dia selesaikan. Biasanya Abima adalah orang yang paling tidak tahan untuk menunda-nunda tugasnya sendiri.
“Lo nggak kayak Abima yang biasanya deh,” ujar Dika tiba-tiba seraya memandangi Abima dari samping, meneliti sahabat asramanya itu yang terlihat berbeda dari biasanya.
Anehnya, Abima langsung mengangguk setuju untuk pernyataan Dika barusan. “Gue juga merasa begitu, bukan cuma lo aja. Aneh deh kenapa gue males banget ya hari ini padahal biasanya gue semangat-semangat aja,” jawab laki-laki itu.
“Kayaknya lo lagi nggak enak badan deh Abim, makanya bawaannya lemes banget kayak gini. Coba geh sentuh kening lo sendiri, hangat nggak?” Dika menyarankan Abima untuk melakukan apa yang dia perintahkan dan Abima pun langsung menurut.
Abima memegang keningnya sendiri untuk memastikan suhu tubuhnya apakah memang cukup hangat atau tidak. Sejujurnya Abima tidak kepikiran sama sekali bahwa ada kemungkinan dia sakit karena merasa lemas, tetapi Abima memang merasakan bahwa tubuhnya terasa tidak enak sejak pulang kemarin.
Ternyata memang benar, tubuhnya sedikit lebih hangat daripada yang seharusnya dan berarti Abima benar-benar sedang sakit. Padahal hari ini dia harus pergi, tetapi kalau sakit begini apa yang harus dirinya lakukan?
“Cuma panas biasa doang, nggak apa-apa lah. Paling juga diminumin obat nanti gue sembuh,” ujar Abima kecil, tidak mau terlalu mempermasalahkan sakitnya yang menurutnya tidak begitu penting. “Gue harus pergi hari ini, kalo misalnya gue nggak pergi cuma karena sakit nanti yang ada gue malah nggak kumpul tugas organisasi,” lanjutnya.
Sebenarnya jika Abima tidak mengirimkan tugas itu minggu ini pun tidak masalah. Mereka masih bisa mempertahankan tema sebelumnya atau Abima bisa menyetor foto-foto lain saja. Anak-anak organisasi pun tidak akan mempermasalahkan apalagi jika dirinya sedang sakit.
Tetapi masalahnya di sini adalah, Abima itu orang yang sangat tidak enakan terhadap orang lain. Dia juga sangat bertanggung jawab atas tugas apa pun yang diberikan kepadanya. Abima tidak akan mau membuat orang lain kecewa. Maka dari itu, dia pasti akan sangat mengusahakan untuk bisa pergi hari ini dan mengerjakan tugas organisasinya tersebut, sekalipun hanya pergi sebentar tapi setidaknya Abima bisa mendapatkan foto-foto yang dia inginkan dan tidak akan membuat anggota organisasi lain jadi kesusahan karenanya.
“Berarti mau jadi pergi hari ini?” tanya Dika untuk memastikan, sebagai seseorang yang diajak oleh Abima tentu saja dia hanya akan mengikuti apa yang ingin Abima lakukan dan Dika tidak akan memprotes apa pun.
Abima mengangguk kecil sebagai jawabannya. “Iya, jadi. Kita pergi jam 10 aja kali ya biar nggak kepanasan, terus biar bisa pulang lebih cepat juga?” Laki-laki itu meminta saran.
“Kalo menurut gue sih memang enakan pergi jam sepuluh biar bisa pulang lebih cepet terus lo juga bisa istirahat. Kalo kita berangkat siang pasti pulangnya sore, kalo berangkatnya pagian kan bisa pulangnya siang. Jadi, gimana?”
“Oke, kalo gitu kita pergi jam sepuluh. Gue siap-siap dulu deh biar nggak ribet nanti, lo juga siap-siap sana biar nggak kelabakan kalo mau pergi nanti.” Abima langsung bangkit dari sofa yang dia duduki, memberi ruang penuh lagi bagi Dika untuk bisa duduk di sana sedangkan Abima akan segera pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap dan tak lupa membersihkan diri di pagi hari ini.
Namun, sebelum Abima sempat benar-benar pergi dari ruang santai. Dika memanggilnya lagi, laki-laki itu mempertanyakan sesuatu yang membuat Abima sedikit bingung.
“Bim, lo udah tahu kan kalo ada penghuni baru di Asrama Kartapati? Lebih tepatnya sih penghuni baru di asrama putri, karena asrama putra udah penuh jadi yang diisi yang di sana,” beritahu Dika kepada Abima. Mungkin saja Abima sudah membaca pesan grup karena seingat Dika, laki-laki itu sempat muncul ketika perkenalan berlangsung. Tetapi untuk memastikan sekali lagi, Dika ingin saja memberitahukannya kepada Abima secara langsung.
“Gue tahu kok, namanya Kinan ‘kan? Gue sempat baca grup waktu pertama kali dia muncul. Tapi memang belum kenalan secara langsung sih, bisa nanti juga lagian masih banyak waktu buat bisa ngobrol dan kenalan. Lo udah kenalan sama dia?” tanya balik Abima.
Tak bisa dipungkiri bahwa sebenarnya Abima juga penasaran dengan sosok gadis yang katanya hanya singgah selama tiga bulan saja di asrama ini. Singkat sekali jika dipikir-pikir, Abima juga masih tak tahu banyak tentangnya dan rasa penasaran itu sebetulnya membuat Abima jadi ingin lebih mengenal sosok Kanala Kinanti si penghuni baru tersebut.