Pagi cerah di hari Minggu menyambut Abima yang baru saja terbangun dari tidurnya. Sabtu kemarin, Abima tidur lebih awal karena terlalu lelah akibat perjalanannya dari Bandung menuju Jakarta, serta padatnya semua kegiatan di hari itu. Abima terlalu banyak berpikir sehingga kerja otak menghabiskan seluruh tenaganya. Alhasil, pukul tujuh malam dia sudah naik ke kamarnya sendiri untuk tidur dan tidak ikut dalam agenda nonton bersama yang dilakukan oleh anak-anak putra dan juga putri.
Sesungguhnya sangat disayangkan karena Abima tidak bisa mengikutinya, jarang-jarang sekali Bapak Karta memperbolehkan para penghuni ada di satu ruangan yang sama selain dapur, tetapi Bapak Karta juga sudah menaruh rasa percaya yang tinggi kepada anak-anak asramanya sehingga dia tahu tidak akan ada masalah yang terjadi sekalipun mereka digabungkan bersama.
Lagipula ada Alicya yang sudah pasti akan mengkoordinasi semua kegiatan menjadi lebih baik, gadis itu juga tahu mana yang baik dan buruk, dia pasti tidak akan memperbolehkan adanya hal buruk di antara mereka.
Pagi ini, karena hari libur jadi hanya ada sedikit orang yang baru bangun, salah satunya Abima dan kebetulan dia melihat Dika ada di ruang televisi sedang menonton salah satu kartun di sana.
“Tidur jam berapa kalian semalam?” tanya Abima begitu dia menghampiri Dika, selain mereka berdua tidak ada lagi yang sudah bangun. Para penghuni putra lainnya sepertinya masih berada di dalam mimpi mereka masing-masing.
“Filmnya baru selesai jam sepuluh malem, terus anak putri langsung pada balik ke asrama mereka. Gue juga langsung tidur sih soalnya udah ngantuk banget, cuma nggak tahu yang lain tidur jam berapa,” jawab Dika tanpa menolehkan kepalanya ke arah Abima, dia tetap fokus menonton.
Abima hanya manggut-manggut mengerti, dia hanya ingin tahu saja sehingga tak ada lagi pertanyaan yang laki-laki itu ajukan. Abima pun ikut menonton tayangan yang ada di televisi sana, jika masih pagi seperti ini di hari libur mereka biasanya memang bermalas-malasan jika tidak ada kegiatan yang harus dilakukan.
Akan tetapi, baru tiga menit Abima fokus kepada tayangan itu, kepalanya tiba-tiba saja mengingat bahwa masih ada satu kegiatan yang belum Abima lakukan di hari kemarin. Karena terlalu pusing dengan agenda mendadak yang dia lakukan bersama Galih di hari kemarin, akhirnya Abima jadi lupa apa saja yang sudah dan belum dilakukan olehnya.
Abima terdiam, berusaha mengingat dengan jelas rentetan kegiatan yang telah terjadi di hari kemarin. Mungkin saja saat ini kedua matanya terlihat fokus ke arah televisi, tetapi kenyataannya fokus Abima tidak sedang berada di sana. Isi kepalanya justru berkelana memikirkan hal lain dan Abima tak benar-benar sedang menonton televisi.
‘Kemarin gue sama Galih udah susun rencana sampai sore, tapi harus batal karena neneknya Galih masuk rumah sakit dan keadaannya kritis sehingga Galih harus cepat pulang karena khawatir sama neneknya. Tapi kami berdua masih sempat datang ke makam karena gue memang harus memperingati hari kematian orangtua gue dan tujuan utama gue datang ke Bandung karena memang ingin tengokin mereka, jadinya gue sama Galih harus pergi ke sana.
‘Abis dari makam akhirnya kami berdua pulang lagi ke rumah dan langsung siap-siap buat balik ke Jakarta. Pulang siang dan sampai rumah sore, tapi gue baru tidur jam tujuh malam pas masuk ke kamar. Jadi, agenda hari Sabtu yang seharusnya gue lakuin sama Galih pun batal termasuk tugas gue buat hunting foto.’
Abima berhasil mengingat segala hal di dalam kepalanya. Semua tayangan kejadian kemarin seperti sebuah kaset yang terputar kembali di dalam kepalanya, untung saja kejadian itu masih baru sehingga Abima masih bisa mengingatnya dengan sangat jelas tanpa perlu kebingungan.
Hanya saja, Abima juga ingat bahwa tugas foto itu harus dia kirimkan di esok hari, jadi mau tak mau Abima harus pergi di hari ini untuk melakukan hunting foto tersebut. Karena jika tidak, dia pasti akan dimarahi oleh anggota lainnya karena tidak mengumpulkan tugas mingguan
Abima menoleh ke arah Dika yang terlihat begitu serius menatapi televisi di depan sana, sepertinya laki-laki itu juga tidak sadar bahwa saat ini Abima sedang memandanginya.
“Kenapa lo lihatin gue sampai begitu?” tanya Dika tiba-tiba, membuat Abima langsung terkesiap kaget. Dia pikir Dika tidak menyadarinya, namun ternyata laki-laki itu tahu bahwa Abima sedang memandanginya.
“Kok lo tahu kalo lagi gue lihatin?” tanya Abima balik, heran sendiri dia jadinya.
“Kelihatan dari ekor mata gue, walaupun gue natap televisi gue bisa tetap lihat pergerakan lo di samping gue,” jawab Dika, yang kini sudah menoleh sepenuhnya ke arah Abima karena televisi di depan sana baru saja menayangkan sebuah iklan. “Kenapa lo?”
Dika sudah bisa memberikan fokus sepenuhnya kepada Abima karena tayangannya masih berada dalam jeda iklan. Abima juga terlihat kebingungan sehingga Dika jadi penasaran apa yang sedang laki-laki itu pikirkan sekarang.
“Lo ada rencana mau keluar asrama nggak hari ini?” tanya Abima akhirnya setelah berpikir selama beberapa saat, tidak ada salahnya dia bertanya lebih dulu kepada Dika.
“Pergi maksudnya?” tanya balik Dika dan Abima langsung mengangguk. “Enggak ada sih kalo hari ini. Gue nggak ada rencana apa pun atau sama siapa pun dan nggak ada yang ngajakin gue pergi juga, jadi hari ini gue bakalan di asrama aja males-malesan,” jawab Dika jujur.
Hari ini memang tidak ada rencana yang terjadi dalam hidup Dika, anggap saja seperti hari bebas untuknya beristirahat. Akan tetapi, jika ada orang lain yang ingin mengajaknya pergi juga Dika pasti akan berangkat, laki-laki ini termasuk orang yang suka pergi tetapi juga suka di rumah. Jika ada yang mengajak maka Dika akan pergi, tetapi jika tidak ada yang mengajaknya Dika pasti akan diam saja di rumah. Dia cenderung jarang mengajak lebih dulu, Dika lebih sering menunggu ajakan.
Lalu, Abima akan melakukannya hari ini. Tujuan Abima menanyakan kegiatan Dika di hari ini adalah karena Abima ingin mengajak Dika pergi jika seandainya laki-laki itu memang tidak memiliki agenda lain.
“Kalo gue ajakin lo pergi hari ini, lo mau nggak keluar sama gue?” Abima bertanya lagi, kali ini mempertanyakan poin penting dari tujuan utamanya. Abima sangat berharap sekali jika Dika mau menerima ajakannya, sebab Abima terlalu malas mencari teman lain. Abima sendiri ingat bahwa sebelum pergi ke Bandung kemarin Dika sempat meminta diajak untuk pergi lagi hunting foto, sebab sudah lama dia tidak menemani Abima pergi.
Oleh karena itu, sekarang Abima akan benar-benar mengajaknya.
Kening Dika berkerut dalam. “Keluar? Memangnya lo mau ngajakin gue ke mana? Tumben banget ngajakin gue pergi.”
Abima menghela napas kecil, menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa sebelum akhirnya menjawab lagi. “Hunting foto, Dika. Lo tahu kan kemarin agenda hunting foto gue batal dan besok tuh gue harus kumpul fotonya untuk tugas organisasi gue, tahu deh kalo nggak ngumpul bakalan dimarahin kali gue sama mereka. Jadi, karena gue nggak bisa pergi kemarin, jadinya gue harus pergi hari ini. Lo mau ikut nggak buat temenin gue? Soalnya waktu itu lo bilang mau ikut kalo gue hunting foto, jadi gue kepikiran aja buat ajakin lo.”
Abima sudah mempertanyakan niatnya, sekarang mari lihat apakah Dika mau pergi bersamanya atau tidak.