40. Waktu Istirahat

1145 Kata
Kopi pesanan para anak laki-laki pun datang, rasanya mau menyeruputnya saja masih panas, alhasil Abima segera mengubah posisi menjadi duduk. Ia menuangkan sedikit demi sedikit kopi ke atas piring kecil alas cangkir kopinya. Lalu mendiamkannya sejenak agar kepulan asap itu menghilang dan sedikit dingin sehingga ia bisa meminumnya. “Gimana tadi ceritanya? Sekarang kopinya udah dateng nih,” ucap Ilham yang tampak penasaran. “Lo mau dengerin cerita yang mana?” tanya Abima yang sempat-sempatnya bertanya demikian. “Lah! Kan tadi nanya kenapa lo pulang cepet Abim?” tukas Tara sampai mau menimpuk kepala Abima dengan bantal yang ada di sofa. Abima tertawa renyah, ia berdeham pelan sebelumnya sambil melirik ke arah Randu sekilas sebelum memosisikan duduknya menghadap teman-temannya yang seperti akan mendengarkan dongengnya. “Seperti yang udah diawali sama Randu tadi, salah satu alasannya karena mendadak Galih disuruh pulang sama orangtuanya. Neneknya Galih yang deket banget sama Galih ini lagi kritis, gue nggak bisa egois juga maksain Galih tetep di Bandung ngelaksanain agenda kita buat hunting bareng, kulineran bareng, sedangkan neneknya lagi kritis, pasti Galih nggak tenang dan nggak bakalan bisa nikmatin liburan di Bandung bareng gue, kan? Alhasil gue batalin aja, gue nanya Galih tapi dia mau balik sabtu ini juga atau mau nunggu minggu.” Abima menjelaskan panjang lebar, namun belum keseluruhannya. Ia mengambil roti goreng terlebih dahulu sebelum dihabiskan oleh yang lain karena ia sendiri belum mengambil sama sekali. “Kalau Galih pulang, terus kenapa lo nggak ngehubungin gue aja?” seru Bella dengan percaya dirinya ia mengatakan hal tersebut. Seketika semua cowok-cowok di sana menatap ke arah Bella dengan bingung. “Ngapain harus ngehubungin lo? Mau jemput Galih lo? Suka sama Galih apa gimana?” celetuk Tara. “Bukan gitu, Kak!” Bella langsung mencari pembelaan dan melempar bantal ke depan muka Tara. “Sakit Bella!” “Lo nyebar fitnah sih Kak,” cibir Bella, sementara yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala heran dengan kelakuan keduanya yang mulai ribut. “Gue tuh maksudnya mau nyusul Abim ke Bandung biar gantiin Galih terus ajak gue jalan-jalan gitu. Kan gue juga pengen liburan ke Bandung,” sungut Bella membenarkan prasangka Tara tadi. “Bella pengen jalan-jalan sama Abim nih ceritanya? Abim, gimana tuh si Bella minta lo ajak jalan,” goda Ilham menggantikan Tara Yang sudah mengunci mulutnya. Bella melotot ke arah Ilham, ia tampak kesal karena dituduh-tuduh seperti itu. “Apaan sih?! Kalian berdua nggak jela, Bella capek orang cuma bercanda aja.” Bella menghentakkan kakinya kesal. “Ngambek tuh si Bella, kalian sih!” Alicya menyalahkan Tara dan Ilham, sementara mereka berdua tampak bodo amat sekali karena ingin mendengarkan kelanjutan cerita Abima. “Habis itu jadi ke makam orangtua lo nggak?” tanya Randu seraya menghadap ke arah Abima. “Jadi dong, itu kan tujuan utama gue pulang ke Bandung,” Abima menjawab dengan senyuman tipisnya. “Syukur deh, setidaknya lo ditemenin Galih karena hari ini kan hari kematian orangtua lo bagaimanapun juga kalau udah sampai sana lo nggak ke makam ya ngapain gitu pergi jauh-jauh ke sana,” kata Randu yang jelas ada benarnya juga. “Gue juga udah ngirim doa kok buat mereka. Nggak bakalan batal kalau udah sampai sana tujuan utama gue ke makam tetap harus jadi apa pun yang bikin urgent buat balik ke Jakarta lagi, gue tetep harus ngeluangin buat mengunjungi mereka. Gue kangen banget, untung aja kebersihan makam terjaga waktu gue sampai sana jadi lega mereka yang gue tugasi masih pegang amanah gue buat selalu bersihin makam mereka,” tutur Abima. Yang lain mendengarkan cerita Abima tanpa banyak menanggapi selain manggut-manggut dan ikut senang. Mereka semua sudah seperti keluarga dan sering berbagi cerita seperti ini, kalau ada yang sedih dihibur, kalau ada yang susah dibantu, asalkan sama-sama. “Nah, mumpung pada kumpul di asrama semua nih ada Abim juga, gimana kalau kita malam mingguan aja? Batal deh nontonnya bisa digeser ke lain hari, soalnya Abima juga kelihatan capek banget,” Anjar tiba-tiba beranjak dari posisi tidur dan ia menatap anak-anak yang lain juga untuk meminta persetujuan atas idenya ini. “Malam mingguan Kak?” tanya Rea dengan bingung, dia tidak mengerti kenapa pembicaraan ini tiba-tiba saja malah mengarah ke malam mingguan, padahal kan rencana awalnya tidak seperti itu. “Gue capek Kak. Mau tidur aja,” Abima langsung menjawab. Ia menyeruput kopi pada gelas terakhirnya dan meletakkan ke atas nampang setelah habis. “Tapi bener sih Kak, itu Abima kan baru pulang ya abis ngelewatin perjalanan yang cukup panjang juga mana sekarang udah mau malem jadi seharusnya biarin dia istirahat aja nggak sih?” sahut Dika, dia sedari tadi memperhatikan wajah dari sahabatnya itu dan jujur saja Dika merasa kasihan dengan Abima yang sudah terlihat begitu lelah. “Iya, bener itu katanya Dika. Kita juga tadi kan janjiannya mau nonton bareng kenapa tiba-tiba jadi malam mingguan? Anjar nih kebiasaan suka mengganti agenda tiba-tiba. Bapak sama Ibu juga nggak akan sering-sering membiarkan kita di dalam satu asrama yang sama, jadi sekarang karena udah di kasih izin mending kita lanjutin agenda nontonnya aja. Nanti kalo Abima memang capek dia bisa istirahat aja di kamarnya dengan catatan kita semua nggak boleh berisik nontonnya biar Abima juga tidurnya enggak ke ganggu, gimana?” Alicya sebagai yang paling tua di sana akhirnya angkat bicara untuk menengahi, setelah dia memantau suasana dan melihat perdebatan kecil yang terjadi di antara teman-teman asramanya tersebut akhirnya dia bisa mengambil kesimpulan terakhir yang bisa mereka lakukan malam ini. Jika Alicya sudah berkata, maka anak-anak lain juga pasti akan langsung menurut secara cepat, seakan-akan memang gadis itu lah sumber pembicara utama yang akan didengarkan oleh semua orang. “Gue setuju sih, ya udah kita lanjutin nontonnya aja, lagian sayang juga tadi filmnya udah di download kan sama si Rashi. Udah capek-capek dia download film masa kita nggak jadi nontonnya,” Rea juga ikut menimpali pembicaraan itu, tentu saja dia setuju dengan kalimat yang dikatakan oleh Kak Cya tadi. Mereka tidak akan pergi ke mana pun dan akan tetap berpegang kepada rencana awal. “Oke deh, sorry, gue tadi terlalu bersemangat makanya tiba-tiba malah ngajakin malam mingguan. Kita bisa keluar nanti kapan-kapan dan jangan sekarang, Abima kalo memang cape mending sekarang langsung istirahat aja deh daripada harus dengarin pembicaraan nggak jelas ini. Nanti kami semua coba buat nggak terlalu berisik ya biar tidur lo juga jadi nggak akan keganggu. Abima lantas mengangguk, ia mengangkat tas ranselnya untuk dibawa naik ke lantai dua tempat di mana kamarnya berada. Dia harus segera tidur karena jujur saja sekarang kedua mata Abima sudah benar-benar memberat akibat kelelahan. Abima mungkin tidak sadar, tapi di antara semua orang yang ada di asrama putra malam itu, ada satu gadis yang sedang mencoba menyesuaikan dirinya karena masih orang baru di asrama itu. Dia adalah Kinan yang sejak tadi hanya duduk diam di samping Bintang sembari memperhatikan semua orang yang berbicara, gadis itu masih tak banyak cakap karena tak tahu juga harus mengatakan apa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN