“Woy, Bim!”
Abima menoleh ke arah samping dan menemukan sosok Galih yang baru saja masuk ke dalam barisan upacara, laki-laki itu baru saja datang tepat ketika bel berbunyi sehingga tertinggal oleh Abima yang sudah mencari barisan lebih dulu untuk mengikuti upacara bendera.
“Kebiasaan banget lo telat,” komentar Abima begitu Galih sudah mengambil tempat tepat di belakangnya.
“Males banget gue dateng pagi kalo hari senin, malah kalo bisa gue maunya dateng waktu udah selesai upacara dah,” jawab sang sahabat santai sekali.
Abima berdecak, gemas sekali mendengarnya. “Kalo gitu mending lo nggak usah sekolah aja sekalian, Galih Winandar,” ucap Abima penuh penekanan. “Sekolah tuh buat cari ilmu dan dapetin semua pelajaran baik yang ada selama di sini, bukan tujuannya malah buat tebar pesona dan dapet cewek banyak dari semua angkatan. Gue rasa otak lo perlu diperbaiki biar bisa berpikir mana yang baik dan buruk buat lo ke depannya.”
Tawa Galih mengudara mendengar semua ocehan yang Abima lontarkan kepadanya, Galih maju satu langkah untuk menyesuaikan barisan selagi menjawab, “Iya, astaga, mulai deh lo ceramahin gue lagi kayak gini kalo gue udah ngomong yang aneh dikit, nggak bisa banget diajak becanda Bim, nggak seru lo!” Galih memukul pelan pundak Abima, mencoba mencairkan suasana, sebab dia tahu bahwa Abima tidak bercanda dengan kalimatnya tadi.
“Tapi semua kalimat gue tadi nggak ada yang bercanda.”
“Iya, iya, tahu gue. Aelah, jangan marah gitu dong, Bim. Lo ngambekan banget deh kayak cewek.”
Abima mendengus, tapi dia tentu tidak benar-benar marah kepada Galih. “Diem, gue mau fokus upacara.”
Masih sambil tertawa akhirnya Galih menutup mulutnya dan tidak lagi mengajak Abima bicara, jika terus dilanjutkan maka laki-laki itu akan benar-benar marah kepadanya.
Terkadang Galih juga merasa heran, mengapa laki-laki sepintar dan sebaik Abima mau berteman dekat dengannya. Padahal kalau dipikir-pikir tidak ada hal baik yang bisa Galih berikan kepada laki-laki itu, yang ada malah semua karakter buruk yang selama ini Galih tunjukkan kepada Abima. Tapi anehnya Abima masih mau saja berteman dengannya sampai saat ini, aneh sekali bukan?
Seharusnya Abima sudah menjauh ketika menyadari bahwa Galih bukan teman yang baik, sebab setahu Galih orang-orang seperti Abima itu pasti hanya ingin lingkungan yang baik untuk mereka, terlihat sekali dari hidup Abima yang selalu lurus-lurus saja. Sahabatnya itu tidak pernah terkena masalah sekalipun, jadi terkadang Galih juga merasa bersalah karena telah menyeretnya dalam semua masalah yang dia buat.
Tapi, lagi-lagi Abima tidak pernah sampai benar-benar marah kepadanya, biasanya setelah semua masalah yang Galih perbuat Abima hanya akan menasihatinya dan memarahinya sedikit hingga membuat Galih berjanji untuk tidak mengulangnya lagi—meskipun tentu saja janjinya tersebut akan Galih ingkari.
Namun, Kelana Abimanyu tidak pernah meninggalkannya, hingga dua tahun mereka berada di sekolah yang sama, laki-laki itu juga tetap berada di sisi Galih dan menjadi sahabat baiknya hingga saat ini.
***
Pukul sepuluh pagi, Kinan kehabisan ide untuk mengisi waktu sendiriannya di asrama Kartapati. Ketika pertama kali datang ke tempat ini, Kinan tidak mempermasalahkan keheningan yang berada di sekelilingnya di saat dia baru saja membereskan baju-bajunya di kamar. Tapi entah mengapa hari ini semuanya terasa berbeda untuk gadis itu.
Semua berubah di saat gadis itu sudah merasakan bagaimana ramainya asrama ini ketika seluruh penghuni sedang berada di dalamnya. Ketika mereka berkumpul dan tidak sedang sibuk dengan urusan masing-masing, Kinan bisa merasakan betapa ramainya asrama putri hanya dengan teriakan Rea yang sedang menonton sinetron kesukaannya, atau ketika Bintang dan Bella bertengkar kecil memperebutkan barang yang seharusnya bisa dipakai berdua.
Ini baru hari keduanya tinggal di asrama, tapi tanpa sadar Kinan sudah merasa kesepian ketika berada di asrama ini sendirian. Kehadiran dan kebaikan dari anak-anak asrama putri ternyata memiliki efek yang cukup besar terhadap Kinan tanpa gadis itu sadari.
“Huh, gue bosen.” Helaan napas pendek terdengar dari bibir mungil gadis itu, sejak tadi si gadis hanya merebahkan dirinya di tempat tidur sembari memainkan ponselnya. Tapi sudah dua jam berlalu, dia sekarang malah merasa bosan karena tidak ada kegiatan lain yang bisa dirinya lakukan.
Karena baru saja pindah kemari, niatnya Kinan hanya akan beristirahat saja hari ini dan menikmati keheningan yang ada sama seperti biasanya. Dia baru akan memulai latihannya besok, anggap saja hari ini sebagai hari tenangnya berada di Asrama Kartapati.
Namun sayang sekali Kinan justru merasa bosan berada di dalam kamarnya, anak-anak asrama putri yang lain sudah pergi sejak pagi untuk menjalankan urusan mereka masing-masing, kebetulan hari ini Rea juga memiliki kelas pagi sehingga dia pergi bersama yang lainnya dan tidak bisa menemani Kinan di asrama hari ini.
Gadis itu bangkit dari posisi berbaringnya, menatap ke sekeliling kamarnya berharap bahwa ada sesuatu yang bisa dia lakukan untuk mengisi kebosanannya, tapi tentu saja tidak ada hal menarik di dalam kamar ini karena Kinan baru saja pindah dan dia memang tidak membawa banyak barang.
“Kayaknya gue harus keluar dan cari sesuatu yang bisa gue lakuin.”
Dengan keputusan terakhirnya Kinan akhirnya benar-benar bangkit dari kasur nyamannya, gadis itu membawa ponsel dan keluar dari kamar. Asrama putri terlalu hening sehingga dia memilih untuk pergi keluar, mungkin Kinan bisa menemukan sesuatu yang menyenangkan di luar. Sebenarnya gadis itu bisa saja datang ke ruang musik dan bermain bersama piano di sana, hanya saja di hari ini Kinan sangat malas berlatih dan dia sudah berniat untuk tidak menyentuh piano barang sebentar saja.
Baru saja gadis itu duduk pada salah satu kursi di taman kecil yang berada di tengah-tengah antara asrama putri dan asrama putra, telinganya mendengar suara pintu terbuka dan itu berasal dari asrama putra. Kinan yang sedang duduk menghadap ke arah sana pun kontan terkejut karena tidak tahu bahwa masih ada orang di asrama putra pada jam ini.
Kinan memang tidak tahu bagaimana jadwal anak-anak asrama putra, mereka belum terlalu dekat dan baru berkenalan saja sehingga dia tidak tahu jika masih ada penghuni di asrama putra yang tidak memiliki kegiatan apa pun di hari ini.
Gerbang yang berada di masing-masing asrama tidak begitu tinggi, jika diukur hanya sebatas d**a manusia sehingga sekarang Kinan bisa melihat dengan jelas wajah laki-laki yang baru keluar dari sana.
Itu Anjara Bagaswara.
Laki-laki yang mengajukan banyak sekali pertanyaan kepadanya di antara semua penghuni asrama laki-laki lainnya.
Mereka saling tatap selama beberapa detik, sepertinya Anjar juga merasa kaget dengan kehadiran Kinan di tengah taman karena jujur saja sebenarnya tadi Anjar sudah berniat untuk duduk di sana juga sembari mengerjakan skripsinya yang hingga saat ini masih belum memiliki kemajuan, laki-laki itu butuh tempat baru dan udara segar karena ruang tamu sudah terasa sangat pengap untuknya.
Tapi, dia malah menemukan Kinan duduk di sana dengan kedua mata bergetar karena terkejut ketika melihatnya, dari ekspresi itu saja Anjar sudah bisa merasakan bahwa Kinan tidak mau pertemuan ini terjadi, gadis itu pasti masih belum terbiasa berada di dekat anak asrama yang lain.
Anjar jadi bingung, haruskah dia mendekati Kinan atau justru pindah saja ke tempat lain?