Abima adalah tipikal orang yang akan memilih untuk istirahat lebih dulu daripada makan untuk mengenyangkan perutnya.
Contohnya seperti dirinya di beberapa hari terakhir ini. Ketika pulang ke asrama Abima akan memilih untuk langsung beristirahat daripada makan lebih dulu—meskipun pada saat itu dia juga merasa amat sangat lapar, karena tubuhnya sudah terasa sangat lelah hingga mati rasa dan sulit untuk digerakkan lagi. Tidak ada hal yang lebih Abima inginkan lagi di dunia ini daripada bertemu dengan kasurnya yang empuk tersebut.
Ketika nanti dia lapar baru laki-laki itu akan bangun dan makan malam. Tetapi ketika dihadapkan oleh dua pilihan; ‘Manakah yang akan Abima pilih, kelaparan atau kelelahan?’ maka jawaban Abima adalah dia lebih memilih kelaparan karena Abima pasti akan mengutamakan tidur lebih dahulu jika badannya sudah sangat amat lelah dan tidak bisa digerakkan lagi.
Masalah lapar bisa dia selesaikan ketika bangun tidur nanti, Abima bisa langsung memasak atau memesan makan dan setelahnya bisa makan dengan nyaman. Namun, jika Abima memaksa untuk makan ketika tubuhnya sudah terasa begitu lelah, maka dia tidak akan bisa mencerna makanan tersebut dengan nikmat, yang ada Abima hanya akan menahan kantuk dan tidak bisa menikmati makanannya dengan baik.
Maka dari itu beristirahat adalah pilihan pertama paling tepat yang harus dia lakukan. Meskipun hanya tidur satu jam saja dan setelahnya terbangun karena kelaparan, maka Abima tidak masalah jika harus terbangun di malam hari dan kemudian memilih untuk menyeduh mie instan favoritenya, jadi yang paling penting dia harus beristirahat lebih dahulu entar berapa lama waktunya—yang pasti Abima harus tidur lebih dahulu.
Beberapa hari ini Abima memang memiliki banyak sekali kesibukan yang tidak dia prediksi sebelumnya. Dari jauh-jauh hari Abima memang sudah tahu kalau sekolahnya akan mengadakan sebuah event besar tahunan seperti biasanya, hanya saja Abima tidak tahu bahwa event itu akan banyak melibatkan organisasinya sehingga Abima harus kerja lebih keras untuk bantu-membantu.
Dia memiliki posisi penting dalam organisasinya yang sangat dibutuhkan untuk event ini—walaupun posisinya tidak begitu tinggi tapi dia tetap memiliki tugas yang sangat penting untuk kelancaraan event tersebut. Tugasnya di dalam Jurnalistik adalah sebagai fotografer yang selalu bertugas mengumpulkan gambar-gambar yang tentu sudah ditentukan oleh anak-anak lainnya. Biasanya Abima hanya akan tinggal memotret saja sesuai dengan permintaan mereka dan kemudian mengumpulkan fotonya.
Hobi memotretnya memang dia gunakan di dalam organisasi. Jadi, Abima bisa melakukan hobinya sekaligus membantu organisasi dalam satu waktu. Sangat menyenangkan rasanya jika bisa melakukan sesuatu sesuai dengan hobi yang kita miliki, rasanya ketika mengerjakan sesuatu jadi tidak akan terasa berat dan Abima jadi senang-senang saja selama menjalaninya pekerjaannya dalam organisasi tersebut.
Apalagi anak-anak organisasinya itu seringkali memuji hasil potret yang Abima kirimkan. Katanya foto-foto Abima sangat hidup dan memiliki feel tersendiri bagi siapapun yang melihatnya, maka dari itu mereka semua senang karena Abima adalah fotografer untuk Jurnalistik. Dengan begitu mereka tidak akan pernah mendapat teguran ataupun kritikan tiap kali mengumpulkan bahan untuk bahan mading setiap minggunya.
Abima sendiri tentu saja merasa sangat senang jika mereka menyukai hasil yang dirinya berikan, dengan begitu Abima tidak perlu merasa tertekan ketika melakukan tugasnya. Jika dia bisa memahami tema mingguannya dengan sangat baik, maka Abima juga akan bisa mengambil gambar terbaik sebisanya.
Lalu untuk event yang akan diadakan di sekolah mereka, Jurnalistik diminta untuk mengumpulkan lebih banyak foto sesuai tema dari event tersebut agar bisa dipajang di galeri yang nantinya memang akan disediakan tersendiri bagi para pengunjung dalam lomba-lomba tersebut. Begitulah cara mereka untuk mempromosikan sekolah mereka.
Abima yang bertugas memfoto hanya melakukan tugasnya saja tanpa menolak sedikitpun. Karena memang sudah menjadi tugasnya untuk melakukan itu, hanya saja yang menyebalkan adalah pembina mereka memintanya secara mendadak ketika event hanya tersisa beberapa hari saja sebelum benar-benar dimulai. Maka dari itu Abima harus mengejar semua ketertinggalan dan memfoto sebanyak mungkin sesuai dengan tema yang diminta.
Untung saja salah satu teman Jurnalistiknya mau menemani setiap kali Abima butuh pergi ke tempat lain. Tidak hanya satu orang saja, terkadang justru mereka pergi bersama-sama untuk menemani Abima karena merasa tak enak bahwa laki-laki itu yang pekerjaannya terlalu diburu-buru oleh pembina mereka dan pekerjaannya juga cukup sulit karena harus berpindah-pindah tempat, sebab tak mungkin jika mereka hanya mendapatkan foto di tempat-tempat yang sama.
Karena tugasnya sebagai fotografer itulah yang menjadi alasan juga tentang mengapa setiap akhir pekan Abima lebih sering keluar dari asrama untuk pergi sebentar karena dia harus mengerjakan tugasnya di Jurnalistik. Abima terlalu malas jika harus memotret pada hari sekolah, sebab ketika pulang sekolah rasanya Abima hanya ingin cepat-cepat pulang saja dan bertemu dengan anak-anak asrama yang lainnya. Barulah ketika akhir pekan dia akan keluar dengan mengajak beberapa orang atau mungkin hanya sendirian.
Tapi, bukan berarti pekerjaan Abima setiap akhir pekan akan selalu melakukan itu. Program kerja mereka memang mengharuskan untuk memberikan bahan untuk mading setiap minggunya agar mading itu bisa berganti isinya, dan setiap minggu Abima harus memberikan foto-foto berbeda yang sesuai dengan tema yang telah ditentukan.
Terkadang ketika rapat, organisasinya lebih sering mengumpulkan ide untuk tema mading selama tiga sampai empat minggu, maka dari itu Abima bisa langsung mendapatkan tiga atau empat tugas dalam satu waktu, dan terkadang hal itu dia manfaatkan di akhir pekan untuk mengerjakannya sekaligus dan langsung mengumpulkan seluruh fotonya kepada anak Jurnalistik lain yang bertugas, maka dari itu sisa akhir pekan Abima yang lain menjadi kosong dan bisa saja laki-laki itu gunakan untuk beristirahat.
Abima paling tidak suka menunda sesuatu. Baginya, akan lebih baik jika mengerjakan sesuatu secara sekaligus agar nantinya dia memiliki lebih banyak waktu luang untuk melakukan sesuatu daripada harus menunda-nunda pekerjaan dan pada akhir deadline dia tinggal pusing untuk mengejar pekerjaan tersebut. Sangat tidak nyaman jika harus mengerjakan tugas dengan cara yang diburu-buru, Abima sangat tidak suka dengan cara tersebut, maka dari itu dia akan memilih opsi yang pertama tadi.
Lebih baik kerjakan di awal secara sekaligus dan kemudian mendapatkan waktu kosong pada sisa hari yang tugasnya sudah dia lakukan. Dengan begitu Abima bisa lebih banyak beristirahat. Akan lebih baik jika dia harus merasa lelah di satu hari yang penting semua pekerjaannya selesai, daripada harus lelah setiap minggunya dan malah mengurangi waktunya untuk bersantai di asrama.
Seperti apa yang sudah Dika beritahu sebelumnya, serta ditambah dengan semua penjelasan barusan. Sibuknya Abima tentu memiliki alasan yang sangat jelas. Laki-laki itu tidak akan menghindar secara tiba-tiba jika memang tidak ada suatu hal penting yang sedang dirinya kerjakan. Lagipula, untuk apa juga dia menghindar? Tidak ada yang berbuat salah—baik dirinya sendiri ataupun anak-anak asrama, semuanya aman dan baik-baik saja jadi tidak ada alasan yang bisa menjelaskan mengapa Abima menghindar.
Sedangkan sekarang Abima benar-benar kewalahan dengan semua tugas yang harus dia kerjakan dalam satu waktu. Belum lagi tambahan tugas sekolah yang harus dikerjakan juga sesuai deadline. Guru-gurunya tentu tidak akan mau tahu jika Abima sedang sibuk dengan urusan organisasi. Organisasi dan pelajaran Akademik tentu menjadi hal yang berbeda, maka sebagai seorang siswa Abima harus pintar-pintar mengatur waktunya agar semua kewajibannya tersebut bisa dia laksanakan dengan lancar tanpa hambatan apa pun.
Namun, untuk tugas sekolah, pada akhirnya Abima jadi lebih sering berangkat lebih pagi daripada sebelumnya hanya karena dia harus mengerjakan tugas-tugas tersebut di sekolahnya setiap pagi. Jika pulang sekolah dia tidak akan sanggup karena merasa kelelahan dan ingin langsung tidur saja, Abima juga bukan tipe yang suka bangun subuh untuk mengerjakan tugasnya. Jika tidak sebanyak itu maka bisa Abima kerjakan di sekolah, dia hanya perlu datang lebih pagi saja agar tugas-tugasnya bisa selesai tepat waktu.
Sejauh ini semuanya berjalan lancar-lancar saja bagi Abima, walaupun harus pulang malam dan kelelahan setiap harinya, tapi semuanya masih bisa dia kendalikan dengan sempurna tanpa harus merasa kewalahan. Tapi, karena semua kesibukan ini Abima jadi harus mengurangi waktu berkumpulnya dengan anak-anak asrama, dia jadi lebih banyak menghabiskan waktu di luar asrama.
Anehnya, daripada merindukan berkumpul dengan anak-anak asrama putra, Abima lebih khawatir tentang Kinan ... sebab, sejak terakhir kasus sosis gosong itu Abima belum berbicara lagi dengan Kinan secara panjang lebar, Abima juga belum sempat melakukan saran dari Galih karena kesibukan ini lebih dulu datang dan mengambil seluruh waktu milik Abima. Abima masih bertemu dengan Kinan beberapa kali, kadang di waktu makan malam ketika beberapa orang sudah berkumpul di dapur tapi Abima baru saja pulang. Laki-laki itu langsung pamit ke kamarnya karena terlalu lelah dan memilih untuk menunda makan malamnya.
Abima hanya khawatir bahwa dengan tidak ada waktu seperti ini Kinan jadi menjauh lagi darinya—meskipun Abima tidak melihat adanya tanda-tanda itu sih. Dia hanya khawatir saja karena belum sempat menjelaskan apa pun kepada Kinan, tapi Abima juga merasa tidak memiliki kewajiban untuk memberitahu wanita itu karena bagaimanapun juga mereka baru saja dekat bukan?
Baiklah, Abima hanya perlu menunggu hingga beberapa hari lagi saja sampai tugas-tugasnya ini selesai sehingga dia bisa bebas dan tidak lagi terikat dengan tugas untuk event. Abima hanya perlu bertahan sebentar lagi sebelum melanjutkan tugasnya untuk mendekati Kinan seperti yang sudah Anjar minta sebelumnya.
‘Sebentar lagi, tunggu aja. Semoga aja Kinan nggak ngejauh dari gue cuma karena gue terlalu sibuk belakangan ini,’ harap Abima di dalam suara hatinya.