65. Tragedi Pagi Hari

2474 Kata
“Kinan, lo mau makan bareng gue nggak?” Hanya satu kalimat saja yang sudah dilontarkan oleh Abima dalam bentuk pertanyaan, tapi sudah berhasil membuat Kinan membatalkan semua niat yang sudah dia susun baik-baik di dalam kepalanya. Gadis itu tidak jadi mendekat ke arah galon untuk mengisi botol minumnya, gadis itu juga membatalkan langsung niatnya untuk langsung berbalik dan pergi dari dapur untuk kembali ke asrama putri. Coba tebak siapa yang kaget mendengar pertanyaan tadi? Kinan tentu saja sangat amat kaget mendengarnya, tapi bukan hanya Kinan saja, sebab sang empu yang tadi bersuara dan melontarkan pertanyaan itu pun ikut kaget dengan apa yang baru saja dia ucapkan. Abima benar-benar tidak tahu bahwa dia akan mengatakan hal itu secara refleks ketika melihat Kinan berdiri tak jauh hanya beberapa meter saja dari hadapannya. Semua yang terjadi pagi ini terasa seperti dejavu, kemarin Abima menawarkan Kinan untuk memakan masakannya, tetapi hari ini Abima langsung mengajak Kinan untuk makan bersama. Sungguh pendekatan yang sangat baik bagi orang yang pertama kali baru memulai pendekatan seperti ini. Abima cukup merasa takjub dengan dirinya sendiri karena berani mengatakan hal itu kepada Kinan yang jelas-jelas memiliki sifat yang sangat sulit untuk didekati. Jika Kinan adalah anak-anak asrama yang lain, mungkin Abima tidak perlu sekaget ini jika mempertanyakan hal itu, tapi masalahnya gadis ini adalah Kinan, orang yang sangat sulit untuk didekati. Tetapi Abima sudah berjanji bukan? Dan cara pendekatannya kepada gadis itu akan dia lakukan dengan cara menjadi dirinya sendiri dan Abima yang biasanya memang akan selalu mengajak orang lain yang dia lihat untuk makan bersama. Namun, walaupun Abima sudah berusaha, tapi masalah utamanya tetap datang dari sang gadis bukan? Abima tidak tahu apakah Kinan akan mengiyakan pertanyaannya tersebut atau tidak, sebab sekarang yang dia lihat Kinan hanya menatapnya saja dengan kedipan polos namun juga dengan sorot tak percaya dari kedua matanya tersebut. Apakah dia benar-benar sekaget itu mendengar pertanyaan Abima tadi? Sebenarnya wajar saja jika gadis itu kaget karena mereka tidak pernah berbicara lama sebelumnya. Hanya bertemu beberapa kali dalam sebuah kebetulan yang tidak disengaja, begitulah hal yang terjadi di antara mereka. Selama beberapa hari ini menjadi pengamat pun rasanya Abima hanya melihat Kinan selama beberapa kali saja karena gadis itu terlalu sering berada di kamarnya, ataupun ketika makan malam dia akan lebih sering menunda dan tidak ikut dalam makan malam bersama tersebut. Namun, karena kini Abima sudah terjebak dalam permintaan Anjar yang sudah dirinya iyakan, maka mau tak mau Abima memang harus mencoba pendekatan lebih jauh kepada gadis itu, agar dia bisa membawa Kinan juga untuk lebih dekat dengan yang lainnya. “Lo ... barusan ngajakin gue sarapan bareng?” Iya, benar, respon itu sangat terlambat sekali. Tapi tidak apa-apa, Abima bisa memakluminya, jadi laki-laki itu hanya mengangguk kecil saja sebagai jawabannya. Tapi masalahnya pertanyaan selanjutnya yang dilontarkan oleh Kinan cukup membuat Abima kaget. “Lo nggak salah?” “Hah?”—maksudnya apa? Kenapa dia jadi nanyain gue salah apa enggak nanyain hal itu ke dia? “Hah?” Kinan justru membalas dengan kebingungan yang sama. Apa sih? Kenapa pembicaraan ini malah berakhir seperti ini? pikir Abima cukup frustrasi, mengapa topik pembicaraan mereka berdua jadi tidak jelas seperti ini? Setelah keduanya membeo’ secara bersamaan, akhirnya tidak ada lagi yang bicara. Abima masih menunggu Kinan menjawab pertanyaannya, dan Kinan yang bingung harus menjawab apa. Beberapa detik berlalu, kedua manusia itu masih saja mematung di tempat mereka masing-masing karena tidak tahu harus melakukan apa sekarang. Keduanya masih saling pandang dalam keheningan yang mencekam, tidak tahu harus berkata apa dan juga tidak tahu harus melakukan apa. Abima masih sangat menunggu gadis itu akan menjawab pertanyaannya dengan dua pilihan jawaban; ya atau tidak. Tapi sayangnya hingga detik ini Kinan tidak juga buka suara dan hanya memandanginya saja dalam diam, Abima jadi takut sendiri, dia takut bahwa gadis itu akan berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Bagaimana jika seandainya Kinan berpikir bahwa Abima ini sok dekat sekali dengannya? Tapi tidak mungkin, ‘kan? Kinan tidak akan sejahat itu dengan memikirkan hal semacam itu kan? Untuk saat ini Kinan sebetulnya sedang mempertimbangkan sesuatu, tapi dia masih belum tahu apa jawaban yang harus dirinya berikan kepada Abima. Kedua kaki Kinan terasa kaku untuk digerakkan, begitu pula dengan Abima yang juga merasakan hal yang sama karena gadis itu tidak juga kunjung menjawab pertanyaannya yang masih menggantung. Mereka berdua bak sebuah patung yang hanya bisa melirik ke arah lain tanpa bisa melakukan sesuatu. Sampai akhirnya pada menit kedua setelah keheningan itu, kedua netra Kinan menangkap adanya kepulan asap yang semakin banyak dan mulai mengudara, asap itu berasal dari wajan tempat di mana Abima sedang menggoreng sesuatu di sana. Kedua matanya lantas terbelalak lebar karena begitu terkejut dan gadis itu pun berseru dengan sangat panik. “Asap! Asap! Asap!” ujar Kinan panik seraya menunjuk-nunjuk ke arah masakan yang tengah Abima buat. Si laki-laki yang masih harus memproses kejadian ini pun hanya bisa mengerjap bingung sembari menatap Kinan yang terlihat panik, dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh gadis itu dan mengapa wajahnya terlihat panik sembari menunjuk-nunjuk ke arahnya? “Itu masakan lo kayaknya gosong, asapnya banyak banget!” seru Kinan lagi kali ini dengan nada suara yang sedikit meninggi. Sebentar ... masakannya gosong? pikir Abima. Laki-laki itu bahkan masih harus mengedipkan kedua matanya selama beberapa saat sebelum akhirnya dia sendiri sadar akan apa yang sedang terjadi saat ini. Kalimat Kinan berhasil membawa Abima untuk kembali pada kenyataan dan laki-laki itu baru sadar bahwa sosis yang dia goreng sudah berubah warna hampir menjadi hitam karena kelalaiannya sendiri. Cepat-cepat Abima mematikan kompor agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, diangkatnya tiga sosis itu dengan cepat dan setelahnya Abima mundur beberapa langkah ke belakang karena masih terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Ada bau lain yang menyeruak ke indra penciuman mereka berdua, yang mana berasal dari bau minyak panas serta gosongnya sosis tadi. Untung saja insting Kinan bisa bekerja dengan baik walaupun dirinya juga sedang dilanda kepanikan. Cepat-cepat Kinan membuka pintu dengan lebih lebar bermaksud membuat agar bau itu segera keluar dari dapur dan tidak mengendap di ruangan ini yang mana pasti akan membuat orang-orang jadi tidak nyaman ketika menciumnya. Sedangkan Abima masih tetap setia berdiri di tempatnya dengan kedua iris mata yang tengah memperhatikan semua hal yang sedang Kinan lakukan. Dia ingin membantu tapi entah mengapa kedua tungkainya terlalu sulit sekali untuk digerakkan, oleh karena itu Abima hanya diam saja sampai beberapa saat berlalu sampai akhirnya Kinan selesai melakukan tugasnya. Kinan menghela napas lega begitu jendela terakhir selesai dia buka sedikit agar ada celah bagi udara lain untuk keluar dan masuk dari dapur ini. Gadis itu menoleh ke arah Abima yang ternyata masih diam saja seperti patung di tempatnya berdiri—wajahnya masih terlihat panik dan dia juga kelihatan bingung harus melakukan apa. Kinan mengalihkan pandangannya ke arah lain, menatap kepada wajan yang masih berada di atas kompor, syukurlah bahwa kepulan asap itu sudah tidak keluar lagi dari wajan, namun baunya masih tercium sedikit. Mereka berpandangan lagi, Kinan menatap ke arah Abima dan juga kepada tiga sosis yang tergeletak tak berdaya dan sudah tidak terbentuk lagi. Sepersekian detik setelahnya tawa gadis itu pecah, dia terbahak selama beberapa saat menyadari bahwa kejadian di antara mereka barusan terasa sangat lucu jika harus diingat lagi. “Kenapa gue harus ngalamin hal kayak gini di jam lima pagi,” gumam Kinan masih sambil tertawa. Tapi, selama dia tertawa, Kinan tidak mendengar suara apa pun dari Abima. Lantas gadis itu menoleh masih dengan sisa tawanya. “Apa lo nggak ngerasa kalo kejadian ini lucu banget?” tanyanya penasaran, lebih ke bingung karena Abima tidak tertawa sama sekali padahal sekarang Kinan sudah sakit perut saking lucunya. Abima yang mendapatkan pertanyaan itu hanya bisa menggeleng kecil. “Daripada lucu gue beneran ngerasa lebih ke takut sih,” jawabnya jujur masih dengan wajah paniknya tersebut. “Gimana kalo seandainya tadi kebakaran? Pasti bakalan serem banget.” Abima tidak bohong, dia benar-benar masih sangat shock, bahkan sekarang isi kepalanya terus menggumamkan pertanyaan ‘bagaimana jika seandainya tadi gue ngebakar dapur ini?’ dia benar-benar sangat takut sekali. Melihat ekspresi Abima yang seperti itu membuat Kinan jadi tertawa lagi, laki-laki itu terlihat sangat lucu sekali di mata Kinan apalagi sehabis kejadian barusan. Kinan masih ingat sekali setiap detail kejadiannya sejak awal hingga saat ini. “Aduh, gue sampai nangis.” Gadis itu menyeka tetes air di sudut kedua matanya karena terlalu puas tertawa. Menyadari bahwa Kinan telah mengeluarkan respon yang tidak terduga, Abima akhirnya menghela napas panjang dan mulai mencoba bergerak dari tempatnya saat ini. Mau sampai kapan dia berdiri mematung dengan gemetar di seluruh tubuh hanya karena kejadian barusan? Waktu juga terus berjalan, Abima harus cepat agar bisa pergi ke sekolah. “Udah dong ketawanya, gue malu deh, beneran,” ungkap Abima dengan suara sedikit pelan, malu juga rasanya ditertawakan oleh Kinan sampai sebegitunya. Kinan juga tak tahu kenapa dia sampai bereaksi seperti itu. Jika boleh jujur, ini adalah kali pertama gadis itu tertawa sebegitu lepasnya setelah datang ke Asrama Kartapati. Ini juga kali pertama Kinan merasa dirinya bisa lepas mengekspresikan sesuatu tanpa harus menahannya karena terlalu memikirkan perasaan para penghuni yang lain, sebelumnya dia selalu menahan karena takut tindakannya membuat orang lain kurang nyaman. Namun, kejadian bersama Abima barusan tidak bisa Kinan tahan lagi karena rasanya memang sangat lucu jika harus diingat kembali. “Oke, oke, maaf, gue nggak akan ketawa lagi,” jawab Kinan seraya mengontrol tawanya agar berhenti. Syukurlah gadis itu bisa melakukannya dengan baik, karena tak enak juga jika harus menertawakan Abima terus-menerus. Abima kembali mendekat ke arah kompor, memperhatikan tiga sosis yang sudah tidak terbentuk itu, kemudian terdengar helaan napas berat lagi dari bibirnya. Kinan yang mendengar itu langsung menoleh dan entah kenapa langkahnya langsung refleks mendekat ke arah laki-laki itu. “Gue tadinya mau masak sosis buat dimakan sama nasi goreng yang udah gue buat, tapi kalo kayak gini gua jadi males mau goreng lagi,” adu laki-laki itu kepada Kinan, tidak tahu juga kenapa dia harus mengadu. “Kalo lo masih takut ya jangan goreng lagi, makan aja nasi gorengnya. Nasi goreng buatan lo enak kok,” jawab Kinan. Loh? Nasi goreng buatan Abima enak? Abima menatap jelas wajah Kinan yang saat ini juga sedang melihat ke arahnya dengan ekspresi yang cukup kaget. Sepertinya gadis itu juga tidak menyadari bahwa dia baru saja mengaku sesuatu dengan kalimatnya, Kinan sepertinya tidak berencana mengatakan itu, namun bibirnya secara refleks mengatakannya. “Kemarin ... lo jadi sarapan pake nasi goreng buatan gue?” tanya Abima takut-takut. Satu menit berlalu tidak ada respon dari Kinan. Abima baru ingin berkata lagi bahwa gadis itu tidak perlu menjawab jika dia memang tidak ingin menjawabnya, namun anggukan Kinan lebih dulu keluar. “Iya, kemarin gue makan dan masakan lo enak.” Abima langsung tersenyum lebar mendengar itu, dia benar-benar tidak menyangka bahwa Kinan akan benar-benar memakan masakannya padahal kemarin Abima hanya basa-basi saja agar tidak hanya ada keheningan di antara mereka. Namun, siapa sangka bahwa Kinan ternyata melakukan apa yang dia katakan. Untuk Kinan sendiri, kemarin dia memang sarapan dengan masakan Abima karena kebetulan gadis itu lapar dan dia terlalu malas memasak. Karena Abima sudah menawarkan maka dari itu akhirnya Kinan makan sendirian, lagipula tidak ada yang melihatnya juga pada pagi itu, pikir Kinan. Tapi hari ini dia malah mengungkapkannya langsung kepada si koki pembuat nasi goreng tersebut. Sebenarnya, sebelum Kinan menjawab pertanyaan Abima tadi, gadis itu sempat teringat beberapa hal tentang apa yang sudah dirinya pikirkan semalaman. Kinan sudah berjanji bukan bahwa dirinya akan mulai lebih terbuka dengan anak-anak asrama yang lain? Kinan sudah berjanji kepada dirinya sendiri mulai tadi malam bahwa dia akan kembali pada versi aslinya sendiri. Kinan tidak akan terlalu memikirkan sesuatu sebelum berbicara, dia akan bersikap lebih santai dan tidak laku lagi kepada mereka ketika bertemu ataupun sedang berkumpul, Kinan juga sudah berjanji kepada dirinya sendiri bahwa dia akan mencoba untuk tidak canggung ketika berada di antara mereka. Jadi, karena kebetulan pagi ini dia bertemu dengan Abima, haruskah Kinan merealisasikan janjinya itu lebih dahulu kepada laki-laki ini? Anggap saja sebagai awal pembukaan, sebab Kinan juga ingin tahu apakah dirinya bisa melakukan itu atau tidak. Tetapi, jika mengingat apa yang terjadi beberapa saat lalu, rasanya Kinan memang sudah kembali pada versi asli dirinya, tawa lepas tadi yang menjadi salah satu bukti kuatnya. Entah mengapa rasanya sangat menyenangkan ketika bisa tertawa lepas tanpa harus memikirkan apa pun seperti tadi. Baiklah, Kinan rasa ini saatnya bagi dia untuk mencoba lebih santai dan lebih berbaur lagi dengan yang lain. Sebab tidak ada salahnya bukan jika dia ingin mencoba lebih dulu? Masalah hal ini bisa dia atasi atau tidak maka Kinan bisa melihatnya dulu selama sarapan bersama Abima di pagi ini. Kinan berharap bahwa laki-laki itu bisa mengimbanginya dan tidak akan masalah jika Kinan masih terlihat sedikit canggung, tapi Kinan berjanji akan melakukan yang terbaik sebisanya untuk mencoba dekat dengan laki-laki itu sebagai awal sebelum Kinan mulai mendekat juga kepada anak-anak asrama yang lain. Kinan juga tidak nyaman jika dia harus berada dalam kecanggungan ketika berkumpul bersama dengan yang lainnya, padahal sebetulnya Kinan juga ingin bisa bercanda bersama mereka tanpa harus memikirkan apa pun dan tanpa harus takut pada apa pun. Jadi, jika memang menginginkan itu semua berarti Kinan harus berusaha untuk membuat sisi dirinya yang asli kembali lagi. Walaupun sebelumnya Kinan bersekolah di home schooling dan tidak memiliki satupun teman dekat—jadi bisa dibilang bahwa Kinan memang tidak memiliki pengalaman pendekatan sebelumnya. Tapi Kinan masih bisa mencoba dengan mengandalkan ingatannya ketika ada anak-anak pianis lain yang mencoba berkenalan dan ingin jadi dekat dengannya. Kinan rasa dia hanya perlu melakukan itu. Jadi, sebagai langkah awal dia harus mengobrol lebih lama dengan Abima bukan? “Abima,” panggil Kinan tiba-tiba, gadis itu harus mengumpulkan niat yang sangat besar lebih dahulu sebelum akhirnya berani memanggil nama sang laki-laki. Abima yang pada saat itu sedang sibuk membuang sosis gosong pun menoleh ke arah Kinan dengan sedikit terkejut, karena terlalu sibuk dengan masakannya yang sudah tidak terbentuk lagi akhirnya Abima lupa bahwa Kinan masih berada di sini bersamanya. Dia pikir gadis itu sudah pergi untuk kembali ke asramanya. “Iya?” tanya Abima selagi menoleh ke arah gadis itu. “Tawaran buat sarapan barengnya tadi ... masih berlaku nggak?” Sebentar, Abima salah dengar tidak sih? Kinan benar-benar mempertanyakan hal itu kepadanya bukan? Tanpa menunggu lagi dan karena takut Kinan akan menarik kembali pertanyaan tersebut, akhirnya Abima cepat-cepat menangguk untuk menjawab. Abima juga tidak tahu mengapa dia begitu bersemangat untuk menjawab, namun yang pasti laki-laki itu hanya sadar bahwa dia sangat senang karena Kinan bertanya akan hal itu. Dengan begini Abima bisa memulai awal pendekatannya dengan benar. “Masih! Masih banget! Ayo, sarapan bareng gue sini.” Abima tersenyum lebar, Kinan juga balas tersenyum tipis. Pagi itu, mereka berdua benar-benar sarapan bersama di dapur utama Asrama Kartapati. Terima kasih kepada tragedi pagi ini yang sudah berhasil membuat kecanggungan di antara mereka jadi meleleh setengah hingga membuat keduanya jadi lebih dekat dibandingkan sebelumnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN