51. Mencoba Lebih Terbuka

1080 Kata
“Hai, Kinan, hehehe.” Setelah melewati pertimbangan yang panjang selama berdiri di depan pintu gerbang asrama putra, Anjar akhirnya memutuskan untuk mendekati Kinan sebentar dan melihat secara langsung apakah kehadirannya diterima atau tidak oleh gadis itu. Sebenarnya Anjar sedikit ragu untuk mendekat ke arah gadis itu, karena dari kejauhan saja dia bisa melihat dengan jelas bahwa Kinan memberikan penolakan bagi mereka berdua untuk berbicara. Anjar heran mengapa gadis yang berada beberapa tahun di bawahnya itu terlihat sangat ketakutan seolah-olah Anjar adalah orang jahat yang berusaha mendekatinya. Apakah wajah Anjar memang terlihat semenyeramkan itu sehingga Kinan harus sampai gemetaran ketika dia dekati? Padahal kan Anjar tidak memiliki niat buruk sedikitpun, dia benar-benar ingin mengajak Kinan mengobrol kecil saja, laki-laki yang lebih tua itu ingin membangun hubungan yang lebih baik dengan si penghuni baru agar pertemuan-pertemuan mereka ke depannya tidak akan menjadi secanggung ini. Karena sudah terbiasa tinggal dengan anak-anak asrama yang lain dengan penuh kehangatan dan keakraban, Anjar jadi merasa asing ketika bertemu dengan penghuni baru yang terlihat seperti menjauh dari mereka semua. Keinginan dalam dirinya untuk membuat gadis itu jadi merasa nyaman berada di sini pun meningkat pesat, Anjar ingin menjadi salah satu alasan bagi Kinan untuk berubah menjadi sosok yang lebih terbuka dengan orang-orang di sekelilingnya, pasti akan menyenangkan jika bisa berbicara dengan santai bersama gadis itu. Tapi, tentu saja keinginan Anjar yang satu itu tidak bisa terwujud sekarang, sebab saat ini Kinan sangat terlihat merasa tak nyaman dan juga canggung berada di dekat laki-laki itu. “Kok sendirian aja di sini? Lagi ngapain?” Ingin sekali Anjar mengutuk dirinya sendiri karena telah mempertanyakan hal bodoh seperti itu, tapi tidak apa-apa, anggap saja sebuah basa-basi untuk memulai pendekatan mereka. “Cuma mau duduk aja, Kak,” jawaban Kinan datang dalam sebuah suara yang sangat pelan dan juga singkat. Anjar menelan salivanya gugup, rasanya lebih susah berbicara dengan Kinan daripada mantan-mantannya dulu. Mantan Anjar pasti akan marah-marah tiap kali berbicara dengannya, tapi Kinan justru berbicara dengan sangat pelan dan seolah menegaskan bahwa dia sedang tidak ingin berbicara dengan siapapun. Tapi yang namanya Anjara Bagaswara tentu tidak akan menyerah begitu saja, dia masih ingin mencoba berbicara dengan gadis itu sampai Kinan mengusirnya secara langsung. “Memangnya lo nggak ada kegiatan apa-apa?” tanya Anjar lagi dan kali ini jawaban Kinan hanya datang dalam sebuah anggukan singkat saja, yang tentu saja langsung membut laki-laki yang lebih tua itu menghela napasnya kasar. Sulit sekali, sungguh benar-benar sulit sekali. Anjar tidak tahu saja bahwa sebenarnya Kinan juga sedang mencoba untuk tidak merasa canggung berada di dekat laki-laki itu, masalahnya kepada penghuni asrama putri saja Kinan masih canggung sekali, apalagi kepada penghuni asrama putra. Tapi, diperhatikan sejak kemarin, Anjar ini sepertinya memang tipe orang yang ingin dekat dengan semua orang, terbukti dari bagaimana seringnya dia mengajukan pertanyaan untuk Kinan baik secara langsung ataupun hanya lewat pesan grup. Laki-laki itu juga terlihat menyenangkan karena kerap kali Kinan tertawa tiap melihatnya bertengkar dengan Rea. Sebenarnya tidak ada yang perlu ditakutkan dari Anjar karena laki-laki tertua di penghuni asrama putra itu memanglah orang yang sangat baik. Namun memang dari Kinannya saja yang masih mencoba untuk berbaur dengan yang lainnya. Ketika hanya berdua saja dengan laki-laki itu tentu saja Kinan akan merasa sedikit canggung. “Kinan, kalo boleh tau di rumah dipanggil apa?” Anjar kembali memberikan sebuah pertanyaan kepada Kinan, bentuk pendekatannya memang lebih sering lewat sebuah kata, bagi Anjar proses berkenalan paling menyenangkan itu adalah ketika dua orang atau lebih sedang mengobrol bersama dan kini hal itu yang sedang dia lakukan kepada Kinan. Kinan menghirup dan mengembuskan napas dengan pelan, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri agar tidak terlalu gugup ketika berbicara dengan laki-laki ini. Semua hal yang Kinan lakukan tentu tidak luput dari pandangan Anjar karena sedari tadi laki-laki itu memang memperhatikan Kinan, dia juga sadar benar bahwa sedari tadi Kinan mencoba untuk tidak takut kepadanya dan mencoba untuk mau menanggapi semua perkataan Anjar, maka dari itu Anjar juga tidak berhenti, dia tetap memberikan Kinan beberapa pertanyaan lainnya. “Hm ... gue di rumah juga dipanggil Kinan, Kak. Cuma untuk lebih singkatnya biasanya sama Mama Papa cuma dipanggil ‘Ki’ gitu, itu buat singkatnya aja sih.” Syukurlah, jawaban Kinan kini terdengar lebih rileks daripada sebelumnya, gadis itu cukup berhasil menenangkan dirinya sendiri. “Gue pikir ada yang panggil lo pakai nama Kana atau Nala? Soalnya nama depan lo juga bagus buat dijadiin nama panggilan,” ujar Anjar mencoba terdengar lebih enjoy agar Kinan juga bisa mengimbanginya. “Kalo sama anak-anak pianis lain gue dipanggil Nala kok, Kak. Ngomong-ngomong, lo nggak mau duduk, Kak?” Kinan melirik laptop di pelukan Anjar. “Kalo lo mau ngerjain sesuatu di sini, gue bisa pergi kok.” “Lho, ya, jangan!” Anjar panik. “Kenapa malah lo yang pergi, padahal kan gue nggak ada ngusir lo dari sini.” “Gue pikir lo butuh ketenangan karena mau ngerjain sesuatu?” tanya Kinan kembali melirik laptop Anjar. “Oh, ini, iya sih sebenernya gue mau lanjutin skripsi, di dalem asrama udah bosen banget makanya gue keluar dan nggak sengaja ketemu lo. Tapi, kalo lo merasa nggak bisa gabung duduk sama gue, biarin gue aja yang pergi. Gue bisa lanjut ngerjain di dapur aja sambil makan cemilan, lo bisa tetep di sini Kinan.” Anjar mencoba menjelaskan sepelan mungkin dengan bahasa yang halus agar tidak menyinggung Kinan, dia juga takut salah bicara karena sebelumnya tidak pernah bertemu dengan gadis sependiam Kinan. Anjar tidak tahu seperti apa kehidupan anak-anak introvert yang juga home schooling, maka dari itu dia mencoba menjaga lisannya. “Sorry, ya, Kak, maksud gue bukan nggak mau duduk dan ngobrol sama lo. Cuma gue belum terbiasa aja, ramean sama yang lain aja gue masih canggung apalagi cuma berdua aja sama lo,” Kinan akhirnya memilih jujur, tapi entah mengapa dari cara bicaranya sekarang dia bisa menjadi lebih santai, mungkin karena pembawaan Anjar juga yang terlihat santai sehingga Kinan tidak merasa terintimidasi sedikitpun? “Tapi, sekarang lo udah mulai santai ngobrol sama gue.” Benar, kan, ternyata bukan hanya Kinan juga yang merasa demikian. Lawan bicaranya juga menyadari hal tersebut. Tapi, Kinan hanya tersenyum saja sebagai balasannya, walaupun dia sudah merasa lebih santai tapi bukan berarti mereka bisa langsung akrab begitu saja. Kinan butuh proses dan dia harus memahaminya secara perlahan agar tidak salah dalam melakukan sesuatu. Namun untungnya anak-anak asrama juga mau mengerti akan kekurangannya yang satu ini dan tidak memaksa gadis itu terlalu banyak, mereka tidak menekannya dan malah memberikan pengertian agar Kinan bisa merasa nyaman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN