53. Magnet Dalam Piano

1135 Kata
Karena merasa tak bisa beristirahat dan tidak tahu harus melakukan apa di dalam asrama yang sepi ini, akhirnya Kinan memutuskan untuk pergi saja ke ruang musik dan memainkan piano sebentar karena memang tidak ada hal lain lagi yang bisa gadis itu kerjakan sekarang. Dia merasa sangat bosan, tapi tidak memiliki rekomendasi kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengisi kebosanan itu, satu-satunya hal yang Kinan ketahui dan kuasai hanyalah bermain piano, maka dari itu dia tidak memiliki pilihan lain selain bermain dengan alat musik tersebut. Jika harus ke ruang musik maka Kinan harus melewati dapur dan ada Anjar di sana, mencoba untuk tidak merasa canggung Kinan pun akhirnya keluar dari asramanya dan pergi menuju tempat tujuannya tersebut. “Udahan berjemurnya?” Suara Anjar langsung menyapa indra pendengaran Kinan ketika dirinya baru saja memijakkan kaki di dapur, laki-laki itu sudah melihat kedatangannya dari pintu kaca sehingga langsung bertanya ketika batang hidung Kinan sudah terlihat secara langsung di daun pintu. “Udah, Kak, makin panas jadi gue masuk,” jawab Kinan yang syukurnya sudah terdengar lebih santai, jujur saja Kinan sekarang sudah tidak merasa begitu canggung berada di dekat Anjar. Laki-laki yang lebih tua itu sedang duduk di salah satu kursi makan, laptop yang tadi dia tenteng ditaruh di atas meja dengan keadaan menyala—Kinan tidak tahu apa yang sedang dia kerjakan tapi mungkin saja sebuah tugas yang penting? Entahlah, mungkin akan Kinan tanyakan. Ada satu toples kue yang tidak Kinan ketahui namanya berada di dekat laptop dan juga air putih di dalam gelas yang menemani Anjar pada siang hari itu. Kinan mengabsen seluruh barang-barang yang ada di dekat laki-laki itu karena tidak tahu lagi harus melakukan apa, jika terus memandang Anjar yang ada Kinan malah jadi kembali canggung, maka dari itu sang gadis menghindarinya. “Lagian lo berjemur siang-siang, ya udah pasti panas lah. Mending duduk di tempat adem,” ujar Anjar lagi, tapi menyadari bahwa kalimatnya tersebut tentu tidak akan mendapatkan jawaban dari Kinan. Maka dari itu Anjar kembali mengajukan pertanyaan lagi, “Sekarang lo mau kemana, Ki?” “Mau ke ruang musik, Kak Anjar.” “Pasti lo sekarang bosen terus nggak tahu mau ngapain lagi,” tebak Anjar tepat sasaran. Kinan hanya mengangguk karena memang benar itu jawabannya. Tapi, tahukah bagaimana posisi mereka berbicara saat ini? Anjar sedang duduk dengan santai di kursinya sedangkan Kinan masih berdiri tidak nyaman di depan pintu, bahkan dia tidak tahu bagaimana caranya berpamitan dengan sopan kepada Anjar untuk segera pergi ke ruang musik. “Mending lo bantuin gue aja, Ki, mau nggak?” Anjar memberikan penawaran kepada gadis itu. Andai saja saat ini ada Rea, pasti gadis itu akan segera menarik Kinan menjauh dari Anjar dan tidak akan membiarkan Anjar membuat Kinan yang polos jadi ternodai dengan keanehannya, tapi sayang sekali tidak ada Rea. “Bantuin apa tuh, Kak?” Anjar nyengir lebar. “Bantuin kerjain skripsi gue,” jawabnya begitu saja. Kinan bukannya ingin menolak untuk membantu, tapi masalahnya gadis itu saja sekarang sedang mengernyitkan dahinya tanda dia kebingungan. Dia saja bersekolah home schooling dan seumuran dengan beberapa anak SMA di asrama ini, yang berarti Kinan belum sampai pada tahap perkuliahan, dia mana tahu tentang skripsi dan segala macam hal tersebut. Justru sekarang Kinan juga hanya diam saja karena benar-benar tidak tahu harus menjawab apa, di satu sisi dia juga merasa tak enak karena harus menolak, tapi jika membantu pun Kinan tidak tahu apa yang harus dia bantu dari pekerjaan Anjar karena Kinan tidak mengerti apa pun dari pekerjaannya. Ekspresi kebingungan Kinan pun sebenarnya tidak luput dari pandangan Anjar, laki-laki itu memperhatikan bagaimana seriusnya Kinan berpikir hanya untuk menjawab kalimatnya bodohnya tadi. Tentu saja Anjar hanya bercanda dan tidak benar-benar bermaksud untuk meminta bantuan Kinan mengerjakan skripsinya, gadis itu pasti tidak akan paham dan Anjar juga menyadari hal itu. Dia hanya mengatakannya agar ada topik pembicaraan di antara mereka, mencoba untuk membuat Kinan tidak terlihat begitu tegang saat bersamanya. Tapi sayang sekali sepertinya percobaan Anjar yang satu ini juga mengalami kegagalan, karena Kinan masih terlihat takut dan juga masih merasa canggung dengannya. Seharusnya Anjar tidak meminta bantuan suatu hal yang sulit agar gadis itu tidak berpikir terlalu lama. “Gue bercanda kali, Ki. Santai aja jangan tegang banget gitu, ayo dicoba buat lebih santai kalo sama gue dan anak-anak lain. Gue anaknya suka bercanda jadi jangan selalu dipikirin dan dimasukin hati untuk apa pun yang gue omongin ya.” Anjar memberikan pengertian sekali lagi kepada Kinan, memberitahu bahwa dia adalah seseorang yang tidak perlu ditakuti karena tentu saja Anjar tidak menggigit seseorang, dia hanya mencoba untuk menjadi lebih dekat dengan yang lain karena pasti akan sangat menyenangkan jika mereka semua bisa menjadi dekat. Anjar jadi penasaran kira-kira siapa yang nantinya bisa membuat Kinan yang cukup kaku ini berubah menajdi sosok yang lebih menyenangkan? Tapi, tidak perlu menebak Anjar juga sudah mengetahui bahwa pelakunya pasti akan datang dari asrama putri, karena bagaimanapun juga Kinan lebih banyak menghabiskan waktu bersama mereka jadi merekalah yang nantinya akan bisa mengubah Kinan menjadi sosok yang lebih ceria dan tidak tertutup seperti ini. “Kalo misalnya nanti lo bosen di ruang musik, bisa banget dateng ke sini nemenin gue skripsian sekalian kita ngobrolin banyak hal. Lo boleh tanya-tanya tentang gue ataupun anak asrama yang lain, kebetulan gue penghuni pertama di asrama ini jadi tentu gue tahu semua hal tentang semua anak asrama tanpa terkecuali. Gue orangnya nggak pelit kok, kalo lo mau minta cerita bilang aja, ya, Ki, pasti bakalan gue kasih.” Kinan tersenyum kecil dan mengangguk dengan cepat, Anjar akan menjadi sumber informasi jika Kinan memang membutuhkan sesuatu untuk dia ketahui. Tapi untuk saat ini Kinan tidak begitu penasaran dengan para penghuni karena dia ingin fokus untuk membuat dirinya nyaman lebih dulu sebelum mengorek banyak informasi dan mencari tahu tentang mereka semua. Akan ada saatnya Kinan melakukan itu tapi saat yang tepat tentu bukan sekarang, dia harus lebih bersabar dan melawan rasa takutnya lebih dahulu. Kinan harus menyelesaikan masalah yang ada pada dirinya lebih dahulu, sebelum maju untuk mengetahui lebih banyak hal dan dirinya tentu butuh waktu untuk hal itu. “Kalo gitu gue pamit ke ruang musik dulu, ya, Kak.” Kinan akhirnya menunduk sopan ke arah Anjar dan mulai beranjak untuk pergi dari area dapur menuju ruang seni yang memang berada di sisi rumah yang lain, untung saja Kinan masih ingat letaknya jadi dia tidak perlu tersesat dan bertanya di mana ruang musik berada. Siang ini akan Kinan habiskan untuk bermain piano mungkin hingga sore hari atau hingga dia merasa bosan, tapi masalahnya Kinan tidak akan pernah bosan terhadap piano, dia justru kadang lupa berhenti jika sudah bertemu dengan alat musik tersebut. Seperti ada sebuah magnet yang terus menerus menarik Kinan untuk mendekat dan membuat jari-jemari Kinan jadi bermain di atas semua tuts piano tersebut. Tapi Kinan menyukainya, piano akan selalu menjadi hal yang Kinan sukai speanjang hidupnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN