19. Pemilik Kamar Terakhir

1133 Kata
            Pada malam itu, keinginan Tarisa untuk tidur di kamar kosong pun Cya turuti karena pikirnya sudah terlalu malam bagi Tarisa untuk berpindah ke rumah utama. Lebih baik memanfaatkan ruangan yang ada di sini saja, lagipula barang-barang di dalam masih lengkap dengan bantal dan selimut baru yang sudah diganti, Tarisa pasti akan tetap merasa nyaman jika tidur di sana.             Cya juga tak lupa memberikan kabar kepada Pak Karta dan Ibu Ana di malam itu juga agar keduanya tidak panik saat menemukan kamar Tarisa yang kosong karena anak mereka menginap di sini. Lebih baik untuk Cya mengabarkan sekarang daripada menimbulkan kepanikan di esok hari.             Sebenarnya Tarisa bisa saja menginap di salah satu kamar milik penghuni putri untuk tidur bersama. Tapi sebenarnya satu kamar memiliki satu kasur yang hanya cukup untuk dipakai seorang diri dan akan terasa sempit jika harus dipakai berdua. Akan sangat tidak nyaman jika sampai hal itu terjadi, maka dari itu Cya akhirnya memperbolehkan Tarisa untuk tidur di kamar kosong karena selama ini juga gadis itu selalu tidur sendirian dan dia juga bukan tipe gadis yang penakut.             Lalu keesokan harinya, tidak ada yang menduga bahwa Tarisa langsung meminta satu buah permintaan kepada ayahnya atas keinginannya sendiri. Inilah yang Tarisa katakan kepada Pak Karta di pagi itu, ketika semua orang sedang sarapan di dapur utama sehingga mereka semua bisa mendengar permintaan itu.             “Ayah, Tarisa boleh minta sesuatu nggak ke Ayah? Permintaannya enggak sulit kok,” ujar gadis kecil itu kepada ayahnya.             Pak Karta yang mendapatkan pertanyaan seperti itu langsung menumpukan seluruh perhatiannya kepada anak semata wayangnya itu. “Kamu mau minta apa?” Pak Karta itu sangat sayang dengan Tarisa, walaupun gadis itu tidak selalu dimanja tapi terkadang apa pun yang menjadi keinginannya akan selalu Pak Karta wujudkan jika masih dalam kategori normal, karena Tarisa memang pernah meminta sesuatu yang aneh yang langsung ditolak pada saat itu juga oleh Pak Karta.             “Aku mau kamar kosong di asrama putri jangan disewain buat siapa-siapa, itu buat tempat aku tidur aja kalo aku mau nginep di sana. Boleh nggak Ayah?” Permintaan Tarisa tentu langsung mengundang semua mata untuk langsung menatapnya pada saat itu juga.             “Kenapa? Kok nggak boleh Ayah sewain? Kenapa kamu mau kamar itu jadi punya kamu?”             Karena pertanyaan itu akhirnya Tarisa menjelaskan semua hal yang ada dipikirannya pada saat itu. Dia memberitahu tentang kegiatannya dengan para kakak dari asrama perempuan kemarin malam yang menonton beberapa film menyenangkan bersama-sama.             Tarisa berpikir bahwa dia ingin melakukan hal seperti itu lagi bersama mereka dan tujuan Tarisa meminta kepada ayahnya agar tak menyewakan kamar terakhir yang tersisa adalah karena sewaktu-waktu ketika dia akan melakukan kegiatan yang sama dengan para kakak perempuannya itu, Tarisa ingin tertidur lagi di sana agar dia tidak perlu repot-repot pulang ke rumah depan, lagipula kamarnya juga nyaman-nyaman saja untuk dipakai beristirahat setelah melakukan agenda movie marathon mereka kemarin.             Tarisa menginginkan kamar itu agar bisa dirinya datangi sesekali ketika bosan, walaupun memang tidak akan Tarisa pakai setiap saat tapi rasanya dia tetap ingin memiliki kamar itu. Entah diperbolehkan atau tidak dengan ayahnya nanti yang pasti Tarisa sudah mengatakannya lebih dulu, karena dia memang tipe orang yang akan langsung berbicara jika sedang menginginkan sesuatu seperti sekarang ini.             Selama Tarisa menjelaskan semuanya kepada ayahnya, para gadis dari asrama putri pun tersenyum mendengarnya, mereka turut senang jika kegiatan mereka kemarin ternyata disukai oleh Tarisa. Padahal Bella sempat merasa takut bahwa mungkin saja Tarisa akan merasa bosan dengan film yang mereka putar atau yang lebih parah adalah gadis kecil itu tidak bisa menikmati filmnya dan jatuh tertidur begitu saja karena merasa bosan.             Tapi ternyata gadis itu menyukainya, dia senang menghabiskan waktu bersama dengan kakak perempuannya tersebut dan hal itu tentu membuat Cya, Rea, Bella, Bintang dan juga Rashi merasa senang ketika mendengarnya, sebab tak sia-sia usaha mereka mengajak gadis itu untuk ikut menonton bersama dengan mereka.             Pak Karta yang sudah selesai mendengarkan pun mangut-mangut mengerti. Tarisa jarang sekali meminta sesuatu yang serius seperti ini, terakhir kali dia meminta sesuatu yang serius adalah ketika gadis kecil itu meminta dibuatkan ruang musik di asrama ini karena hobinya bermain musik dan Pak Karta mewujudkan hal itu. Sisanya, Tarisa terkadang hanya meminta hal-hal yang kecil saja.             Tapi hari ini dia meminta satu kamar dari asrama putri untuk bisa dia tempati sesekali ketika ingin dan membutuhkannya.             “Kamu beneran mau kamar itu buat dipakai istirahat sesekali?”             Tarisa mengangguk kecil. Dia benar-benar menginginkannya dan tidak bercanda sama sekali, dia senang sekali bisa tidur di rumah yang sama dengan kakak perempuannya karena biasanya selama ini Tarisa hanya tidur sendiri, bermain ponsel sendiri dan menonton film sendirian ketika sedang berada di rumah.             Dia memang memiliki teman-teman di sekolahnya, namun tentu saja itu lain cerita. Teman-teman itu hanya teman di luar lingkungan rumahnya, dan ketika kembali pulang Tarisa akan kembali kesepian lagi.             Maka dari itu dia juga menjadi pihak yang sangat senang ketika menemukan banyak orang baru di rumahnya pada bagian belakang. Walaupun awalnya Tarisa tidak mengerti mengapa mereka semua tinggal di rumahnya, namun ketika mulai dewasa dia baru mengerti tentang istilah asrama dan juga para penyewanya.             Jujur saja Tarisa benar-benar senang karena rumahnya menjadi ramai terutama ketika sedang jam sarapan ataupun makan malam. Entah mengapa rasanya menyenangkan melihat banyaknya kakak laki-laki dan perempuan yang berkumpul di rumahnya dan Tarisa juga senang karena mereka semua sangat baik kepadanya, sama rata, dan tidak ada yang pernah berbuat jahat kepadanya satu kali pun.             Hal yang paling menyenangkan adalah terkadang Tarisa ikut diajak pergi ketika mereka ingin pergi keluar bersama-sama, para kakaknya itu tidak pernah meninggalkannya sendirian dan selalu mengikutsertakan Tarisa untuk segala hal yang mereka lakukan. Tarisa jadi merasa dia seperti mempunyai kakak yang banyak dan jujur saja hal itu sangat menyenangkan.             “Kalo kamu mau kamar itu, kamu harus bayar sama Ayah.” Suara Pak Karta kembali terdengar kali ini dengan sebuah gurauan yang langsung membuat Tarisa merengek pada saat itu juga, sedangkan yang lain hanya bagian tertawa saja melihat interaksi antara ayah dan anaknya itu.             “Aku kan anak Ayah, masa harus bayar sih? Aku kan masih sekolah belum punya uang banyak buat bisa bayar itu,” rengek Tarisa sedih, bibirnya langsung maju lima centi.             “Loh, Ayah belum kasih tau kamu harus bayar pake apa, ‘kan?”             Tarisa kembali duduk tegak, menatap Ayahnya dengan penuh minat. “Apa, Ayah? Aku harus bayar pake apa?”             “Belajar yang bener dan nilaimu harus naik di semester ini.”             Senyum Tarisa kian mengembang, lalu dia menatap Abima. “Gampang, aku bisa minta tolong Kak Abima untuk ajarin aku, boleh kan Kak?” tanyanya dengan wajah berbinar.             Abima yang menjadi sosok paling pintar di ruangan itu pun akhirnya tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Tarisa. “Iya, bakalan Kakak ajarin sampai nilaimu beneran naik.”             Akhirnya mulai saat itu hingga sampai sekarang, pemilik kamar terakhir yang kosong itu akhirnya jatuh ke tangan Tarisa.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN