Kinan melihat ada titik-titik air yang perlahan membahasi jendela ruang musik ketika dia secara tidak sengaja menoleh ke arah sana, kemudian tak lama setelahnya disusul dengan bunyi rintik-rintik yang bersahutan semakin cepat pertanda bahwa hujan baru saja turun membasahi bumi.
Kinan tidak tahu apa yang menarik dari hujan, namun dirinya seperti tersihir akan bunyi rintik tersebut—juga dengan wangi petrichor yang semakin lama semakin menusuk ke dalam indra penciumannya, hingga membuat langkah kaki gadis itu mengayun dengan sendirinya menuju pintu utama untuk melihat langsung bagaimana rintik-rintik tersebut membahasi halaman depan Asrama Kartapati.
Tadinya, Kinan hanya bermaksud untuk mengintip dari celah jendela saja, sebab dia terlalu enggan untuk bergerak lebih jauh. Namun, karena suara hujan yang semakin deras malah menyita lebih banyak perhatiannya, maka dari itu Kinan memilih untuk melihat ke luar sana agar dia lebih puas untuk menjawab rasa penasarannya tersebut.
Ruang musik itu terdapat di sudut kanan halaman depan sebelum jalan masuk samping menuju dapur dan menuju asrama putra maupun putri, letaknya bersisian dengan rumah utama sehingga jika berada di sini Kinan bisa melihat hamparan taman bunga yang indah milik Bapak Karta yang sudah dia rawat selama hampir dua tahun lamanya.
Kinan tidak tahu tentang informasi ini, tapi kebun bunga Pak Karta itu dibuat tidah jauh setelah Asrama Kartapati sudah diresmikan untuk bisa dihuni oleh orang lain.
Sekarang, taman bunga tersebut tengah dihantam oleh derasnya hujan hingga membuat beberapa bunga yang ada di sana ikut bergoyang untuk menghindar dari air-air yang jatuh pada kelopak indahnya. Tapi percuma saja, sebab sepintar apa pun menghindar, bunga-bunga tersebut akan tetap jatuh pada perangkap dan basah kuyup hingga si hujan ini berhenti.
Kinan terdiam di daun pintu ruang musik—namun posisinya lebih masuk ke dalam agar tidak ada orang yang menyadari bahwa dia berdiri di sana. Gadis itu tidak melakukan apa-apa selain bersandar pada pintu kanan dan menatap lurus ke arah hujan di luar sana.
Entah mengapa rasanya menenangkan dan Kinan menyukai sensasi ini, meskipun tidak ada yang istimewa tentang dirinya dan hujan tapi Kinan tetap menikmati tiap kali isi kepalanya kosong sembari menatap hujan. Kegiatan ini bisa menjadi salah satu kegiatan healing yang baik, sebab dia tidak perlu memikirkan apa pun, hanya perlu diam saja sembari menatap kosong ke depan sana hingga hujan berhenti.
“Tuhkan, kamu basah kuyup! Aku bilang juga apa, tadi mending neduh dulu enggak usah diterabas hujannya, nanti kalo kamu sakit gimana?”
Tiba-tiba ada sebuah suara yang menyita perhatian Kinan, gadis itu mencoba lebih peka untuk bisa menebak kira-kira suara siapa yang dia dengar barusan. Jika Kinan tidak salah sih kemungkinan besar itu suara laki-laki. Tapi, saat ini Kinan tidak bisa memastikannya secara langsung karena posisinya saat ini tidak berada tepat di daun pintu ataupun didepannya sehingga bisa mengakses sekitar dengan kedua netranya yang tajam.
Kinan justru berdiri sedikit lebih masuk ke dalam sehingga batas pandangnya hanya bisa dibatasi ke arah depan saja, dia tidak bisa menoleh ke kanan dan ke kiri karena hanya akan menemukan pemandangan pintu saja. Sejak tadi Kinan memang tidak berniat untuk memperhatikan sekitar, dia hanya ingin menatap hujan saja selama beberapa saat, tapi siapa sangka bahwa akan ada seseorang yang lain.
“Udah, jangan ribut. Aku enggak apa-apa, enggak bakalan sakit juga soalnya udah biasa nerobos hujan.”
Oh, ternyata bukan hanya seseorang, ada dua orang di dekatnya sekarang karena Kinan mendengar suara lain sekarang. Jika tidak salah menebak suara yang baru saja dia dengar adalah suara seorang perempuan.
Ada satu laki-laki dan satu perempuan di dekat ruang musik sekarang, sepertinya mereka berdua baru pulang dari kegiatan mereka di luar—begitu pikir Kinan. Tapi, apakah kedua orang tersebut penghuni Asrama Kartapati? Kalo iya, Kinan bahkan tidak bisa menebak siapa mereka.
“Kamu tuh bandel banget memang, tiap pulang aku jemput aja deh apalagi kalo mau hujan. Kamu nggak boleh pulang sendiri karena aku tahu daripada neduh, kamu lebih pilih buat langsung terabas hujannya biar cepet sampai di asrama, padahal kamu tinggal tunggu aku sebentar buat latihan futsal baru kita bisa pulang bareng.” Suara si laki-laki kembali terdengar lagi, kali ini lebih khawatir dari sebelumnya.
Kinan sampai berpikir apakah saat ini dia sedang menyaksikan adegan drama secara diam-diam, walaupun tidak melihat wajah pemainnya secara langsung? Sebab, jujur saja percakapan mereka berdua benar-benar terdengar seperti sebuah adegan drama romantis antara wanita dan pria yang baru saja menerobos hujan bersama.
“Randu, udah deh jangan khawatir, aku enggak apa-apa.”
Randu?
“Aku tuh tahu banget kalo badan kamu enggak kuat, Rashi. Memangnya kamu lupa kalo kamu pernah masuk rumah sakit dan harus dirawat selama beberapa hari cuma karena habis nerobos hujan?”
Rashi?
Jadi, laki-laki dan perempuan yang sejak tadi berbicara di dekat ruang musik adalah Randu dan Rashi?
“Ah, aku tidak menyangka bahwa akan mendengar adegan seperti ini secara langsung,” Kinan ingin tertawa kecil karena merasa lucu dengan apa yang terjadi, entah mengapa Kinan merasa seperti seorang pencuri yang sedang mencuri dengar percakapan dari sepasang adam dan hawa yang sepertinya terlihat sangat amat dekat.
Tebakan Kinan tepat sasaran, memang Randu dan Rashi yang sekarang berada di luar ruang musik. Mereka baru saja pulang sekolah dan memilih untuk menerobos hujan—yang sebenarnya menjadi permintaan Rashi karena gadis itu ingin segera merebahkan dirinya di kasur yang nyaman. Kedua adam dan hawa itu memang seringkali pulang bersama karena selain mereka satu sekolah, Randu juga menyukai Rashi begitupula sebaliknya, namun tidak pernah ada yang menyatakan secara langsung.
Hubungan mereka hanya berjalan begitu saja pada arah yang sama dan sampai saat ini belum ada kejelasan lebih lanjut. Tapi tetap saja keduanya saling memperhatikan dan selalu ada antara satu sama lain.
“Ayo, masuk ke dalam. Kamu harus cepet-cepet mandi terus keramas biar nggak masuk angin,” ujar Randu final, kemudian mengajak gadis itu untuk segera bergegas kembali ke asrama.
Mereka berdua melewati ruang musik, namun tidak menoleh sedikitpun karena tidak tahu bahwa ada orang di dalam sana. Kinan yang sejak tadi berada di dekat pintu pun lantas menghela napas lega karena keberadaannya tidak diketahui, sehingga dia tidak perlu malu jika seandainya ketahuan menguping pembicaraan orang lain secara tidak sengaja.
“Aku tidak pernah berekspektasi akan melihat hubungan romantis antara teman satu asrama, tapi sekarang aku justru sudah mendengarnya secara langsung,” ucap Kinan sambil tertawa kecil.
Jujur saja, Kinan sebenarnya adalah penggemar novel romantis. Selain hobi bermain piano, Kinan juga hobi sekali membaca novel dan kegiatan itu selalu dia lakukan tiap kali merasa bosan bermain piano. Membaca novel akan menjadi selingan keseharian Kinan ketika masih berada di Bandung. Maka dari itu Kinan merasa senang sekali mendengar percakapan tersebut, rasanya seperti dia baru saja mendengar percakapan dalam novel romantis secara langsung dan jujur saja Kinan sangat menyukainya.
Bagaimana cara Randu mengomel kepada Rashi tentang keburukan gadis itu ketika pulang sekolah, namun Rashi yang seolah tidak peduli dan menyuruh Randu diam saja padahal gadis itu senang sekali ketika diperhatikan dengan laki-laki yang dia sukai. Setidaknya itu yang berhasil Kinan tangkap dari percakapan mereka tadi dan Kinan jadi penasaran sebenarnya ada hubungan apa di antara mereka berdua.
Apakah sebenarnya mereka adalah sepasang kekasih tapi menyembunyikan hubungan itu dari anak-anak lain? Entahlah, Kinan juga tidak tahu dan seharusnya dia memang tidak ikut campur untuk urusan tersebut. Akan lebih baik bagi Kinan untuk diam saja dan memperhatikan secara diam-diam tentang apa yang terjadi di antara mereka berdua.